> >

Kementerian ESDM Bantah Program Biodiesel Sebabkan Minyak Goreng Langka

Kebijakan | 18 Februari 2022, 07:44 WIB
Presiden Joko Widodo meresmikan implementasi program Biodiesel 30 persen (B30). Peresmian dilakukan di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2019). (Sumber: (KOMPAS.com/Ihsanuddin))

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah jika program biodiesel menjadi penyebab langkanya minyak goreng di pasaran. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, program biodiesel sudah ada jauh sebelum harga CPO dunia naik.

Selain itu, produksi CPO juga terus tumbuh seiring meningkatnya kebutuhan untuk minyak goreng dan program biodiesel.

"Menurut saya tidak begitu, program biodiesel kan sudah berjalan sejak 2008, dan kebutuhan minyak goreng juga ada sejak awal. Memang dua-duanya juga tumbuh, dan produksi CPO juga tumbuh," kata Dadan seperti dikutip dari Kontan.co.id, Kamis (17/2/2022).

Dengan besarnya produksi CPO, Dadan yakin tidak ada tarik menarik antara CPO bagi industri pangan terutama minyak goreng dengan kebutuhan untuk biodiesel.

Baca Juga: Waspada Minyak Goreng Palsu! Produsen Kerupuk di Kudus Malah Dapat Air, Bukan Minyak Goreng

Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyatakan, ada satu faktor terpenting yang lepas dari perhatian pemerintah dan diskusi publik soal penyebab kelangkaan  minyak goreng. Yakni pergeseran besar dalam konsumsi CPO di dalam negeri.

Faisal memaparkan, di masa lalu pengguna CPO yang sangat dominan di dalam negeri adalah industri pangan (termasuk minyak goreng). Namun, sejak pemerintah menerapkan kebijakan mandatori biodiesel, alokasi CPO untuk campuran solar berangsur naik.

Peningkatan tajam terjadi pada tahun 2020 dengan diterapkannya Program B20 (20 persen kandungan CPO dalam minyak biosolar).

Baca Juga: Bukalapak Siap Take Down Pelapak yang Jual Minyak Goreng Harga Tinggi

Akibatnya, konsumsi CPO untuk biodiesel naik tajam dari 5,83 juta ton tahun 2019 menjadi 7,23 juta ton tahun 2020 atau kenaikan sebesar 24 persen. Sebaliknya, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton tahun 2019 menjadi 8,42 juta ton tahun 2020.

Pola konsumsi CPO dalam negeri seperti itu, lanjut Faisal, terus berlanjut tahun 2021.  Diperkirakan porsi untuk biodiesel akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan porsi CPO dalam biodiesel lewat Program B30 atau bahkan lebih tinggi lagi.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan tahun 2022 ini porsi CPO untuk industri biodiesel akan mencapai sekitar 43 persen dari konsumsi CPO dalam negeri, padahal pada tahun 2019 masih sekitar 37 persen.

Dalam satu sampai dua tahun ke depan boleh jadi porsi untuk biodiesel akan melampaui porsi untuk industri pangan.

Baca Juga: Penjelasan Indomaret soal Dugaan Penimbunan Minyak Goreng di Pringsewu

"Tentu saja pengusaha lebih cenderung menyalurkan CPO-nya ke pabrik biodiesel. Karena pemerintah menjamin perusahaan biodiesel tidak bakal merugi karena ada kucuran subsidi jika harga patokan di dalam negeri lebih rendah dari harga internasional," terang Faisal beberapa waktu lalu.

"Itulah dilema antara CPO untuk “perut” dan CPO untuk energi. Tak pelak lagi, kenaikan harga minyak goreng adalah akibat dari kebijakan pemerintah sendiri, karena selalu ada trade off (simalakama) antara CPO untuk “perut” dan CPO untuk energi," lanjutnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber :


TERBARU