> >

Pengawasan Pupuk Subsidi Minim, Kelangkaan dan Lonjakan Harga Bebani Petani

Ekonomi dan bisnis | 11 November 2021, 09:46 WIB
Ilustrasi - Stok pupuk bersubsidi di Gudang Pusri. (Sumber: Kompas.TV/Ant)

PESISIR SELATAN, KOMPAS.TV – Refocusing anggaran di masa pandemi Covid-19 mengakibatkan tidak adanya pengawasan pupuk bersubsidi selama dua tahun terakhir. Hal ini diungkapkan oleh bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumbar.

Kepala Bagian (Kabag) Perek Pessel Rosdi menekankan kembali, pihaknya akan melakukan monitoring dan evaluasi pupuk bersubsidi, seiring adanya laporan soal kelangkaan dan lonjakan harga di tingkat petani saat musim tanam tiba.

"Saya baru di sini. Informasinya memang begitu, sejak 2020 tidak ada alokasi APBD untuk monitoring dan evaluasi," ungkapnya di Painan, Rabu (10/11/2021), dilansir dari Antara.

Sebelumnya, petani di Pessel memang mengeluhkan terjadinya kelangkaan dan lonjakan harga pupuk bersubsidi yang turut berdampak pada pendapatan mereka.

Maradi (68), salah seorang petani di Nagari Salido Kecamatan IV Jurai mengutarakan, kenaikan tersebut mulai terasa sejak satu bulan lalu, sehingga petani terpaksa harus mengurangi dosis pemakaian pupuk dan menambah modal tanam.

Baca Juga: Komisi IV DPR RI Sarankan Pengalihan Subsidi Pupuk Sektor Perikanan yang Capai Rp 415 Miliar

Hal yang sama juga dirasakan Afrizal (56), salah seorang petani di Nagari IV Koto Mudik Kecamatan Batang Kapas. "Tak hanya kenaikan harga, ketersediaannya kini juga langka sejak dua bulan lalu," katanya.

Menurutnya, dari keterangan kios pengecer kekosongan terjadi dari tingkat distributor kabupaten. Bahkan, kuota yang diterima petani masih separuh dari Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Padahal, petani di IV Kito Mudik kini sedang memasuki musim tanam. Mereka khawatir, kelangkaan pupuk bakal berdampak terhadap produksi padi yang tidak sesuai target.

"Kami berharap ada solusi dari pemerintah. Jika tidak, tentu biaya bertanam petani menjadi relatif mahal," ujarnya.

Kondisi tersebut seakan sejalan pernyataan Rosdi bahwa dinas pertanian pun tidak memberikan laporan, baik dari sisi serapan, ketepatan dan kecepatan pendistribusian.

Seharusnya, dinas teknis memberi laporan realisasi pada bagian perekonomian. Apalagi pembuatan dan laporan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dari dinas dan distributor kini sudah elektronik, sehingga jarang ada koordinasi terkait usulan alokasi maupun kendala pendistribusian.

Dengan demikian, ia menegaskan bakal melakukan rapat evaluasi dan monitoring penyaluran, sekaligus memanggil distributor pupuk bersubsidi yang ada di Pessel terkait serapan dan laporan dari petani.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan kita lakukan, karena ini menyangkut barang milik negara yang sudah diatur dalam UU," tandasnya.

Berdasarkan data alokasi pupuk bersubsidi dari dinas pertanian, sepanjang 2021 kuota Pessel tercatat sebanyak 19 ribu ton yang terdiri dari urea 8.421 ton. SP-36 sebanyak 861 ton, ZA 445 ton, NPK 7.398 ton dan organik 4.4045 ton.

Baca Juga: Stok Pupuk Subsidi Berkurang, Para Petani Mengaku Kesulitan

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU