Menurut aturan tersebut, masa kampanye pemilu dimulai sejak 28 November 2023-10 Februari 2024. Pasal 5 dalam PKPU disebutkan bahwa Kampanye Pemilu merupakan wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Dalam konteks ini, kampanye dianggap sebagai sebuah bentuk politik pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta pemilu dan pemilih. Para peserta pemilu berupaya menjelaskan ide-ide mereka, solusi-solusi yang diusulkan, serta memberikan alasan mengapa masyarakat sebaiknya memilih mereka sebagai pemimpin.
Selain itu, kampanye juga dapat menjadi platform untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam proses demokrasi, hak dan kewajiban sebagai pemilih, serta dampak dari keputusan pemilu. Dengan demikian, kampanye tidak hanya menjadi ajang persaingan antar kandidat, tetapi juga menjadi sarana untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat sehubungan dengan proses pemilu dan isu-isu yang relevan. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih tepat saat mereka menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum.
Jamaah jum’at rahimakumullah
Jika membuka salah satu platform media sosial dengan menulis kata “kampanye” di kolom pencarian, kita akan mengelus dada dan prihatin karena praktik kampanye seringkali telah menyimpang dari aturan yang telah disepakati, sehingga melenyapkan tujuan mulianya.
Dengan dalih meraih dukungan, kemenengan serta kebebasan berpendapat, para peserta pemilu maupun pendukungnya rela menggunakan cara yang tidak etis dan tindakan-tindakan yang merugikan seperti menghasut, mengadu domba, menghina, mencemarkan nama baik, dan bahkan menyebarkan berita bohong dan fitnah.
Upaya seperti ini dikenal dengan istilah Ujaran kebencian yang merupakan terjemahan dari frase “hate speech”. Sebagian ahli mengartikannya dengan siar kebencian. Perbuatan ujaran kebencian di masyarakat sesungguhnya telah membawa dampak yang serius bagi tata kehidupan sosial masyarakat.
Perbuatan ini sangat serius menyerang pribadi seseorang sehingga mudah menimbulkan sikap permusuhan, pertikaian, dan kebencian antara satu orang dengan orang lain dan antara golongan dengan golongan yang lain. Perpecahan antar golongan akan mudah terjadi akibat ujaran kebencian yang menembus batas-batas pertahanan sosial masyarakat.
Pada gilirannya, harmoni dan kerukunan masyarakat akan mudah terkikis dalam suasana dan iklim kebencian. Jamaah Jum’at rahimakumullah Secara lebih khusus, di dalam Islam, ujaran kebencian masuk dalam kategori ghibah, buhtan, dan namimah (adu domba).
Ghibah adalah perbuatan dosa besar, yang bahkan Allah menyamakan orang yang melakukan ghibah dengan orang yang memakan bangkai saudaranya, Allah Swt berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَحَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS.al-Hujurat:12)
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah
Islam telah melarang perbuatan menghasut, mengadu domba, merendahkan orang lain, menyebarkan berita bohong, dan fitnah. Semua orang yang melakukan perbuatan ini adalah berdosa karena masuk dalam perbuatan yang tercela (akhlaq madzmumah). Lebih dari itu, ujaran kebencian terbukti telah menyebabkan intoleransi dan diskriminasi pada kelompok tertentu.
Dalam kasus ini, kaum rentan atau kelompok inklusi acap kali jadi korban. Hal yang tak kalah mengerikan, ujaran kebencian akan merusak kerukunan dan persatuan bangsa dan juga memperburuk iklim demokrasi di Indonesia. Bangsa ini telah berkali-kali merasakan dampak buruk dari politik ujaran kebencian. Pilkada Jakarta beberapa tahun lalu, Pilpres 2014 dan 2019 serta beberapa kasus lainnya yang membuat masyarakat terpolarisasi akut yang menimbulkan huru-hara.
Jamaah jum’at hafizhakumullah
Terakhir, Kita perlu merawat kebangsaan kita, menciptakan suasana kondusif, dan menciptakan masyarakat yang adem, tenang, dan damai. Mari kita Jadikan kegiatan kampanye damai ini sebagai sarana pembelajaran dan literasi politik bagi segenap warga masyarakat, sehingga bangsa dan negara kita betul-betul bisa menjadi contoh terbaik di dalam proses berdemokrasi yang indah.
Selengkapnya mengenai khotbah Jumat dengan tema "Menjadi Masyarakat Cerdas di Masa Kampanye" dapat diunduh di sini.
Sumber : kulonprogo.kemenag.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.