Kemenkeu Ungkap Sebab Penyelewengan Dana Pemda: Mayoritas untuk Belanja Pegawai, Bukan Infrastruktur
Ekonomi dan bisnis | 8 Februari 2022, 17:27 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Penyelewengan dan pemanfaatan dana oleh Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi salah satu dari masih banyaknya permasalahan yang terjadi di daerah.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti mengungkapkan, permasalahan di Pemda tersebut harus segera diperbaiki, agar pemanfaatannya dapat berjalan dengan optimal.
Selain itu, tidak sejalan juga dengan desentralisasi fiskal yang capaiannya positif selama 20 tahun, karena Pemda dalam theil index turun dari 0,33 menjadi 0,23.
“Walaupun desentralisasi fiskal sudah positif, masih banyak penyelewengan pemanfaatan dana oleh pemerintah daerah (Pemda) yang harus diperbaiki,” tutur Prima (sapaan akrabnya) dalam seminar nasional, Selasa (8/2/2022), dilansir dari Kontan.co.id.
Ia menuturkan, Pemda perlu memperbaiki terkait pemanfaatan transfer daerah masih belum optimal. Astera menyebutkan, masih banyak daerah yang memanfaatkan Dana Alokasi Umum (DAU) mayoritas untuk belanja pegawai, bukan untuk belanja infrastruktur.
Hal itu terbukti dengan adanya daerah yang menggunakan DAU-nya sebanyak 64,8 persen untuk belanja pegawai, sementara dalam skala nasional belanja pegawai itu di kisaran 32 persen sampai 34 persen.
Baca Juga: Kemenkeu Ubah Aturan PPN dan PPnBM di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Prima juga mengungkapkan, masih banyak daerah yang sangat bergantung kepada Dana Alokasi Khusus (DAK). Lalu, struktur belanja daerah juga masih belum fokus, terlihat dari jumlah program yang membeludak sampai 29 ribu serta kegiatan sebanyak 263 ribu.
Adapun, tingginya belanja pegawai ini juga ternyata berbanding terbalik dengan belanja infrastruktur yang di kebanyakan daerah realisasinya masih minim, yakni di kisaran 11 persen sampai 14 persen.
Selain itu, belanja daerah juga masih didominasi oleh sistem penjatahan antar dinas.
“Masing-masing dinas memiliki program yang sama, ini bisa kita lakukan perbaikan program yang sama jangan berulang, sehingga cost-nya lebih rendah dan akan ada check and balance untuk mengurangi risiko fraud karena struktur belanja yang sangat banyak,” jelasnya.
Tak hanya itu, permasalahan di daerah juga karena masih terbatasnya pemanfaatan pembiayaan dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di daerah.
Sebab, masih banyak daerah yang melakukan pinjaman ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sulit mengeluarkan obligasi daerah. Sehingga, menurutnya, perlu ada sinergi fiskal antara pusat dan daerah.
“Sekarang masih sering ada program yang tidak matching antara induk dan anak-anaknya. Salah satunya dalam kapasitas fiskal yang bisa ditingkatkan dengan naiknya penghasilan dan belanja diturunkan,” terang Prima.
Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, Prima menyatakan, pihaknya akan mengandalkan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dengan 4 pilar.
Di antaranya yaitu, penurunan ketimpangan vertikal dan horizontal, penguatan fiskal atau local taxing power, peningkatan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kontan.co.id