ILLIONIS, KOMPAS.TV - Induk perusahaan TikTok, ByteDance akhirnya setuju untuk membayar denda sebesar 92 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,3 triliun (kurs Rp 14.000) kepada sejumlah pengguna di Inggris.
Gugatan class action tersebut diajukan terkait pelanggaran data pribadi pengguna. Hal tersebut diketahui dari dokumen yang diajukan di Pengadilan Distrik AS di Illionis, Kamis (25/2/2021).
Gugatan class action atau gugatan perwakilan kelompok biasanya diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok tertentu, di mana dalam hal ini adalah pengguna TikTok di Inggris.
Setelah bergulir satu tahun lamanya, ByteDance akhirnya mau untuk membayar denda tersebut meski tetap membahntah tuntutan yang diajukan.
Baca Juga: 5 Remaja Ditangkap Usai Joget Tiktok di Perempatan Lampu Merah
ByteDance beralasan, mereka hanya tidak mau memperpanjang lagi urusan gugatan ini.
"Walaupun kami tidak setuju dengan tuntutan tersebut, namun daripada proses pengadilan yang panjang, kami ingin fokus pada upaya untuk membangun pengalaman yang aman dan menyenangkan bagi komunitas TikTok," ujar perwakilan TikTok yang dikutip dari KompasTekno.
Penyelesaian ini akan menggabungkan 21 gugatan class action yang ditujukan kepada TikTok berkaitan dengan pelanggaran privasi.
Baca Juga: UEFA Resmi Gandeng TikTok jadi Sponsor EURO 2020
Dalam gugatan itu, disebutkan bahwa TikTok menyusup ke perangkat pengguna dan mengekstrasi aneka data pribadi, termasuk data biometrik.
Selain itu Tiktok dianggap melakukan pelacakan dan profiling penggunanya melalui konten yang ada.
Tujuannya tak lain adalah untuk menargetkan iklan serta meraup keuntungan.
Penyelesaian gugatan itu akhirnya tercapai setelah melibatkan pandangan dari ahli serta adanya upaya mediasi yang cukup lama.
Baca Juga: Viral! Video TikTok Terapi Wajah Pakai Lilin Panas Ini Tuai Kecaman dari Para Pakar Kesehatan
Kendati demikian, penyelesaian ini harus menunggu persetujuan dari pengadilan.
Selain sepakat untuk membayar, TikTok juga setuju untuk menghindari beberapa perilaku yang berpeluang melanggar privasi pengguna, kecuali disebutkan dalam kebijakan privasinya secara spesifik.
Perilaku yang dimaksud adalah menyimpan informasi biometrik, data GPS atau data clipboard, dan mengirim serta menyimpan data pengguna di luar negeri.
Baca Juga: TikTok Masih Jadi Aplikasi Dengan Pendapatan Tertinggi di Dunia Pada Januari
Meski telah menyelesaikan tuntutan, tampaknya TikTok harus bersiap dengan tuntutan lainnya.
Dilansir dari Reuters, Komisi Perdagangan Federal di Washington dan pengadilan di AS saat ini sedang menyiapkan tuntutan terhadap TikTok yang disebut gagal dalam memenuhi perjanjian tahun 2019 yang bertujuan melindungi privasi anak.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.