> >

Pengusaha Ritel Respons Luhut Soal Mal Tutup Pukul 19.00: Ini akan Jadi Pukulan Gelombang Kedua

Ekonomi dan bisnis | 17 Desember 2020, 13:22 WIB
Seorang pekerja membersihkan lantai di pusat perbelanjaan Senayan City, Jakarta Pusat, Selasa (9/6/2020). Sebanyak 80 Mal di Jakarta Dibuka Lagi, 2.702 Personel TNI/Polri Dikerahkan untuk Pengawasan. (Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

JAKARTA, KOMPAS TV - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) merespons terkait permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait pembatasan jam opersional mal.

Seperti diketahui, Luhut sebelumnya mengatakan mal atau peritel modern hanya bisa mengoperasikan gerainya hingga pukul 19.00 WIB untuk wilayah Jabodetabek.

Baca Juga: Pengusaha Tanggapi Luhut: Jangan Mal Terus yang Jadi Sasaran

Lalu, untuk zona merah di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dan Bali hanya sampai pukul 20.00 WIB. Ini dilakukan guna menekan penambahan kasus dan kematian akibat Covid-19.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo), Roy N. Mandey, mengatakan pembatasan jam operasional dan pengetatan PSBB di Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim dan Bali, berpotensi memukul kembali perekonomian.

Roy menuturkan, pada masa festive atau Ramadhan, Lebaran dan Libur Sekolah yakni April hingga Juni 2020, menjadi penanda keterpurukan gelombang pertama bagi pelaku ritel modern.

Sebab, omset tergerus hingga 20,6 persen berdasarkan indikator Indeks Penjualan Riil di bulan tersebut, yang disurvey oleh Bank Indonesia.

Baca Juga: Luhut Minta Mal di Jakarta Tutup Pukul 19.00 WIB

Kali ini, kata dia, jika jam operasional ritel modern dibatasi pada akhir tahun 2020, maka akan menjadi pukulan gelombang kedua.

"Ini merupakan pukulan gelombang kedua dari keterpurukan bagi pelaku usaha peritel modern berikut para pemasoknya, yang terdiri dari manufaktur dan para UMKM yang menjajakan produknya di gerai ritel modern anggota Aprindo," kata Roy dikutip dari Kontan.co.id pada Kamis (17/12/2020).

Roy menjelaskan, imbas dari pembatasan tersebut dapat berujung pada pengendalian biaya operasional yang akan sangat ekstrem, yakni penutupan gerai dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebagai multiplier effect tergerusnya daya beli secara signifikan.

Karena itu, dia berharap agar peritel modern diberikan kelonggaran untuk tetap beroperasi pada jam normal. Sebab, pusat perbelanjaan bukanlah klaster penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Pemprov DKI akan Tindaklanjuti Permintaan Luhut: Kerja dari Rumah 75 Persen, di Kantor 25 Persen

"Kami mempertimbangkan hal ini sebab, ritel modern bukan menjadi klaster Covid-19 dan selalu menerapkan protokol kesehatan bagi masyarakat dan para pekerjanya," ucapnya.

"Kami juga ingin memberikan kesempatan bagi masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhannya di masa liburan hari Natal dan tahun baru."

Roy melanjutkan, pada sisa dua bulan terakhir di tahun 2020, peritel modern sedang berusaha bangkit untuk meningkatkan omset yang turun tajam setelah kurun waktu 9 bulan terakhir.

"Aprindo berharap Pemerintah Pusat maupun Pemda, kiranya bijaksana dalam mengambil langkah tepat untuk melakukan keseimbangan 'gas dan rem' penanggulangan COVID-19 menggerakan ekonomi secara paralel," ujar Roy.

Baca Juga: Libur Panjang Pengunjung Mall Naik Hingga 20 Persen

"Dengan diantaranya mengizinkan agar peritel modern dan Mall diberikan kesempatan untuk tetap beroperasi secara normal."

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU