Kompas TV regional sumatra

Fakta-Fakta Siswa Meninggal Setelah Dihukum Squat Jump 100 Kali: Ekshumasi Dilakukan untuk Autopsi

Kompas.tv - 3 Oktober 2024, 10:46 WIB
fakta-fakta-siswa-meninggal-setelah-dihukum-squat-jump-100-kali-ekshumasi-dilakukan-untuk-autopsi
Pemakaman siswa di Deli Serdang yang meninggal setelah dihukum gurunya squat jump 100 kali. (Sumber: TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Desy Afrianti

DELI SERDANG, KOMPAS.TV - Seorang siswa SMP di Deli Serdang meninggal dunia setelah dihukum gurunya melakukan squat jump atau lompat jongkok sebanyak 100 kali. Proses ekshumasi pun dilakukan guna kepentingan autopsi.

Sebagai informasi, siswa tersebut meninggal pada Kamis (26/9/2024) lalu atau tujuh hari setelah mendapat hukuman squat jump. Jenazahnya kemudian dimakamkan pada Jumat (27/9/2024).

Lantas apa saja fakta-fakta dari kasus meninggalnya siswa yang meninggal setelah dihukum squat jump 100 kali?

Proses Ekshumasi 

Proses ekshumasi jasad siswa SMP di Deli Serdang yang meninggal setelah dihukum squat jump 100 kali dilakukan pada Selasa (1/10/2024) pukul 10.00 WIB hingga 12.47 WIB.

Pembongkaran kuburan tersebut dilakukan tiga hari setelah korban dimakamkan pada Jumat (27/9/2024).

Jasad korban kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Medan untuk diautopsi. Penyidik pun masih menunggu hasil pemeriksaan forensik untuk mengungkap penyebab kematian RSS.

Dokter Forensik RS Bhayangkara Medan, dr. Surjit Singh, menyatakan pihaknya hanya mengambil sejumlah jaringan pada tubuh korban untuk dijadikan sampel di laboratorium.

Jaringan tersebut akan dibawa ke laboratorium patologi anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU).

"Organ tak ada yang kita bawa, cuma jaringan. Beda ya, jaringan lebih kecil dari organ. Kita ambil jaringan cuma sedikit, ada beberapa jaringan untuk kita lakukan pemeriksaan patologi anatomi," ucapnya dikutip dari Tribunnews.

Baca Juga: Update! Guru di Sumut yang Hukum Siswa 'Squat Jump' hingga Tewas Dinonaktifkan

Surjit menjelaskan jaringan yang diambil untuk sampel seperti paru dan ginjal di mana proses pemeriksaan di laboratorium memakan waktu sekitar 3-4 Minggu.

"Mereka harus memproses jaringannya, kadang sampai sampai 3 minggu atau 4 minggu dan kalau tulang bisa lebih lama lagi. Intinya kalau selesai hasil patologi anatomi nya itu akan kami tuangkan ke dalam visum et repertum. Barulah kami buat kesimpulan," ucapnya.

Kapolresta Deli Serdang, Kombes Raphael Sandhy, mengatakan masih akan menunggu hasil autopsi korban untuk melakukan penyidikan lebih lanjut dalam kasus ini.

"Untuk ekshumasi, nanti dokter forensik yang akan menyampaikan secara detail bagaimana dan seperti apa ananda kita bisa meninggal dunia. Ekshumasi nanti dokter forensik yang menjalankannya," ujarnya.

Polisi Sudah Periksa Guru yang Beri Hukuman 

Kapolresta Deli Serdang, Kombes Raphael Sandhy, mengatakan oknum guru berinisial SW yang memberi hukuman korban sudah diperiksa pada Senin (30/10/2024).

Selain itu, sebanyak 9 saksi juga telah diperiksa mulai teman, guru hingga keluarga korban.

SW pun turut dipanggil ke kantor Ombudsman Sumatra Utama untuk memberikan keterangan.

Kepala Ombudsman Sumut, James Panggabean, menjelaskan bahwa pihak sekolah mengakui kesalahan dan kurangnya pengawasan yang menyebabkan terjadinya kasus ini.

"Pertama mereka akui kesalahan itu. Lalu peran kepala sekolah kurang pengawasan. Ketiga guru BK, anak ini bukan sekali gak ngerjai tugas, harusnya BK masuk membimbing dan konseling apa yang jadi beban anak, dan jadi kendala ngerjakan tugas sekolah, karena antar pakan pakai pundak dan becak ke tempat orang," katanya.

Baca Juga: Siswa Tewas Usai Dihukum 'Squat Jump' di Deli Serdang, Jasad Diekshumasi

Alasan Guru Memberi Hukuman Squat Jump

Dalam pertemuan dengan Ombudsman itu, SW menceritakan awal mula muncul hukuman squat jump.

Menurut keterangannya, para siswa yang tidak mengerjakan tugas akan diberi hukuman. Namun para siswa enggan untuk diberi hukuman menghafal dan memilih dihukum squat jump.

"Dari teman korban. Karena tidak mengerjakan tugas menulis dan menghafal, dan si murid belum menghafal, dari pada menghafal, ada kawannya yang minta squat jump saja. Saya bilang bisa," ucapnya.

Korban pun mengiyakan hukuman tersebut karena tidak sanggup menghafal.

"Squat jump diikuti oleh korban. 'Daripada menghafal, saya quat jump saja buk. Daripada dihukum-hukum lagi'," ungkapnya.

Salah satu siswa sempat bertanya berapa squat jump yang harus dilakukan dan SW menjawab 100 kali.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, para siswa mengaku pernah mendapat hukuman serupa namun diberi jeda istirahat.

Sementara itu, setelah mendapat kabar kematian korban, SW mengaku mendapat teror melalui nomor WhatsApp tak dikenal.

SW juga dilarang masuk ke rumah korban saat hendak melakukan takziah.

Baca Juga: [FULL] Kronologi Siswa Meninggal Usai 'Squat Jump' hingga Polisi Periksa Saksi & Gelar Ekshumasi

"Syok karena satu sisi murid lain melabelkan guru penyebab meninggal. Lalu diteror WA orang tidak dikenal. Banyak yang WA saya pembunuh, harus tanggung jawab," ujarnya.

Kronologi Kasus

Seorang siswa SMP di Deli Serdang meninggal dunia setelah dihukum gurunya melakukan squat jump atau lompat jongkok sebanyak 100 kali. Diketahui guru yang memberi hukuman tersebut berinisial SW.

Siswa tersebut kemudian meninggal pada Kamis (26/9/2024) lalu atau tujuh hari setelah mendapat hukuman dari guru tersebut.

Menurut penuturan ibu korban, anaknya dihukum oleh SW lantaran tidak bisa menghafal apa yang disuruh oleh gurunya.

Setelah mendapatkan hukuman itu, sang ibu menyebut anaknya mulai kesakitan di bagian kakinya saat sampai di rumahnya.

Kondisi anak tersebut tidak kunjung membaik dan justru mengalami demam tinggi pada Jumat (20/9/2024) atau sehari setelah mengalami hukuman tersebut.

"Hari Kamis dihukum guru dia mengeluh kakinya sakit. Hari Jumat dia demam panas tinggi, baru hari Sabtu dia gak sekolah lagi karena kesakitan," kata sang ibu dikutip dari Tribunnews, Jumat (27/9/2024).

"Saya bawa dia berobat, tapi tidak sembuh juga, dia terus mengeluh kesakitan 'mak sakit kurasa kakiku ini mak'," tutur si ibu menirukan ucapan anaknya.

Ibu korban mengungkapkan, kondisi paha sang anak membengkak dan membiru sehingga dirinya meminta izin langsung ke sekolah agar anaknya tidak masuk sekolah pada Selasa (24/9/2024).

Keesokan harinya, korban pun dibawa ke klinik. Namun kliniik ternyata sudah tidak mampu untuk menangani korban sehingga dirujuk ke rumah sakit.

Namun, pada Kamis pagi, korban pun dinyatakan meninggal dunia.

"Rabu anak saya ngedrop, saya bawa ke klinik lagi. Rupanya klinik merujuk ke RS Sembiring, Delitua. Hari kamis pagi setengah 7 kurang anak saya sudah tidak ada lagi, meninggal dunia," kata ibu korban.

Sebelum meninggal dunia, ibu korban menyebut anaknya sempat meminta agar guru yang diduga menghukumnya tersebut dipenjara karena tidak ingin siswa lainnya bernasib sama dengannya.

"Mak, kaki ku sakit sekali, mak. Penjarakan lah guru itu mak, biar dia jangan biasa begitu," ungkap ibu itu menirukan ucapan anaknya.

Beberapa jam setelah kematian anaknya, sang ibu langsung mendatangi Polsek Talun Kenas yang berjarak sekitar 3 kilometer dari rumahnya untuk membuat laporan. Namun, laporan tersebut gagal dibuat karena ia menolak jasad anaknya diautopsi. 


Sebagai gantinya, dirinya diminta membuat pernyataan bahwa ia tidak bersedia jasad anaknya diautopsi. Surat pernyataan tersebut akhirnya disetujui dan ditandatanganinya, karena ia mengaku tidak memahami proses hukum yang harus dijalani.

Sementara itu, jenazah anaknya telah dimakamkan di pemakaman keluarga di Desa Negara Beringin, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, pada Jumat (27/9/2024) siang. 

Baca Juga: Pilu! Begini Kisah Ibu Siswa SMP yang Meninggal Usai Dihukum Guru 'Squat Jump' 100 Kali




Sumber : Tribunnews




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x