Partai Buruh: Bawaslu Harus Lindungi Hak Politik Pekerja dan Buruh Sebagai Warga Negara
Advertorial | 2 Januari 2024, 15:50 WIBKOMPAS.TV – Menurut Partai Buruh, diskriminasi kepada pekerja dan buruh dalam mengimplementasikan hak politiknya terus terjadi sepanjang masa tahapan Pemilu.
Sejak dimulainya tahapan verifikasi partai politik, banyak terjadi kasus pekerja dan buruh dilarang instansi atau perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi pengurus, bahkan sekadar menjadi anggota Partai Buruh.
Partai Buruh memaparkan, para bos dan pemegang jabatan di level manajemen bisa dengan bebas berpartai, tetapi buruhnya dilarang berpolitik. Ancamannya selalu seragam: jika berpolitik akan dipecat atau kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang.
Bahkan, sampai ada perusahaan yang melarang pekerjanya untuk membuat postingan yang terkait dengan partai politik di media sosial. Gerak-gerik pekerja di luar perusahaan pun dimata-matai.
Baca Juga: Partai Buruh Targetkan 7 Kursi DPR RI Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah Suara Minimal 2 Juta Suara
Kondisi lebih parah terjadi di masa tahapan pencalonan. Banyak caleg Partai Buruh dipaksa cuti tanpa dibayarkan upahnya hingga diminta mengundurkan diri setelah ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU.
Kasus yang paling ironis terjadi di Sulawesi Utara. Sebuah perusahaan BUMN secara sengaja menghambat kader Partai Buruh untuk ikut dalam pencalonan dengan cara tidak menerbitkan surat pemberhentian.
Padahal, buruh bersangkutan sudah berulang kali mengajukan permohonan berhenti dari tempatnya bekerja. Akibatnya, KPU Sulut mencoret kader Partai Buruh dari DCT.
Kasus-kasus diatas sejatinya tidak akan terjadi jika Bawaslu menjalankan fungsi pencegahan dengan cara mengingatkan instansi dan perusahaan tentang hak politik para buruh.
Sayangnya, Bawaslu terkesan hanya berdiam diri, bahkan membenarkan tindakan pencoretan kader Partai Buruh dari DCT DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Padahal, Bawaslu seharusnya justru berperan melindungi hak politik warga negara.
Sejak terbit Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003, 24 Februari 2004, dan dinyatakan kembali dalam banyak putusan yang lain, MK telah tegas menyatakan bahwa hak konstitusional warga negara untuk berpolitik (political right).
Dalam hal ini, khususnya hak untuk dipilih (right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan konvensi internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.
Putusan Mahkamah tersebut antara lain didasari adanya ketentuan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 menyatakan: Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Baca Juga: Partai Buruh Golput di Pilpres 2024, Ini Alasannya
Kemudian, ada pula Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan tiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Selain itu, ada juga pasal-pasal berikut:
- Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menegaskan: Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
- Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).
- Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga turut dijadikan landasan oleh Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan alasan hukum di atas, Partai Buruh mendesak kepada Bawaslu untuk melakukan sejumlah tindakan.
Pertama, menerbitkan himbauan kepada instansi pemerintah, BUMN/BUMD, maupun perusahaan swasta untuk tidak melakukan tindakan pelarangan, pengancaman, serta intimidasi kepada pekerja/buruh yang menjadi anggota, pengurus, termasuk menjadi calon anggota legislatif atau caleg.
Bawaslu harus memberikan jaminan kebebasan berpolitik kepada para pekerja/buruh.
Kedua, Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara asal Partai Buruh yang dicoret dari DCT melalui mekanisme Koreksi Putusan dengan cara membatalkan Putusan Bawaslu Sulawesi Utara, sebagaimana hal tersebut dibenarkan menurut ketentuan Pasal 85 Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum.
Penulis : Adv-Team
Sumber : Kompas TV