> >

Alasan Ini yang Membuat Buruh Yakin UMP 2022 Bisa Naik 10 Persen

Kebijakan | 4 November 2021, 09:46 WIB
Ilustrasi upah buruh. KSPI menolak penetapan upah minum berdasarkan aturan turun UU Cipta Kerja, mereka meminta upah minimum tetap dihitung pakai aturan lama yang mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). (Sumber: Shutterstock/Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap meminta Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 naik sebesar 7-10 persen. Menurut KSPI, penetapan UMP tahun depan tidak bisa menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan seperti yang diminta pengusaha dan digunakan Kementerian Ketenagakerjaan.

Lantaran PP tersebut adalah turunan UU Cipta Keja yang saat ini masih digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Setiap UU atau aturan yang sedang digugat, dia tidak inkracht, nggak boleh jalan. Rakyat dalam hal ini buruh dan teman-temannya sedang menggunakan hak konstitusinya," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada media, dikutip Kamis (4/11/2021).

"Orang lagi digugat kok, aneh masa dipakai, berarti pemerintah nggak taat hukum dong?" tambahnya.

Baca Juga: Andi Gani soal Buruh Unjuk Rasa: Tidak Diharamkan, tapi Musyawarah Dulu

Sehingga, KSPI meminta penetapan UMP 2022 tetap menggunakan aturan lama. Yaitu Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Jika menggunakan aturan tersebut, UMP dihitung berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Said Iqbal mengatakan, buruh sudah mensurvei rata-rata 60 item KHL mengalami kenaikan. Mulai dari kebutuhan pokok hingga transportasi.

“Itemnya yang besar sewa rumah dan transportasi buruh, karena Covid-19 jadi tidak bisa naik angkot, sekarang pakai Gojek. Jadinya mahal,” tuturnya.

Dengan perhitungan tersebut, otomatis UMP 2022 pun akan naik. Namun jika menggunakan formula baru, belum tentu kenaikannya sesuai yang diinginkan para buruh.

Baca Juga: Keluarkan Kebijakan Baru, Upah Minimum Tak Berlaku untuk Pelaku UMK Mulai Tahun Depan

Lantaran PP 36/2021 mengatur penentuan Upah Minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi seperti inflasi dan ketenagakerjaan. Dengan memerhitungkan batas atas dan bawah upah minimum.

Di sisi lain, KSPI setuju jika perusahaan yang rugi akibat pandemi tidak perlu menaikkan upah. Dengan catatan, mampu menunjukkan bukti berupa laporan keuangan yang rugi selama 2 tahun berturut-turut.

KSPI meminta kondisi keuangan perusahaan jangan disamakan. Lantaran tidak semua perusahaan  merugi meski kena pandemi.

"Kelihatan sekali Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) itu tanda petik bersikap tidak adil, tanda petik 'serakah'. Tidak pernah dijelaskan apa argumentasi bahwa perusahaan itu mengalami kerugian. Tidak bisa dipukul rata," ujar Said Iqbal.

Baca Juga: KSPI Kritik Perpanjangan PPKM; Akan Banyak Buruh Dirumahkan

"Sikap KSPI sudah jelas bahwa bilamana perusahaan merugi akibat pandemi COVID-19, KSPI setuju pengusaha dan serikat pekerja atau perwakilan karyawan berunding. Kalau memang tidak naik, tidak apa tapi syaratnya ditunjukkan pembukuan perusahaan dua tahun berturut-turut rugi, laporkan ke dinas tenaga kerja setempat, itu kan fair, nggak bisa (hanya) omongan-omongan," lanjutnya.

Ia menegaskan, KSPI memaklumi jika UMKM tidak bisa menaikkan UMP 2022. Karena UMKM juga belum mampu membayar upah pekerjanya sesuai aturan.

"Nggak usah diseret-seret UMKM untuk jadi argumentasi Apindo. Kami setuju kok UMKM itu nggak bayar upah minimum. Dari 20 tahun yang lalu UMKM itu nggak bayar upah minimum," ucap Said Iqbal.

Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto

Sumber :


TERBARU