JAKARTA, KOMPAS.TV - Fenomena gerhana Matahari hibrida (GMH) akan terjadi di sebagian wilayah Indonesia pada 20 April 2023 mendatang.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena GMH baru akan terulang atau bisa diamati lagi dari Indonesia pada 26 tahun mendatang, tepatnya 25 November 2049.
Gerhana matahari adalah peristiwa terhalangnya cahaya Matahari oleh Bulan sehingga tidak semuanya sampai ke Bumi.
Berdasarkan informasi dari BMKG, peristiwa yang merupakan salah satu akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi, dan Bulan ini hanya terjadi pada saat fase bulan baru.
Gerhana Matahari Hibrid terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris sehingga di suatu tempat tertentu terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari.
Lalu, di tempat tertentu lainnya terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan Matahari.
Akibatnya, saat puncak gerhana di suatu tempat tertentu, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya, sedangkan di tempat lain, Matahari seakan-akan tertutupi Bulan.
GMH terdiri dari dua tipe gerhana, yakni Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari Total (GMT).
Baca Juga: Gerhana Matahari Hibrida 20 April 2023, Kemenag Ajak Umat Muslim Salat Kusuf
Terdapat tiga macam bayangan Bulan yang terbentuk saat GMH, yaitu antumbra, penumbra, dan umbra.
Di wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Cincin. Sementara di wilayah yang terkena penumbra, gerhana yang teramatinya berupa Gerhana Matahari Sebagian. Kemudian di daerah tertentu lainnya yang terlewati umbra, gerhana yang teramati berupa GMT.
BMKG mengungkapkan, GMH pada 20 April 2023 mendatang akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, kecuali sisi utara Provinsi Aceh.
GMH yang terjadi di Indonesia merupakan GMT dan gerhana Matahari sebagain (GMS). Wilayah Indonesia tidak mengalami gerhana Matahari cincin.
Tiga provinsi, yaitu Maluku, Papua Barat, dan Papua akan mengalami GMT. Sedangkan wilayah lain akan mengalami GMS dengan magnitudo gerhana tertentu.
Waktu terjadinya fenomena gerhana Matahari ini berbeda-beda di berbagai wilayah Indonesia. Waktu gerhana Matahari paling awal akan terjadi Pukul 09.25 WIB di Parigi, Jawa Barat.
Di sisi lain, waktu mulai gerhana paling akhir terjadi pada Pukul 10.43 WIB di Meureudu, Aceh.
Puncak gerhana Matahari juga terjadi dalam waktu yang berbeda-beda. Waktu puncak gerhana paling awal terjadi di Tua Pejat, Sumatera Barat, yaitu Pukul 10.40 WIB.
Wilayah yang mengalami waktu puncak gerhana paling akhir ialah Jayapura, Papua, yaitu Pukul 14.04 WIT.
Baca Juga: 4 Tips Aman Lihat Gerhana Matahari pada 20 April, Jangan Lihat Langsung!
Melansir dari situs Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), GMH yang akan terjadi pada 20 April 2023 nanti akan berlangsung selama 3 jam 5 menit mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik.
Apabila diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun, persentase tertutupnya Matahari hanya sebesar 39 persen jika pengamatan dilakukan di Jakarta.
Pengajar Astronomi di Institut Teknologi Bandung (ITB) Premana W Premadi mengingatkan masyarakat agar tidak melihat gerhana Matahari secara langsung.
"Pengamatan tanpa filter Matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan," jelas mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB tersebut dalam Gelar Wicara Gerhana Matahari Hibrida 2023 yang diselenggarakan oleh Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Kamis (6/4/2023) dilansir dari situs BRIN.
Sumber : Kompas TV/BMKG/BRIN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.