> >

Ekonomi Pancasila sebagai Tumpuan Bangsa Demi Mencapai Kesejahteraan Ekonomi

Advertorial | 19 Oktober 2022, 19:00 WIB
Seminar episode keempat BPIP mengangkat judul Ekonomi Pancasila Demi Terwujudnya Kesejahteraan dan dilaksanakan secara hybrid di Unika Atma Jaya Jakarta. (Sumber: Dok. BPIP)

Pada seminar ini, narasumbernya terdiri dari Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Ekonom dan Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Dr. Agustinus Prasetyantoko, Staf Khusus Presiden RI dan Social Entrepreneur Angkie Yudistia, dan selebritas sekaligus enterpreneur Christian Sugiono.

Teten Masduki mengawali diskusi dengan menjelaskan peran UKM dalam situasi perekonomian Indonesia saat ini. Berdasarkan data terbaru, ekonomi Indonesia sangat didominasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dengan rincian lebih dari 90 persen pelaku usaha di Indonesia merupakan UMKM.

Sementara itu, sektar 97 persen lapangan kerja itu disediakan oleh usaha mikro. Dengan kata lain, kontribusi UMKM terhadap PDB yakni sekitar 61 persen.

Saat pandemi, pelaku UMKM mengalami dua pukulan berat, yaitu dari sisi supply dan demand. Pemerintah dengan cepat melakukan kebijakan untuk mengantisipasi melemahnya UMKM.

Baca Juga: BPIP Gelar Seminar Pancasila 2022 Series 2, Sebarkan Nilai Gotong-royong

Pemerintah memprioritaskan melakukan program restrukturisasi yang menunda pembayaran perbankan. Pemerintah kemudian menyubsidi bunga dengan pembiayaan murah selama dua tahun pertama. Bahkan, pemerintah memberikan dana hibah sebagai modal UMKM.

Pemerintah juga mendorong UMKM untuk melakukan digitalisasi sehingga tetap bertahan di tengah gempuran pandemi. Para pelaku UMKM dituntut bergerak cepat dengan beradaptasi dan berinovasi terutama di era digital.

Saat ini sudah sekitar 20,2 juta UMKM Indonesia yang berbisnis di platform digital atau naik sekitar 153 persen sejak pandemi dan terus bertumbuh tiap tahunnya.

Teten juga menjelaskan implementasi nilai-nilai dasar Pancasila dalam perekonomian di tengah pandemi. Pemerintah menerapkan asas gotong royong dan kekeluargaan, yaitu ketika UMKM ada masalah semua pihak berkolaborasi.

Menurut Teten, penting untuk menguatkan ekonomi lokal termasuk menguatkan pelaku UMKM. Dalam konteks ekonomi Pancasila, membangun kemandirian ekonomi nasional tak kalah penting dengan melibatkan orang-orang kecil seperti UMKM.

Pemerintah mendorong UMKM menjadi bagian daripada rantai pasok industri dengan menjadi kemitraan usaha besar dan kecil. Poin ini telah disiapkan di Undang-Undang Cipta Kerja terutama ekosistem yang terintegrasi sehingga bisa bertumbuh, bukan bersaing.

Saat ini, baru sekitar 4,1 persen UMKM yang sudah terhubung ke global value chain. Berbeda dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina yang mengoptimalkan komponen industri dalam negeri.

Karena itu, Presiden sudah membuat kebijakan 30 persen kredit perbankan digunakan untuk UMKM. Selain itu, dalam Undang-Undang Cipta Kerja mengharuskan 40 persen APBN dan APBD membeli produk koperasi dan UMKM sehingga memperkuat ekonomi kerakyatan.

Untuk menghadapi prediksi resesi di tahun mendatang, pemerintah telah mempersiapkan kebijakan subsidi impor. Kementerian Koperasi dan UKM pun sedang mempersiapkan model-model bisnis untuk merespon substitusi impor serta mempersiapkan kebijakan fiskal.

Pemerintah juga tengah merancang program besar untuk menyiapkan para entrepreneur muda untuk menaikkan jumlah kewirausahaan. Targetnya yaitu mencetak sekitar satu juta entrepreneur mapan dengan melakukan evolusi UMKM. Dengan begitu, produk yang dihasilkan memiliki daya saing di pasar lokal maupun global.

Hal ini sejalan juga dengan hasil survei, baik di regional maupun lokal domestik. Sebanyak 73 persen generasi muda sekarang ingin punya bisnis dan menjadi pebisnis bukan lagi ingin jadi pegawai negeri atau pegawai swasta.

Momentum tersebut sudah seharusnya direspon oleh perguruan tinggi yang nantinya mencetak lulusan berkualitas berjiwa entrepreneur. Menanggapi hal tersebut, Ekonom dan Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Dr. Agustinus Prasetyantoko menjelaskan peran universitas dalam mengembangkan peluang wirausahawan muda.

Konsep yang digagas pemerintah dianggap sangat relevan karena pemuda zaman sekarang dinilai lebih suka untuk membangun usahanya sendiri terutama dengan modal penguasaan teknologi. Namun, peluang pemanfaatan teknologi dalam menghasilkan uang tidak terlepas dari tantangan lain sehingga tetap diperlukan pengawasan kampus.

Staf Khusus Presiden RI dan Social Entrepreneur Angkie Yudistia memiliki latar belakang sebagai perempuan milenial disabilitas yang menggunakan alat bantu. Berdasarkan pengalamannya, seorang penyandang disabilitas sering kali sulit mendapatkan akses informasi, ekonomi, hingga pendidikan.

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2019 mengatur Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) sebagai payung yang menaungi kebutuhan penyandang disabilitas dalam berkarya.

Angkie secara aktif mengajak masyarakat untuk menyediakan wadah penyandang disabilitas yang memilki kapasitas untuk memiliki kesempatan kerja. Dengan mandiri secara ekonomi, penyandang disabilitas mampu bangkit dan merasa setara dengan orang lain.

Selebritas sekaligus enterpreneur Christian Sugiono mengaku telah mengimplementasikan kewirausahaan sejak lulus kuliah di Jerman tahun 2006. Christian telah memulai bisnis berbasis teknologi sehingga sudah lebih dahulu memahami pentingnya go digital.

Menurut Christian, digitalisasi UMKM tidak hanya berbicara mengenai berjualan media sosial. Namun, teknologi juga dapat meningkatkan efisiensi UMKM, misalnya untuk memangkas ongkos administrasi dan pemasaran.

Diskusi berlangsung menarik dengan disambut antusiasme mahasiswa Unika Atma Jaya yang hadir secara langsung menyaksikan diskusi. Antusiasme para mahasiswa terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan.

Baca Juga: Pemanfaatan Teknologi Digital Untuk Mewujudkan Ekonomi Pancasila

Salah satunya adalah pertanyaan terkait dampak resesi yang tidak hanya menyangkut masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial. Masyarakat Indonesia yang berjumlah sekitar 270 juta jiwa memiliki latar belakang yang sangat beragam sehingga persiapan dalam menghadapi masa mendatang pun tentunya tidak sama.

Perlu digarisbawahi tentunya kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan perempuan tidak berdaya memegang beban terberat dalam menghadapi masa depan yang tidak menentu. Langkah kecil yang dapat dilakukan adalah dengan lebih sering membeli produk UMKM terutama dari kelompok rentan. Anda bisa memulainya dnegan lebih sering ke pasar tradisional dan membeli produk lokal.

Menghadapi kondisi di tahun mendatang yang diprediksi gelap dan tidak menentu, masyarakat Indonesia harus yakin bahwa Indonesia memiliki prospek lebih baik dalam jangka panjang. Salah satu kuncinya adalah generasi muda berkualitas yang mampu mengadopsi dan mengadaptasi teknologi untuk memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan persoalan-persoalan sosial.

Penulis : Adv-Team

Sumber : Kompas TV


TERBARU