> >

Melestarikan Seni Budaya di Era Digitalisasi

Advertorial | 2 September 2024, 12:00 WIB
Perkembangan era digital telah mempercepat upaya pelestarian seni dan budaya melalui digitalisasi dan penggunaan teknologi canggih seperti AI (artificial intelligence).  (Sumber: Dok. ANTARA)

KOMPAS.TV – Pesatnya perkembangan era digital turut membantu berbagai kegiatan, termasuk pelestarian seni dan budaya. Digitalisasi atau alih media ke format digital menjadi elemen penting dalam perlindungan dan pemajuan kebudayaan.

Perkembangan era digital telah mempercepat upaya pelestarian seni dan budaya melalui digitalisasi dan penggunaan teknologi canggih seperti AI (artificial intelligence). 

Salah satu contoh penerapan AI dalam seni budaya adalah penyelamatan naskah kuno yang rentan mengalami kerusakan jika tidak dijaga dengan baik.

Begitu juga dengan koleksi karya seni budaya lainnya; digitalisasi memungkinkan karya-karya ini dinikmati oleh publik yang lebih luas, sekaligus menghidupkan kembali tradisi pertunjukan seni tradisional yang semakin meredup.

 

Menjelajah Seni Klasik dan Kontemporer Digital di Yogyakarta 

Yogyakarta, kota budaya yang kaya akan tradisi dan seni, terus memancarkan keindahan melalui beragam galeri seni dan studio kreatif yang tersebar di berbagai sudut kotanya.

Hiruk-pikuk di tempat-tempat ini menggambarkan semangat kreativitas yang tak terbatas, di mana proses penciptaan karya seni menjadi saksi bisu dari upaya melestarikan warisan budaya lokal.

Dalam era digital, upaya pelestarian seni budaya tidak hanya berhenti pada karya seni fisik. Digitalisasi melalui teknologi seperti QR Code kini memperkaya pengalaman seni dengan menyediakan akses langsung ke informasi mendetail tentang setiap karya dan instalasi yang dipamerkan.

Teknologi ini memungkinkan pengunjung, terutama generasi muda yang terbiasa dengan teknologi digital, untuk lebih memahami makna di balik setiap karya.

Teknologi digital juga memungkinkan peningkatan pengalaman pengunjung di pameran seni. Tidak hanya menampilkan gambar atau lukisan dua dimensi, digitalisasi memungkinkan karya seni dihidupkan melalui teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).

Dengan demikian, seni bisa dinikmati lebih interaktif dan imersif, menarik perhatian tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak.

Museum Sonobudoyo di Yogyakarta adalah contoh nyata penerapan teknologi digital untuk memperkenalkan warisan budaya Jawa.

Saat memasuki museum ini, pengunjung diajak dalam perjalanan tak terlupakan melalui artefak-artefak berharga yang menggambarkan sejarah dan kebijaksanaan tradisional. 

Museum ini juga memiliki wahana interaktif yang menampilkan manuskrip kuno dalam bentuk animasi, memungkinkan pengunjung memahami cerita dan nilai-nilai sejarah yang sulit diakses sebelumnya.

Selain itu, museum ini juga mengadopsi teknologi virtual reality (VR) yang memungkinkan pengunjung merasakan pengalaman seperti memanah layaknya prajurit di Mataram Kuno.

Teknologi ini menghadirkan pengalaman imersif yang belum pernah ada sebelumnya, mengubah cara pengunjung berinteraksi dengan koleksi sejarah.

Museum Sonobudoyo juga berkolaborasi dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk memanfaatkan teknologi digital dalam mengolah data dan foto-foto sejarah.

Dengan memanfaatkan teknologi seperti biometrik wajah dan digital signal processing, data-data tersebut dapat diolah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu.

Digitalisasi ini sangat membantu peneliti sejarah dalam menelusuri sumber-sumber yang sebelumnya sulit diakses.

Perkembangan ini memungkinkan para sejarawan mendapatkan data-data kompleks secara cepat tanpa harus berpindah tempat. Oleh karena itu, digitalisasi menjadi kebutuhan penting dalam penelitian sejarah maupun seni budaya.

Museum Sonobudoyo di Yogyakarta adalah contoh nyata penerapan teknologi digital untuk memperkenalkan warisan budaya Jawa. (Sumber: Dok. ANTARA)

Teknologi dan Digitalisasi untuk Pendidikan dan Pelestarian Seni 

Bagi Eko Nugroho, seni melukis bukan sekadar aktivitas, melainkan perjalanan jiwa yang membawanya melintasi lorong-lorong imajinasi.

Sebagai seorang seniman visual yang dikenal dengan gaya absurditas, Eko sering memanfaatkan seni lukis dan mural untuk menyampaikan pesan-pesan kritis tentang identitas politik. 

Konsep Ibu Kota Nusantara dapat dianggap sebagai sumber inspirasi yang kaya baginya, mencerminkan perubahan besar dalam struktur sosial dan geografis Indonesia. Karya-karya Eko Nugroho, yang mudah diakses dan diabadikan secara autentik, kini dapat dinikmati oleh khalayak global.

Eko memahami bahwa setiap karya seni yang dihasilkan memiliki sifat yang sementara. Dalam upaya melestarikan karyanya, ia mendokumentasikan karya-karya seninya dengan menggunakan kamera beresolusi tinggi untuk menghasilkan gambar yang detail dan nyata.

Proses ini dibantu oleh belasan karyawan yang memastikan akurasi setiap dimensi dan proporsi karya dalam bentuk digital. Hasil foto-foto tersebut diunggah ke dalam perangkat komputer untuk diabadikan secara visual, memastikan bahwa karya-karya tersebut dapat dinikmati secara digital di seluruh dunia, hanya dalam genggaman gawai.

Langkah digitalisasi seni ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan kebudayaan nasional.

Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang menunjukkan komitmen untuk mempertahankan esensi budaya Indonesia sambil memungkinkan adaptasi terhadap tren dan teknologi baru dalam seni. 

Digitalisasi memungkinkan setiap kekayaan budaya, baik itu dalam bentuk suara, audio visual, maupun bentuk-bentuk lainnya, untuk didokumentasikan secara menyeluruh.

Meskipun tantangan terbesar dalam digitalisasi ini adalah besarnya jumlah aset budaya yang perlu diolah, investasi dalam peralatan, sumber daya manusia, dan organisasi menjadi kunci untuk keberhasilan pelestarian ini.

Digitalisasi tidak hanya terbatas pada seni rupa, tetapi juga merambah seni pertunjukan tradisional seperti karawitan. Suara denting gamelan yang mengiringi langgam Jawa, dinyanyikan dengan penuh keahlian, berhasil dikemas secara digital untuk melestarikan seni musik tradisional ini. 

Seni karawitan, yang merupakan salah satu jenis musik tradisional dari Jawa, terus berkembang di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Dalam era teknologi yang pesat, digitalisasi karawitan dan gamelan menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga informasi dan melanggengkan seni suara tertua tersebut. Namun, generasi muda disarankan untuk memanfaatkan teknologi secara bijak guna meminimalkan risiko dan dampak negatifnya.

Pengaruh digitalisasi juga terasa dalam dunia akademik. Pada tahun 1970-an, seorang ahli komputer, Raden Mas Wasisto Suryodiningrat, M.Sc., pernah membuat algoritma komputer untuk menghasilkan gending-gending atau repertoar gamelan Jawa. 

Upaya ini menunjukkan bahwa jauh sebelum tren digitalisasi menjadi mainstream, sudah ada inisiatif untuk mengeksplorasi kemungkinan komputer menciptakan gending Jawa.

Dalam konteks ini, digitalisasi di Indonesia tidak hanya terbatas pada kesenian, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai aspek kehidupan yang semakin kompleks.

Dalam dunia pendidikan, digitalisasi memungkinkan para akademisi dan peneliti untuk menggali warisan budaya secara lebih luas dan mendalam.

Teknologi ini mampu merangkul generasi baru untuk lebih menghargai kekayaan budaya. Namun, langkah-langkah perlindungan data yang efektif diperlukan agar penggunaan teknologi digital dapat berjalan dengan aman dan terhindar dari ancaman yang mungkin timbul.

Dengan pemanfaatan yang bijak, digitalisasi tidak hanya membantu dalam pelestarian seni dan budaya, tetapi juga memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia secara lebih luas, mendukung pendidikan, dan membuka jalan bagi inovasi baru dalam seni dan budaya.


 

Keberlanjutan Naskah Kuno Hingga Jaga Keamanan Data di Era Digital 

Dalam era digital yang terus berkembang, seni tradisional menemukan bentuk baru melalui teknologi modern.

Salah satu wujud nyata dari transformasi ini adalah digitalisasi naskah kuno—warisan budaya tak ternilai yang memuat pengetahuan dan nilai-nilai berharga dari masa lalu.

Naskah-naskah ini tidak hanya berfungsi sebagai catatan sejarah, tetapi juga mencakup berbagai informasi dari ilmu pengetahuan, agama, budaya, hingga adat istiadat masyarakat pribumi.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) telah berupaya keras untuk mengalihkan naskah-naskah kuno ini ke dalam format digital. (Sumber: Dok. ANTARA)

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) telah berupaya keras untuk mengalihkan naskah-naskah kuno ini ke dalam format digital. Dari 12.700 naskah kuno yang ada di Perpusnas RI, sebanyak 6.700 atau sekitar 53 persen telah berhasil didigitalisasi. 

Digitalisasi ini memastikan bahwa nilai-nilai dan pengetahuan yang terkandung dalam naskah tersebut tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan teknologi.

Proses digitalisasi ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan isi naskah, tetapi juga untuk meningkatkan keamanan dari berbagai bentuk kerusakan fisik dan bencana, serta meningkatkan resolusi gambar dan stabilitas data agar bisa diakses oleh generasi mendatang.

Program pelestarian ini meliputi konservasi fisik dan digitalisasi, dimana naskah-naskah yang sudah rapuh dan tidak bisa dibuka lagi dipreservasi agar dapat dibaca kembali.

Selain melestarikan bentuk fisik, digitalisasi juga menjadi langkah penting untuk mendokumentasikan kekayaan budaya Indonesia dalam bentuk digital yang lebih mudah diakses oleh masyarakat luas dan akademisi.

Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, juga berkomitmen untuk membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat umum dan akademisi terhadap budaya tak benda.

Digitalisasi program ini bertujuan untuk memasukkan daftar warisan budaya tak benda (WBTB) ke dalam daftar digital dan visualisasi yang terintegrasi. Hingga saat ini, sebanyak 200 dari 1.728 WBTB telah berhasil didigitalisasi.

Namun, upaya melestarikan warisan budaya melalui teknologi dan digitalisasi tentu bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah keamanan data. Dalam pemanfaatan teknologi, ada aspek-aspek sensitif yang perlu diperhatikan.

Pertama, penting untuk terus mengedukasi masyarakat tentang sisi positif dan risiko dari teknologi, seperti pentingnya pengamanan produk seni dan budaya yang dibuat dengan teknologi. 

Penggunaan kontrak pintar (smart contract) dapat menjadi salah satu cara untuk memastikan keamanan produk digital tersebut.

Kedua, untuk menghindari isu-isu sensitif, penting untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi informasi sesuai dengan norma yang berlaku, menghormati etika, dan tidak menggerus nilai-nilai budaya itu sendiri.

Teknologi digital tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia secara lebih luas, tetapi juga sebagai dukungan bagi pendidikan dan inovasi di bidang seni.

Penggunaan digitalisasi memungkinkan siswa, peneliti, dan seniman mengakses sumber daya budaya secara lebih mudah dan mendalam, memperkaya pengalaman belajar dan eksplorasi mereka.

Meskipun menghadapi tantangan seperti keamanan data dan perlindungan hak cipta, digitalisasi tetap menjadi alat penting dalam menjaga dan mengembangkan warisan budaya untuk generasi mendatang.

Dengan pengelolaan yang bijak, teknologi digital dapat menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, memastikan bahwa nilai-nilai budaya yang kaya tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman.

Teknologi digital membuka peluang besar bagi pelestarian dan pengembangan budaya. Namun, penggunaannya harus dikelola dengan bijak agar tidak mengurangi esensi budaya yang ingin dijaga.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, literasi digital menjadi kunci untuk menjaga keberagaman budaya Indonesia yang kaya, dari Sabang hingga Merauke, agar tetap hidup dan dihargai sepanjang masa.

Penulis : Adv-Team

Sumber : Kompas TV


TERBARU