Wapres dan Kemenkes Apresiasi Nakes Teladan dan Berprestasi 2024
Advertorial | 19 Agustus 2024, 11:30 WIBTahun ini, tema yang diusung yaitu “Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Teladan serta Kader Berprestasi Mengabdi untuk Negeri, Menuju Indonesia Emas Tahun 2045”.
Sebanyak 230 orang, yakni tenaga medis, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan sektor swasta serta kader posyandu dari seluruh Indonesia menerima penghargaan ini.
Selain tenaga medis dan tenaga kesehatan teladan, pada 2024 ini Kemenkes juga memberikan penghargaan kepada 11 orang penerima Excellent Award, 38 orang kader berprestasi, 2 orang penerima “In Memoriam”, dan 10 orang dosen berprestasi.
Salah satu penerima penghargaan tersebut, Dokter Ahli Bedah Umum Lee Darmawan, membagikan pengalaman dan kendala selama mengabdi di atas Rumah Sakit Apung.
Menurutnya, kendala utama masyarakat yang tinggal di pelosok adalah lokasi yang kurang jelas sehingga tidak bisa mencantumkan alamat untuk membuat KTP.
Ketiadaan KTP ini yang kemudian membuat masyarakat di pedalaman tidak bisa mendaftarkan diri membuat BPJS.
“Bagaimana kita menanyakan kepada saudara-saudara kita di pulau-pulau yang kecil itu, ‘Manakah kartu BPJS Anda?’ Kalau mereka belum punya alamat, rumahnya di atas perahu, bagaimana mereka punya KTP. Tanpa KTP, mereka tidak bisa dapat BPJS,” kata Lee.
Dokter Lee juga mengeluhkan sulitnya perizinan dan legalitas Kapal Rumah Sakit Apung. Padahal, imbuhnya, rumah sakit tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di pulau terpencil.
“Alangkah baiknya, Pak, kalau Permenkes ini bisa ditingkatkan jadi undang-undang tentang Rumah Sakit Kapal. Karena kita membutuhkan Rumah Sakit Kapal, terutama saudara-saudara kita di daerah-daerah terpencil, di daerah-daerah kepulauan yang ribuan jumlahnya,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Bidan Imelda Popi Hendedai asal Papua mengadukan perihal minimnya dokter spesialis, khususnya spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn), serta layanan kesehatan yang masih sangat terbatas di tempat tinggalnya.
Untuk menjangkau fasilitas kesehatan yang tersedia, lanjutnya, membutuhkan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari.
“Namun, di daerah kami belum ada transportasi umum yang bisa mereka gunakan dari distrik ke distrik, sehingga membuat sulit untuk bisa datang ke fasilitas kesehatan. Sehingga ada salah satu kasus yang saya tolong persalinannya di perjalanan,” tuturnya.
Baca Juga: Kemenkes Hentikan Program Studi Anestesi Undip usai Mahasiswi Dokter Spesialis Diduga Bunuh Diri
Menanggapi aduan-aduan tersebut, Wapres menjelaskan, terkait persoalan di Tanah Papua, saat ini Papua tengah dalam proses percepatan pembangunan dalam program Papua Sehat, Papua Pintar, dan Papua Sejahtera.
Melalui program tersebut, nantinya setiap daerah di Papua akan memiliki layanan kesehatannya masing-masing.
“Itu termasuk juga masalah kesehatan, karena memang banyak tertinggal ya. Selain itu, terus kita bangun. Mudah-mudahan dalam waktu cepat di Papua sudah terbangun puskesmas di semua daerah,” papar Wapres.
“Supaya dokter spesialis itu banyak. Saya sangat mendukung, kalau Papua ini memang untuk mendapatkan prioritas, karena ada ketertinggalan di sana,” tambahnya.
Sementara terkait legalitas Kapal Rumah Sakit Apung, kata Wapres, akan segera diselesaikan, dan seluruh masyarakat yang tinggal di pelosok juga akan difasilitasi dengan kartu BPJS.
“Saya kira Rumah Sakit Apung ya, Rumah Sakit Kapal itu. Kalau legalitasnya sebetulnya di undang-undangnya sudah ada ya, Pak? Saya minta nanti Pak Menkes supaya ada legalitasnya, kemudian juga diberi BPJS,” ucap Wapres seraya memastikan kepada Menkes Budi yang juga hadir pada kesempatan ini.
Menyambut arahan tersebut, Budi menyampaikan bahwa nantinya akan dibuat kartu kesehatan yang bisa merangkap sebagai kartu identitas untuk memudahkan masyarakat di pedalaman mengakses layanan kesehatan.
“Jadi mungkin beliau (Lee) dikasihin aja, Pak, punten, dikasih kayak kartu Menkes. Tapi kartu ini bisa sekali itu sebagai kartu identitas dan kartu BPJS,” ujarnya.
Menkes Angkat Suara Terkait Kasus Perundungan PPDS Undip
Saat ditemui usai audiensi di Istana Wapres (15/8), Menkes Budi menanggapi kasus mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro RSUP Dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, yang diduga bunuh diri akibat dirundung seniornya.
Dirinya menyampaikan, Kementerian Kesehatan pernah melakukan screening terhadap para PPDS dan hasilnya banyak calon dokter spesialis yang mengalami tekanan mental, depresi, hingga mengarah ke bunuh diri.
Menkes meminta semua pihak agar menghentikan praktik perundungan, termasuk pada profesi dokter. Menurutnya, perundungan dapat mengakibatkan hidup seseorang jadi tertekan.
"Kita harus menyelesaikan masalah ini dan memutus rantai praktik-praktik perundungan. Bayangkan jika seorang dokter sejak muda sudah dididik dengan cara-cara yang tidak manusiawi, seperti ditekan secara fisik dan mental. Ini bukanlah pendidikan yang baik,” kata Menkes Budi.
Menkes menegaskan akan bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Selain itu, Budi mengatakan akan melakukan penyelidikan secara cepat, bersih, dan transparan untuk memastikan bahwa tidak ada intimidasi yang terjadi.
Penulis : Adv-Team
Sumber : Kompas TV