Tolak Keras Penetapan UMP 2022, KSPI Umumkan Dua Rencana Aksi Buruh Mogok dan Unjuk Rasa Nasional
Ekonomi dan bisnis | 22 November 2021, 16:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Menyikapi perkembangan penetapan UMP serta menyusul UMK, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan akan menggelar aksi unjuk rasa serta mogok nasional pada 6-8 Desember 2021.
“KSPI mewakili enam konfederasi dan 60 federasi buruh menyatakan menolak keras penetapan nilai UMP oleh gubernur di provinsi masing-masing sekaligus juga menolak keras segera kenaikan UMK yang akan ditetapkan nilai persentasnya tidak berbeda dengan UMP,” tegas Ketua KSPI Said Iqbal lewat Konferensi Pers secara daring yang dipantau KOMPAS TV, Senin (22/11/2021).
Lebih jauh, ia memaparkan beberapa langkah yang akan diambil dan sudah disepakati oleh sejumlah konfederasi dan federasi yang tergabung itu yaitu, pertama, tanggal 29 dan 30 November 2021 akan dilaksanakan gabungan aksi unjuk rasa nasional di Istana Negara, Balai Kota, dan Kantor Kemenaker. Aksi ini akan diikuti perwakilan puluhan ribu buruh dari Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
“Aksi ini tidak main-main. Tentu dengan memperhatikan prokes, PPKM level 1 dan juga arahan dari aparat keamanan agar tidak mengganggu ketertiban,” terangnya.
Kedua, telah disepakati merencanakan mogok nasional yang direncanakan 6-8 Desember 2021. Peserta mogok nasional dari gabungan serikat pekerja yang telah disebutkan tersebut, serta serikat-serikat pekerja regional. Iqbal menyebut, mungkin akan meluas melibatkan gerakan unsur masyarakat seperti mahasiswa.
Baca Juga: Upah Buruh di Vietnam Naik, Samsung Mau Alihkan Produksi ke Indonesia
Akan ada 2 juta buruh akan terlibat mogok nasional dalam tiga hari tersebut yg berasal dari 100 ribu pabrik dan perusahaan, termasuk driver ojol, sopir, juga buruh pelabuhan di 30 provinsi atau lebih dari 150 kabupaten/kota.
Dasar hukum dalam aksi mogok nasional ini dijelaskannya mengacu pada UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Instruksinya jelas, kami tidak mengunakan mogok kerja, tapi lebih kepada stop produksi, karena seluruh buruh di pabrik ikut sebagai peserta unjuk rasa,” tuturnya.
Adapun, aksi unjuk rasa tersebut ada dua tempat yakni, di lokasi pabrik dan di kantor-kantor pemerintah seperti yang juga telah disebutkan sebelumnya seperti di Istana Negara, Balaikota, dan Kemnaker, selain itu lokasi kantor-kantor pemerintah di daerah.
Mengenai alasan serikat pekerja tersebut mengambil sikap tegas ini, Iqbal menyampaikan yang pertama karena penetapan upah minimum cara menghitungnya tidak dikaitkan dengan pandemi Covid-19, baik tahun ini maupun tahun-tahun selanjutnya.
“Jangan berdalih kenaikan UMP kurang lebih 1,09 persen itu dampak dari pandemi covid-19. Tidak ada hubungannya. Mau ekonomi Indonesia membaik atau tidak, tetap upah akan naik dibawah inflasi. Karena dasar perhitungan kenaikan upah tidaktergantung pandemi Covid-19 tapi dasar PP no 36 tahun 2021 tentang pengupahan dan UU Cipta Kerja,” ujarnya.
Kemudian alasan kedua, ketidakjelasan pernyataan menteri tenaga kerja bahwa upah minimum di Indonesia sudah tinggi. Pasalnya, dalam lingkup Asia Tenggara, upah minimum Indonesia dibawah Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Hanya seidkit lebih tinggi dari dari Laos, Bangladesh, Myanmar, dan Kamboja.
Hal itu yang kemudian membuat Iqbal mempertanyakan pentuan UMP ini. “Jadi, argumen menaker datanya darimana, ukurannya apa,” ucapnya.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV