Mencemaskan, Setiap Hari Ada yang Mati, Peternak Harap Wabah PMK Ditetapkan sebagai Bencana Nasional
Ekonomi dan bisnis | 7 Juni 2022, 13:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Penularan penyakit mulut dan kuku atau PMK menurut peternak seharusnya ditetapkan sebagai wabah atau bencana nasional.
Peternak menilai, situasi saat ini sudah menunjukkan sinyal bahaya dan membutuhkan perhatian lebih serius meski vaksin memang sedang disiapkan.
Ketua Umum Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan Aun Gunawan mengatakan, sudah ada 1.100 ekor sapi anggotanya yang terpapar PMK. Sebanyak 53 persen di antaranya sudah sembuh dan 16 ekor sapi induk akhirnya dipotong secara paksa.
”Yang pasti, setiap hari ada yang mati. Kami berusaha memberi obat-obatan, tetapi penularan PMK membuat kami khawatir. Bicara sapi perah, betina, dari lahir hingga siap produksi itu paling cepat butuh waktu 2,5 tahun. Kami terancam kehilangan mata pencarian,” ungkap Aun, seperti dikutip dari Kompas.id pada Selasa (7/6/2022).
Ia juga mengkhawatirkan populasi sapi akan berkurang menyusul sejumlah pedet (anak sapi) juga mati. Sementara produksi susu dari sapi yang terinfeksi PMK, ataupun sapi yang sembuh, turun 10 hingga 80 persen.
Komunikasi terus dijalin, baik dengan pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat. ”Semua bergerak, tetapi penularan PMK ini luar biasa cepat,” katanya.
Virus bisa bertahan meski sapi dinyatakan sembuh
Adapun, Ketua 2 Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Tri Satya Putri Naipospos menyatakan, PMK merupakan penyakit pada hewan yang paling ditakuti dunia.
Baca Juga: Bulog Tegaskan Daging Kerbau Impor Halal dan Bebas PMK, tapi DPR Ragu Pasokan Tercukupi
Pasalnya, berdasarkan penelitian, sekitar 50 persen hewan yang terinfeksi PMK, meski sudah sembuh, tetap bisa jadi pembawa (carrier) karena virus bertahan di kerongkongan.
Sapi bisa membawa virus hingga enam bulan dan beberapa tetap terinfeksi hingga 3,5 tahun. Domba membawa virus hingga 12 bulan. Ini bergantung pada beberapa hal, seperti konsentrasi dan sifat virusnya.
Meski infeksi tak selalu terjadi, tetapi virus yang tertinggal potensial menulari. Pada gilirannya, PMK amat berdampak pada perekonomian untuk jangka panjang.
”Terkadang ada salah persepsi, terutama dari para pengambil kebijakan. (Hewan ternak) disebut sudah sembuh, oke, atau keluar dari PMK. Bukan seperti itu. (Meski sembuh), pertumbuhan sapi potong bisa tidak optimal, sedangkan pada sapi perah, produktivitasnya jauh menurun dibandingkan sebelum terinfeksi. Itu yang paling dikhawatirkan dari dampak PMK,” kata Tri Satya.
Ia pun setuju jika pemusnahan dilakukan di daerah yang jumlah hewan terinfeksinya masih sedikit. Cara itu ideal dilakukan demi mencegah penularan lebih luas.
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro turut menegaskan, perlu ada perubahan pendekatan pemerintah dalam menangani wabah PMK lantaran penularan PMK semakin masif.
”Kami mendorong ada penetapan wabah nasional agar ada anggaran turun. Harus ada pernyataan, mengakui bahwa situasi peternakan sapi, kambing, domba, dan kerbau itu sudah dalam situasi SOS (tanda bahaya),” ujarnya.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas.id