Salah satunya adalah melalui Ekspedisi Desa Tangguh Bencana Tsunami (Destana) yang digelar pada tahun 2019.
Dalam kegiatan tersebut, BPBD memasang rambu evakuasi di kawasan pesisir pantai selatan, serta memberikan edukasi kepada masyarakat di sekolah-sekolah dan pasar-pasar setempat.
Chomsul juga menggarisbawahi pentingnya perencanaan mitigasi di level keluarga.
“Kalau bencana gempa muncul korban jiwa kan karena panik, yang seharusnya itu tidak timbul korban. Jadi penting bagi kita untuk membuat perencanaan dari level keluarga,” paparnya.
Sementara itu, Chomsul menyatakan bahwa Kota Semarang tidak termasuk wilayah yang berpotensi terkena dampak gempa megathrust.
“Kalau Kota Semarang untuk gempa megathrust tidak. (Gempa megathrust) wilayah pantai selatan,” ujarnya.
Namun demikian, Kota Semarang tetap memiliki risiko gempa bumi yang disebabkan oleh sesar Kendeng, yang membentang di bagian utara Jawa Tengah.
Chomsul menjelaskan bahwa sesar Kendeng ini pernah menyebabkan gempa di Kabupaten Batang beberapa waktu lalu.
Meskipun gempa tersebut hanya bermagnitudo 4,2 skala Richter, namun dampaknya cukup signifikan, merusak 13 rumah dan menyebabkan beberapa bangunan roboh.
“Di Batang kan skalanya kecil 4,2, tapi kenapa dia berdampak cukup besar karena kondisi bangunan di sana kurang standar. Sehingga dengan getaran 4,2 kemarin ada sekitar 13 rumah rusak berat, bahkan ada yang roboh,” tutur Chomsul.
Baca Juga: Mahasiswa UMM Buat Robot untuk Deteksi Korban Gempa
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.