“Jika regulasi mendukung dan ada kenyamanan dalam berusaha, tentu ini akan menarik lebih banyak investor untuk membangun pabrik baru,” kata Dr. Gulat.
Industri sawit di Indonesia memiliki peran penting dalam ekonomi nasional, terutama melalui pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan.
Namun, di balik potensi besar ini, terdapat sejumlah tantangan, khususnya yang berkaitan dengan regulasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah. Tidak jarang, kebijakan yang saling tumpang tindih di antara berbagai kementerian dan lembaga menjadi hambatan bagi kemajuan sektor ini.
Menurut narasumber dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, ada lebih dari 34 kementerian dan lembaga yang ikut campur dalam urusan sawit.
Ini mencakup berbagai regulasi yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan lain-lain.
Campur tangan berlebihan tersebut menyebabkan lambatnya pengembangan sektor hulu, sementara sektor hilir sudah melaju sangat cepat.
Hal ini diperparah dengan keinginan beberapa kementerian untuk mengatur penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mencapai Rp63 triliun, dengan alokasi Rp30 triliun per tahun.
Misalnya, Kementerian Perdagangan pernah mengusulkan agar BPDPKS juga mengurus komoditas lain seperti kakao dan karet. Namun, hal ini justru menambah kompleksitas birokrasi dan menghambat fokus utama BPDPKS untuk mendukung industri sawit.
Mencari Solusi Melalui Satu Otoritas Tunggal
Melihat situasi yang semakin kompleks, muncul usulan untuk membentuk satu badan otoritas tunggal yang akan mengelola semua regulasi terkait sawit. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih peraturan antar kementerian dan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku industri, terutama para petani sawit.
Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Indonesia juga sedang meneliti solusi untuk merampingkan regulasi yang ada, dan hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah, khususnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Dida Gardera, menambahkan bahwa pemerintah sudah melakukan upaya untuk mengatasi beberapa kendala di sektor hulu.
Salah satu langkah yang diambil adalah meningkatkan mekanisme pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta per hektar. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu petani sawit melakukan peremajaan dan meningkatkan produktivitas kebun mereka.
Selain itu, pemerintah juga sedang mengkaji berbagai inovasi untuk memaksimalkan potensi dari sawit. Salah satunya adalah penelitian mendalam mengenai "palm kernel expeller" atau bungkil sawit, yang berpotensi menjadi bahan baku baru yang bernilai tinggi.
Harapan bagi Industri Sawit di Masa Depan
Untuk mencapai potensi penuh industri sawit, diperlukan koordinasi yang lebih baik dan kepastian hukum yang jelas.
"Tanpa kepastian hukum dan regulasi yang jelas, investasi di sektor biodiesel, berapa pun kapasitas yang terpasang, tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masa depan," kata pelaku industri biodiesel.
Oleh karena itu, sinergi antara seluruh pemangku kepentingan, mulai dari petani hingga pemerintah, sangat penting.
Selain itu, para pelaku industri berharap agar regulasi untuk biodiesel, seperti mandatori B30 dan B50, diuji dengan cermat sebelum diimplementasikan. Hal ini penting untuk memastikan tidak ada hambatan baik di sisi konsumen maupun produsen biodiesel di masa depan.
Pada akhirnya, industri sawit bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang kemandirian energi dan kesejahteraan petani.
Sebagai penutup, Dr. Gulat Manurung menyampaikan, "Kami di sektor hulu berharap ada kebijakan yang memihak kepada petani sawit, sehingga kami bisa terus berkontribusi bagi negara ini melalui peningkatan produktivitas dan program peremajaan sawit."
Biodiesel dari sawit menawarkan potensi besar bagi Indonesia, baik dari segi keberlanjutan energi maupun dampak ekonomi bagi petani lokal.
Namun, untuk mencapai potensi ini, diperlukan langkah-langkah konkret dalam penyesuaian regulasi, peningkatan produktivitas melalui program intensifikasi, dan investasi dalam kapasitas produksi.
Dengan koordinasi yang baik antara pemerintah, industri, dan masyarakat, biodiesel dari kelapa sawit bisa menjadi pilar utama bagi masa depan energi dan kemandirian ekonomi Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.