KTM UNCTAD Ke-15: Pandangan, Dampak, dan Tindak Lanjut Indonesia
Advertorial | 11 Oktober 2021, 10:00 WIBIndonesia menyoroti bahwa upaya dan hasil dari penanganan bersama Covid-19 adalah ujian sesungguhnya untuk membuktikan usaha bersama dari anggota kelompok tersebut. Lebih lanjut, pertemuan kelompok ini menghasilkan Ministerial Declaration of the Group of 77 and China to UNCTAD 15.
Pada perundingan tersebut, Indonesia mendorong agar sebagai grup terbesar, G77 and China bisa memposisikan diri secara khusus untuk selalu menyuarakan kepentingan-kepentingan negara berkembang. Indonesia beranggapan bahwa persatuan dan solidaritas dari anggota kelompok tersebut merupakan kunci dalam rangka finalisasi dokumen hasil KTM ke-15 UNCTAD yaitu Bridgetown Covenant.
Melalui rangkaian pre-event KTM ke-15 UNCTAD, Indonesia juga memberikan pandangan atas dua isu penting yaitu perluasan digitalisasi dan industri kreatif sebagai langkah untuk mendiversifikasi ekonomi dalam rangka menciptakan ekonomi yang tangguh dan inklusif.
Baca Juga: Peran Aktif Indonesia dalam Rangkaian KTM ke-15 UNCTAD
Secara khusus hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Salahuddin Uno, pada sesi "Creative Industries and Trade Digitization Forum”. Ia menekankan bahwa digitalisasi dan industri kreatif membuka akses terhadap kesempatan kerja menjadi lebih luas. Sebagai langkah awal penting bagi negara untuk dapat menyelesaikan masalah kesenjangan akses dan literasi akan teknologi digital.
Disamping itu, pada sesi “High-level launch of the Digital Economy Report 2021” Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G. Plate menyampaikan pengalaman Pemerintah Republik Indonesia terkait dampak signifikan dari teknologi digital dalam mendorong potensi ekonomi digital di tanah air, terutama di masa pandemi Covid-19. Menkominfo secara khusus menekankan pentingnya kedaulatan, keamanan, tata kelola, serta kerjasama pertukaran data antar negara dengan kepercayaan.
Selain pembangunan ekonomi yang ,inklusifitas dan perlunya dukungan terhadap digitalisasi, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri dalam sesi Debat Umum, juga mengangkat pentingnya transisi menuju ekonomi yang berkelanjutan. Indonesia menekankan perlunya tindakan yang lebih konkret dan terkoordinasi, sesuai dengan prinsip Common but Differentiated Responsibilities (CBDR) dan kemampuan masing-masing negara.
Dampak KTM dan Langkah Indonesia Berikutnya
Bridgetown Covenant sebagai luaran penting KTM Ke-15 UNCTAD telah difinalisasi dan disepakati bersama pada tanggal 7 Oktober 2021. Untuk itu diperlukan upaya maksimal dalam mentransformasikan komitmen tersebut kedalam langkah-langkah nyata, khususnya terkait poin-poin yang menjadi pandangan dan prinsip Indonesia.
Beberapa poin penting diantaranya adalah penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonominya serta optimalisasi industri kreatif khususnya pemanfaatan ekonomi digital.
Baca Juga: Menparekraf RI: Dunia Harus Berinvestasi dalam Bidang Literasi Digital dan Finansial
Terkait penanganan Covid-19, dari sisi ketersediaan dosis vaksin, saat ini stok yang berhasil diamankan dan didistribusikan oleh Indonesia sudah melebihi target.
Walau demikian, Indonesia sebagai negara yang aktif dalam Covax, Menteri Luar Negeri sebagai salah satu co-chair, dapat terus mengupayakan dan mendorong pemerataan distribusi vaksin yang banyak disuarakan negara berkembang. Selain vaksin, penyediaan therapeutic Covid-19 dan berbagai alat medis terkait masih juga perlu menjadi perhatian Pemerintah RI.
Tentunya prioritas saat ini adalah pada pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19. Salah satu upayanya adalah dengan diplomasi internasional yaitu menjajaki kerja sama-kerja sama perdagangan seperti mendorong ekspor produk unggulan, peningkatan efisiensi perdagangan melalui pertukaran data perdagangan, akses terhadap pendanaan konsensus dan berbiaya murah (concessional and low-cost finance), serta memperluas jangkauan kerja sama melalui sistem pembayaran digital.
Kemudian, terkait optimalisasi sektor industri kreatif, khususnya ekonomi digital, sebagaimana yang diamini oleh mayoritas delegasi dari berbagai negara, kesenjangan akses terhadap infrastruktur seperti internet dan teknologi digital lainnya serta kesenjangan tingkat literasi digital (digital divide) menjadi faktor krusial.
Dari sisi akses terhadap internet sebetulnya kondisi di Indonesia sudah semakin membaik. Dari sisi infrastruktur teknologi digital lainnya, Indonesia perlu melakukan akselerasi penguasaan terhadap teknologi digital khususnya teknologi Industry 4.0 seperti Internet of Things, 3D Printer, Artificial Intelligence (AI), otomasi, dan beberapa teknologi lainnya.
Berdasarkan data asesmen tingkat kesiapan penerapan teknologi Industri 4.0 atau Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI4.0) yang dilakukan oleh Kemenperin kepada berbagai perusahaan, mayoritas masih berada pada level 2 dan 3 yaitu tingkat kesiapan awal dan sedang.
Lebih lanjut, kesenjangan yang paling terlihat nyata adalah tingkat literasi digital. Jurang pemisah antara tua-muda, desa-kota, jawa-luar jawa, dan tingkat pendidikan rendah-tinggi masih terpaut jauh.
Tentunya koordinasi pada tingkat nasional menjadi kunci, namun penurunan kesenjangan digital divide juga bisa diupayakan Indonesia melalui kerja sama dan diplomasi internasional seperti kerja sama alih teknologi, peningkatan kapabilitas teknologi informasi, dan kerja sama terkait lainnya.
Penulis : Elva-Rini
Sumber : Kemlu