JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyedia jaringan internet milik Elon Musk, Starlink, telah beroperasi di Indonesia. Namun, masuknya Starlink ke Indonesia hingga di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) dinilai bisa mengancam bisnis internet satelit lokal seperti Satria dan Palapa Ring BAKTI.
Direktur Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Aju Widya Sari menjelaskan bahwa Starlink sudah memenuhi seluruh persyaratan yang dibutuhkan dalam pengajuan izin penyelenggaraan telekomunikasi.
Persyaratan tersebut antara lain seperti adanya kantor, Network Operation Center (NOC), IP Address, AS Number, gateway, keamanan, dan pusat pelayanan konsumen.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, layanan internet berbasis Starlink milik Elon Musk itu telah sepakat membuka kantor di Indonesia.
Akan tetapi, pengamat telekomunikasi yang juga Dosen Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Dr Ian Josef Matheus Edward, menilai pernyataan Menkominfo tersebut tersirat bahwa Starlink sebetulnya belum membuka kantornya di Indonesia.
Padahal, adanya kantor dan NOC merupakan syarat mutlak mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunikasi.
Ian pun mempertanyakan perbedaan pernyataan Menkominfo dengan Direktur Telekomunikasi Kominfo yang terkesan tidak memiliki makna yang sama.
"Padahal Menkominfo adalah pemimpin tertinggi di Kominfo yang membawahi Direktur Telekomunikasi. Aneh aja menteri sama direkturnya tak kompak. Masa Direktur Telekomunikasi menyanggah pernyataan Menkominfo," kata Ian dikutip dari Tribunnews.
"Lalu informasi mana yang benar itu? Ini menunjukkan inkonsistensi informasi yang disampaikan antarpejabat di Kominfo dalam pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi Starlink. Pernyataan antarpejabat yang bertentangan ini menunjukan adanya potensi informasi yang ingin ditutupi,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Direktur Telekomunikasi Kominfo juga menyampaikan, masyarakat di daerah 3T menganggap kehadiran BTS BAKTI tidak terlalu membantu.
Baca Juga: 4 Kelebihan dan Kekurangan Internet Satelit Starlink Milik Elon Musk
Aju menilai keluhan masyarakat di daerah 3T ini disebabkan mereka tak mendapatkan layanan broadband yang baik. Ini disebabkan jaringan backhaul atau pengalur jaringan yang dipakai BTS USO menggunakan VSAT.
Dengan kehadiran Starlink ini, diharapkan dapat memberikan layanan broadband di daerah 3T yang selama ini belum mendapatkan layanan telekomunikasi yang prima.
Terkait pernyataan Direktur Telekomunikasi Kominfo tersebut, Ian menilai tidak tepat. Menurutnya, semua layanan disediakan BAKTI Kominfo di daerah 3T sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Apalagi saat ini, kata Ian, backhaul yang dipergunakan di daerah 3T berasal dari satelit multifungsi SATRIA yang dikelola oleh BAKTI Kominfo.
Jika Direktur Telekomunikasi Kominfo menganggap backhaul yang disiapkan BAKTI Kominfo tak sesuai dengan harapan dan ingin beralih menggunakan Starlink, seharusnya Kominfo dapat melakukan evaluasi mendalam mengenai keberadaan BAKTI Kominfo dalam menyediakan infrastruktur di daerah 3T, karena pembangunan BTS USO di 3.435 daerah 3T seluruhnya dilakukan oleh BAKTI Kominfo.
“Pemerintah selama ini membayar pembangunan infrastruktur telekomunikasi menggunakan dana USO dan APBN. Jika backhaul VSAT SATRIA mau diganti dengan Starlink, itu hak prerogatif Kominfo," lanjutnya.
"Jika ingin mengalihkan backhaul menggunakan Starlink, Kominfo harus mengevaluasi mendalam mengenai keberadaan BAKTI. Termasuk apakah Kominfo masih memerlukan SATRIA dan Palapa Ring untuk melayani daerah 3T. Sebab biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi tersebut sudah besar,” ucap Ian.
Lebih lanjut, Ian juga mengatakan bahwa seharusnya Kominfo mengutamakan aset yang dimiliki oleh negara yang dibangun BAKTI Kominfo dan operator telekomunikasi dalam negeri terlebih dahulu.
Saat ini, Kemenkes malah sudah menjalin kerja sama untuk memanfaatkan Starlink bagi Puskesmas.
“Kominfo dan Kemenkes harusnya mengutamakan serta memanfaatkan aset yang dimiliki negara yang dikelola BAKTI Kominfo. Jika kapasitas BAKTI Kominfo tak tersedia, Kominfo dan Kemenkes dapat memanfaatkan utilisasi yang dimiliki operator telekomunikasi dalam negeri," ujarnya.
"Dengan menggunakan aset BAKTI Kominfo atau operator telekomunikasi dalam negeri, objektif pemerintah untuk mewujudkan keamanan data dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dapat tercapai. Jika menggunakan Starlink, objektif tersebut niscaya tak akan didapatkan pemerintah,” tutur Ian.
Baca Juga: Cara Langganan Starlink Indonesia dan Daftar Harga Paketnya
Sumber : Tribunnews
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.