> >

Politisasi Kampus: Etika Akademik versus Kepentingan Politik

Advertorial | 7 Februari 2024, 15:56 WIB
Foto ilustrasi. Mahasiswa asal Indonesia melihat surat suara pemilihan umum legislatif, Selasa (4/2/2014), di Kampus Lund University, Swedia. Pada Pemilu 2024, ada sejumlah negara yang akan menggelar Pemilu Indonesia lebih awal dari jadwal semula yakni 14 Februari 2024. (Sumber: Harian KOMPAS)

“Sangat tidak elok ketika kampus dicampuradukan dengan kepentingan politik. Apalagi tidak secara resmi mewakili kampus, jika memang gerakan-gerakan itu mewakili kampus maka perlu ada lembaga yang resmi dari kampus untuk bisa menyatakan bahwa ini merupakan sikap dari kampus,” kata Prabu Revolusi di Jakarta, Senin, (05/02/2024).

Ia juga menuturkan bahwa dalam berpendapat, civitas akademika harus mengindahkan etika dan berkata apa adanya jika memang tidak mewakili kampus.

“Seyogyanya kita sebagai civitas akademika harus juga mengindahkan etika dalam menyampaikan pendapat. Jika pendapat pribadi atau sekumpulan orang yang memiliki pendapat yang sama, katakan apa adanya jangan mengatasnamakan kampus kecuali memang ada sikap resmi dari kampus,” tandasnya.

Sebelumnya, gerakan petisi dari para guru besar ini awal mulanya datang dari para civitas di Universitas Gajah Mada (UGM) pada 31 Januari 2024 melalui Petisi Bulaksumur. 

Baca Juga: Guru Besar UNHAS Sampaikan Petisi Untuk Presiden

Begitu pula beberapa guru besar serta civitas akademika dari Universitas Hasanuddin (Unhas) juga menyuarakan hal yang sama.

Sementara yang terbaru datang dari civitas akademika Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya yang menilai bahwa saat ini Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja menjelang Pemilu 2024.

Penulis : Adv-Team

Sumber : Kompas TV


TERBARU