> >

Jadi Tuan Rumah Presidensi G20, Indonesia Bisa Minta Negara Maju Sediakan Dana Perubahan Iklim

Ekonomi dan bisnis | 8 Maret 2022, 12:08 WIB

 

Ilustrasi - Civil 20 meminta Indonesia sebagai tuan rumah Presidensi G20, mendorong negara-negara maju untuk menyediakan dana sebesar Rp 1.438 triliun dalam rangka penanganan perubahan iklim.  (Sumber: SHUTTERSTOCK/ParabolStudio)

BALI, KOMPAS.TV – Civil 20 meminta Indonesia sebagai tuan rumah Presidensi G20, harus mendorong negara-negara maju untuk menyediakan dana sebesar 100 miliar dolar AS atau setara Rp 1.438 triliun dalam rangka penanganan perubahan iklim.

“Negara-negara maju sudah ada komitmen dalam menekan dampak buruk dari krisis iklim, tetapi komitmen itu sejauh ini masih banyak yang di atas kertas,” ujar Sherpa Civil 20 Indonesia Ah Maftuchan di sela-sela C20 meeting di Bali, Selasa (8/3/2022), dilansir dari Antara.

Sebagai informasi, Civil 20 (C20) adalah wadah organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia untuk terlibat dengan para pemerintah di G20 dalam menghadapi isu-isu krusial di dunia saat ini.

Maftuchan yang juga Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa menjelaskan, Indonesia bisa menagih ke negara-negara maju yang ada di G20 untuk melaksanakan komitmennya dalam mendukung transisi energi untuk penurunan emisi rumah kaca.

Remitansi

“Di samping isu dana perubahan iklim, kami juga meminta usulan penurunan biaya remitansi,” ujarnya.

Remitansi adalah layanan jasa pengiriman uang yang dilakukan oleh pengirim dari Indonesia ke penerima di luar negeri maupun sebaliknya.

Ia mengatakan remitansi ini sebenarnya terkait dengan kepentingan negara berkembang G20, atau negara-negara berkembang lainnya.

Baca Juga: Soroti Perubahan Iklim, Jokowi: Semua Negara Sudah Ngeri, Bencana yang Tak Ada Jadi Ada

"Karena biaya transfer itu masih sangat tinggi. Rata-rata global 6 persen, tetapi ada, negara tetangga saja misalnya Australia itu tarifnya 12 persen. Bagi pekerja kecil (penurunan biaya remitansi-ed) sangat berarti,” tutur Maftuchan.

Dalam hal ini, Civil 20 (C20) meminta maksimal 3 persen biaya pengiriman remitansi pekerja migran di luar negeri. “Nanti ini bisa berlaku global, pekerja negara lain juga bisa ikut konsensus ini,” katanya.

Maftuchan menambahkan, angka 3 persen itu sebenarnya sudah menjadi kesepahaman bersama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya di Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs).

“Jadi, agar G20 tidak kurang berkomitmen terhadap hasil-hasil kesepakatan di PBB, maka calling biaya penurunan remitansi rata-rata dunia menjadi 3 persen itu salah satu bukti bahwa G20 comply (mematuhi), berkomitmen terhadap kesepakatan global di bawah PBB. Di bawah G20 kan konsensus, gentle agreement, karena ini limited group maka kalau tidak mengerjakan jadi malu. Kira-kira ke sana arahnya,” ujar Maftuchan.

Melihat, rendahnya biaya remitansi maka pekerja punya duit lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan mendasarnya maupun untuk kegiatan produktif pasca pulang ke kampung halamannya.

Baca Juga: RI Satu-Satunya Anggota G20 yang Belum Jadi Anggota Organisasi Anti Pencucian Uang

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU