Kompas TV advertorial
advertorial

Inovasi Nyamuk Wolbachia Demi Taklukan Virus Dengue

Kompas.tv - 17 Oktober 2024, 16:15 WIB
inovasi-nyamuk-wolbachia-demi-taklukan-virus-dengue
Sejak 2022, Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan kasus penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.  (Sumber: Dok. ANTARA)
Penulis : Adv Team | Editor : ADV Pasangiklan.com

KOMPAS.TV – Sejak 2022, Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan kasus penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menjabarkan Wolbachia sebagai bakteri simbiotik yang hidup secara alami pada banyak serangga.

Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue, sehingga bermanfaat untuk mengurangi kemampuan nyamuk tersebut sebagai penular demam berdarah.

Kementerian Kesehatan mencatat hingga pekan ke-26 tahun 2024, terdapat sebanyak 149.866 kasus DBD di Indonesia meliputi 849 kasus kematian. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia menjadi salah satu inovasi yang diterapkan untuk menekan kasus DBD di Indonesia.

Kementerian Kesehatan telah menargetkan terdapat sekitar 250 lebih kabupaten-kota yang menerapkan inovasi nyamuk ber-Wolbachia dalam lima tahun ke depan.

Kementerian Kesehatan mencatat hingga pekan ke-26 tahun 2024, terdapat sebanyak 149.866 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia meliputi 849 kasus kematian.

Di lain sisi, penyebaran nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia jadi salah satu inovasi yang diterapkan untuk menekan kasus DBD di Indonesia.

Kementerian Kesehatan telah menargetkan terdapat sekitar 250 lebih kabupaten-kota yang menerapkan inovasi nyamuk ber-wolbachia dalam lima tahun ke depan.

Ketua Departemen Hubungan Lembaga Pemerintah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Soroy Lardo menggambarkan segitiga epidemiologi sebagai hubungan antara tiga faktor utama dalam terjadinya penyakit menurut konsep dasar epidemiologi, yaitu host, agent, dan environment.

  • Host merujuk pada manusia atau makhluk hidup lain yang menjadi tempat berkembangnya penyakit, dipengaruhi oleh faktor seperti genetik, usia, jenis kelamin, dan perilaku.
  • Agent adalah zat atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit, baik berupa nutrisi, zat kimia, faktor fisik, atau agen biologis seperti bakteri dan virus.
  • Environment mencakup faktor-faktor lingkungan fisik, biologis, dan sosial ekonomi yang mendukung terjadinya penyakit.

Tiga faktor tersebut akan memengaruhi sejauh mana keseimbangan transmisi penyakit, dalam hal ini virus dengue, bisa diminimalisir. 

Inovasi Wolbachia merupakan salah satu alternatif untuk pencegahan demam berdarah. Setiap orang memiliki daya tahan tubuh yang berbeda, terutama bayi dan lansia, sehingga teknologi ini bisa menjadi solusi. 

Teknologi ini melibatkan pemberian Wolbachia pada telur nyamuk, yang kemudian mengurangi kemampuan nyamuk untuk menularkan infeksi ke manusia.

Wolbachia adalah bakteri alami yang biasanya ditemukan pada lalat buah, dan dalam konteks ini digunakan untuk mengendalikan penyebaran demam berdarah.

Program implementasi Wolbachia di Indonesia dimulai pada beberapa daerah, seperti Yogyakarta, Semarang, Pontianak, Kupang, Bandung, dan akan diperluas ke Jakarta Barat serta Bali.

Program ini bertujuan untuk mengendalikan penyebaran demam berdarah dengan menggunakan bakteri Wolbachia yang ditanamkan pada telur nyamuk. 

Wolbachia adalah bakteri alami yang biasanya ditemukan pada lalat buah, dan dalam konteks ini digunakan untuk mengendalikan penyebaran demam berdarah. (Sumber: Dok. ANTARA)

Pengujian Fase ke-2 Nyamuk Ber-Wolbachia di Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman menjadi salah satu wilayah pengujian fase kedua penyebaran nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia tahun 2021.

Wilayah ini telah merasakan manfaat dari inovasi penerapan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan “Si Wolly”.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mencatat penurunan angka kasus DBD dari sebanyak 728 kasus pada 2019 menjadi 146 kasus hingga 2023. 

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada Riris Andono Ahmad mengatakan, teknologi nyamuk ber-Wolbachia telah berhasil diuji melalui randomized control trial di Yogyakarta.

Hasilnya, daerah yang mendapatkan intervensi menunjukkan penurunan signifikan dalam kasus demam berdarah hingga 77 persen.

Prosesnya melibatkan penempatan ember setiap 30–75 meter untuk mendistribusikan telur nyamuk yang mengandung Wolbachia. Nyamuk tersebut berkembang biak dan penyebaran Wolbachia dipantau melalui pengukuran dan penangkapan nyamuk.

Dalam program ini, setiap kandang berisi 600 nyamuk (300 betina dan 300 jantan), dan setelah kawin, betina akan bertelur di kain flanel yang kemudian dipanen dan didistribusikan ke berbagai kota.

Pelaksanaan program ini melibatkan pemerintah daerah dan Kementerian Kesehatan untuk memastikan efektivitasnya.

Program Wolbachia telah diimplementasikan di Kabupaten Sleman dengan cakupan 13 kecamatan dan 39 kelurahan. Dari hasil implementasi, terjadi penurunan signifikan dalam kasus demam berdarah, dari 810 kasus di tahun 2020 menjadi 282 kasus di tahun 2021. 

Meski terdapat kenaikan siklus pada tahun 2022 dan 2024 akibat faktor iklim, angka kasus masih lebih rendah dibandingkan sebelum penerapan Wolbachia.

Karyani, seorang wanita berusia 46 tahun, telah menjadi orang tua asuh nyamuk Wolbachia sejak 2021. Mulanya, ia tidak terlalu memahami program ini, tetapi setelah mendapat sosialisasi dari Puskesmas, ia dengan sukarela ikut serta.

Di lingkungannya terdapat 10 titik yang digunakan untuk menempatkan ember berisi telur nyamuk Wolbachia. Tugas orang tua asuh nyamuk Wolbachia cukup sederhana, yaitu menjaga ember tersebut agar tetap aman dan tidak tumpah.

Meski cuaca terkadang mempengaruhi keberhasilan program, para orang tua asuh selalu memastikan ember berfungsi dengan baik dan telur nyamuk berkembang sesuai harapan.

Awalnya, Karyani tidak mengetahui apa itu Wolbachia, tetapi setelah mendapatkan penjelasan dari pengurus dan Ibu Lurah, ia menyadari betapa pentingnya program ini untuk menekan angka demam berdarah di lingkungannya.

Ternyata, bakteri Wolbachia yang alami ini ditemukan pada lalat buah, seperti kupu-kupu atau capung. Salah satu cara menjaga keberhasilan program ini adalah dengan meletakkan ember berisi telur nyamuk Wolbachia di tempat yang aman, jauh dari jangkauan anak-anak atau orang yang tidak bertanggung jawab. 

Pengecekan ember dilakukan setiap dua minggu sekali. Karyani menyampaikan kepada tetangganya betapa pentingnya menjaga ember tersebut, karena ini adalah upaya bersama untuk kesehatan masyarakat di lingkungan.

Setelah program ini berjalan, kasus demam berdarah di daerahnya menurun drastis, bahkan hingga tidak ada kasus sama sekali.

Meskipun nyamuk masih ada dan terkadang menyebabkan gatal, manfaatnya sangat dirasakan oleh warga setempat, terutama dalam mengurangi angka penularan demam berdarah.

Selain itu, Karyani turut membantu memberikan edukasi kepada masyarakat. Ia menjelaskan bahwa nyamuk ini berbeda dari nyamuk biasa dan berperan penting dalam menekan risiko penyebaran penyakit. 

Tugas orang tua asuh nyamuk Wolbachia cukup sederhana, yaitu menjaga ember tersebut agar tetap aman dan tidak tumpah. (Sumber: Dok. ANTARA)

Percontohan Teknologi Wolbachia di Kota Bandung

Kota Bandung merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota yang jadi bagian dari implementasi pertama penyebaran nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Indonesia.

Dinas Kesehatan Kota Bandung berupaya menjadikan kota tersebut sebagai kota proyek percontohan pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dengan mempersiapkan para kader agar mempunyai pengetahuan yang baik tentang Wolbachia sehingga mampu melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Fase kedua implementasi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia diterapkan di empat kelurahan yang ada di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dengan melibatkan sebanyak 1.242 orang tua asuh telur nyamuk ber-Wolbachia.

Kepala Dinas Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan, implementasi program Wolbachia telah berhasil menurunkan kasus demam berdarah hingga 70 persen di Bandung. 

Pada pertengahan tahun 2023, tercatat 1.811 kasus, dan program ini terbukti efektif dalam mengurangi jumlah rawat inap di rumah sakit. 

Proses pelepasan nyamuk dimulai pada 31 Oktober 2023 dan dijadwalkan berakhir pada 8 Mei 2024, dengan hasil signifikan di beberapa wilayah, seperti di Kelurahan Pasanggrahan yang mencapai 67,5 persen tingkat infeksi Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti, melebihi target 60 persen.

Di Kota Bandung, sosialisasi dilakukan melalui berbagai kegiatan masyarakat, seperti pengajian, arisan, dan Posyandu.

Target dari program ini adalah mencapai penyebaran nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia di wilayah setidaknya 60 persen, seperti yang berhasil dilakukan di Kelurahan Pesanggrahan, di mana mereka mencapai 67 persen. 

Program ini melibatkan kerja sama antara kelurahan dan kecamatan, dengan mengaktifkan partisipasi masyarakat melalui sosialisasi, edukasi, dan penyebaran informasi. 

Manfaat dari program ini baru akan terasa secara signifikan di masyarakat dalam 1 hingga 2 tahun ke depan, seiring dengan berkurangnya penyebaran nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah.

Kesimpulannya, program penggunaan bakteri Wolbachia dalam pengendalian nyamuk Aedes aegypti merupakan inovasi yang efektif untuk menekan penyebaran demam berdarah. 

Melalui partisipasi aktif masyarakat, pengecekan rutin, dan penempatan ember di lokasi aman, program ini telah berhasil menurunkan kasus demam berdarah di beberapa wilayah, seperti Kelurahan Pesanggrahan yang mencapai target 67 persen. 

Program ini membutuhkan dukungan bersama dari masyarakat, pemerintah, dan tenaga kesehatan, dengan manfaat yang dapat dirasakan dalam 1–2 tahun ke depan. Kolaborasi ini penting demi kesehatan lingkungan dan upaya preventif yang berkelanjutan.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x