Program Wolbachia telah diimplementasikan di Kabupaten Sleman dengan cakupan 13 kecamatan dan 39 kelurahan. Dari hasil implementasi, terjadi penurunan signifikan dalam kasus demam berdarah, dari 810 kasus di tahun 2020 menjadi 282 kasus di tahun 2021.
Meski terdapat kenaikan siklus pada tahun 2022 dan 2024 akibat faktor iklim, angka kasus masih lebih rendah dibandingkan sebelum penerapan Wolbachia.
Karyani, seorang wanita berusia 46 tahun, telah menjadi orang tua asuh nyamuk Wolbachia sejak 2021. Mulanya, ia tidak terlalu memahami program ini, tetapi setelah mendapat sosialisasi dari Puskesmas, ia dengan sukarela ikut serta.
Di lingkungannya terdapat 10 titik yang digunakan untuk menempatkan ember berisi telur nyamuk Wolbachia. Tugas orang tua asuh nyamuk Wolbachia cukup sederhana, yaitu menjaga ember tersebut agar tetap aman dan tidak tumpah.
Meski cuaca terkadang mempengaruhi keberhasilan program, para orang tua asuh selalu memastikan ember berfungsi dengan baik dan telur nyamuk berkembang sesuai harapan.
Awalnya, Karyani tidak mengetahui apa itu Wolbachia, tetapi setelah mendapatkan penjelasan dari pengurus dan Ibu Lurah, ia menyadari betapa pentingnya program ini untuk menekan angka demam berdarah di lingkungannya.
Ternyata, bakteri Wolbachia yang alami ini ditemukan pada lalat buah, seperti kupu-kupu atau capung. Salah satu cara menjaga keberhasilan program ini adalah dengan meletakkan ember berisi telur nyamuk Wolbachia di tempat yang aman, jauh dari jangkauan anak-anak atau orang yang tidak bertanggung jawab.
Pengecekan ember dilakukan setiap dua minggu sekali. Karyani menyampaikan kepada tetangganya betapa pentingnya menjaga ember tersebut, karena ini adalah upaya bersama untuk kesehatan masyarakat di lingkungan.
Setelah program ini berjalan, kasus demam berdarah di daerahnya menurun drastis, bahkan hingga tidak ada kasus sama sekali.
Meskipun nyamuk masih ada dan terkadang menyebabkan gatal, manfaatnya sangat dirasakan oleh warga setempat, terutama dalam mengurangi angka penularan demam berdarah.
Selain itu, Karyani turut membantu memberikan edukasi kepada masyarakat. Ia menjelaskan bahwa nyamuk ini berbeda dari nyamuk biasa dan berperan penting dalam menekan risiko penyebaran penyakit.
Percontohan Teknologi Wolbachia di Kota Bandung
Kota Bandung merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota yang jadi bagian dari implementasi pertama penyebaran nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Indonesia.
Dinas Kesehatan Kota Bandung berupaya menjadikan kota tersebut sebagai kota proyek percontohan pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dengan mempersiapkan para kader agar mempunyai pengetahuan yang baik tentang Wolbachia sehingga mampu melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Fase kedua implementasi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia diterapkan di empat kelurahan yang ada di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dengan melibatkan sebanyak 1.242 orang tua asuh telur nyamuk ber-Wolbachia.
Kepala Dinas Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan, implementasi program Wolbachia telah berhasil menurunkan kasus demam berdarah hingga 70 persen di Bandung.
Pada pertengahan tahun 2023, tercatat 1.811 kasus, dan program ini terbukti efektif dalam mengurangi jumlah rawat inap di rumah sakit.
Proses pelepasan nyamuk dimulai pada 31 Oktober 2023 dan dijadwalkan berakhir pada 8 Mei 2024, dengan hasil signifikan di beberapa wilayah, seperti di Kelurahan Pasanggrahan yang mencapai 67,5 persen tingkat infeksi Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti, melebihi target 60 persen.
Di Kota Bandung, sosialisasi dilakukan melalui berbagai kegiatan masyarakat, seperti pengajian, arisan, dan Posyandu.
Target dari program ini adalah mencapai penyebaran nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia di wilayah setidaknya 60 persen, seperti yang berhasil dilakukan di Kelurahan Pesanggrahan, di mana mereka mencapai 67 persen.
Program ini melibatkan kerja sama antara kelurahan dan kecamatan, dengan mengaktifkan partisipasi masyarakat melalui sosialisasi, edukasi, dan penyebaran informasi.
Manfaat dari program ini baru akan terasa secara signifikan di masyarakat dalam 1 hingga 2 tahun ke depan, seiring dengan berkurangnya penyebaran nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah.
Kesimpulannya, program penggunaan bakteri Wolbachia dalam pengendalian nyamuk Aedes aegypti merupakan inovasi yang efektif untuk menekan penyebaran demam berdarah.
Melalui partisipasi aktif masyarakat, pengecekan rutin, dan penempatan ember di lokasi aman, program ini telah berhasil menurunkan kasus demam berdarah di beberapa wilayah, seperti Kelurahan Pesanggrahan yang mencapai target 67 persen.
Program ini membutuhkan dukungan bersama dari masyarakat, pemerintah, dan tenaga kesehatan, dengan manfaat yang dapat dirasakan dalam 1–2 tahun ke depan. Kolaborasi ini penting demi kesehatan lingkungan dan upaya preventif yang berkelanjutan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.