Kompas TV regional bali nusa tenggara

Pencemaran di Laut Gili Trawangan Dinilai Terlambat Diketahui, Pakar: Kurang Sarana dan Prasarana

Kompas.tv - 28 Juni 2024, 16:55 WIB
pencemaran-di-laut-gili-trawangan-dinilai-terlambat-diketahui-pakar-kurang-sarana-dan-prasarana
Tangkap layar semburan material serupa asap atau lumpur kelabu di dalam laut di perairan Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (1/5/2024). (Sumber: Istimewa)
Penulis : Vyara Lestari | Editor : Gading Persada

GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Kasus pencemaran bawah laut di perairan Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Timur yang baru-baru ini terungkap, dinilai terlambat diketahui. Keterlambatan itu kemungkinan disebabkan oleh kurangnya dukungan sarana dan prasarana pemerintah pada lembaga terkait yang berwenang. 

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Universitas Mataram Arifin Aria Bakti. 

“Terlambat kita tahu kasus pencemaran itu, endapan material limbahnya sudah tebal sekali,” ujar Arifin melalui sambungan telepon saat dihubungi Kompas.tv, Jumat (27/6/2024).  

Baca Juga: Warga Gili Trawangan Serempak Gunakan Air Tanah Imbas Krisis Air Bersih, Ahli: Awas Tercemar Bakteri

Arifin menyebut, saat ia menyelam untuk memeriksa kondisi terumbu karang yang tercemar di dive site atau titik selam Halik Reef di perairan utara Gili Trawangan bulan Mei lalu, endapan atau sedimentasi yang menutupi terumbu karang sudah tebal sekira 30 sentimeter (cm).

“Waktu saya sama teman-teman menyelam di Halik bulan lalu, itu sedimentasi, endapan material limbahnya ada sekitar 30 senti, sepanjang lengan saya, tebal sekali, menutupi karang-karang di situ. Padahal Halik ini kan salah satu titik selam yang populer,” terangnya mendeskripsikan.   

“Jangan-jangan (pencemaran) ini sudah terjadi sejak lama,” imbuhnya.

Endapan material serupa lumpur atau tanah liat tampak menutupi terumbu karang di dalam laut di perairan Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (1/5/2024). (Sumber: Istimewa)

Menurutnya, terlambatnya pencemaran itu diketahui kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengawasan lembaga terkait seperti Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) setempat. Ini, disebutnya lantaran kurangnya dukungan berupa fasilitas sarana dan prasarana pemerintah pada lembaga itu, seperti fasilitas boat atau perahu dan bahan bakar untuk melakukan patroli pengawasan di perairan sekitar.

“Kemungkinan karena kelemahan di sarana dan prasarana. SDM (sumber daya manusia)-nya tahu ada aturan, tapi tidak melakukan rutinitas monitoring itu secara reguler, sehingga telat sekali ketahuan (pencemaran) itu. Kenapa? Sarana dan prasarananya lemah, ada boat tapi tidak diberikan bahan bakar, istilahnya kekurangan logistik, sementara tantangannya semakin berat,” terang lelaki yang juga mengajar program studi Ilmu Tanah di Universitas Mataram ini. 

Baca Juga: Hampir Sepekan Krisis Air Bersih di Gili Trawangan, Warga Berjibaku Cari Sumber Alternatif

Arifin juga menilai, kekurangan sarana dan prasarana lembaga penegak disiplin itu mau tidak mau harus dipenuhi pemerintah. Sebab, jika mengandalkan pihak lain, akan berisiko melunturkan integritas lembaga terkait. 

“Karena tidak ada bahan bakar, lalu BKKPN minta ke diveshop-diveshop, seolah dia jadi subordinasi (bawahan, red). Kan tidak bagus,” ujarnya.

“Kalau mau jaga integritas, kan harusnya jaga jarak (dengan pihak lain). Harusnya mereka diperkuat. Sehingga fungsi-fungsi enforcement (penegakan disiplin, red) itu terjadi.”

Arifin juga mengungkapkan keprihatinannya terkait penegakan disiplin terkait zonasi di perairan Gili Matra. Seperti diketahui, wilayah Kepulauan Gili Matra (Meno, Air, dan Trawangan) dibagi dalam sejumlah zonasi seperti Zona Perlindungan yang melarang segala aktivitas selam maupun pemancingan dan Zona Rehabilitasi yang bertujuan melindungi terumbu karang, dan sebagainya. 

“Masalah zonasi, sudah tidak ada penegakan disiplin. Tidak ada yang patroli. Dulu di utara pelabuhan, hanya ada satu titik yang boleh pasang jangkar, sekarang hampir di mana-mana boleh,” ungkapnya.

Namun, Arifin menilai, lembaga yang berwenang mengurusi perairan seperti BKKPN di perairan Gili Matra (Meno, Air, dan Trawangan) kini sudah jauh lebih baik ketimbang dulu.

“BKKPN sekarang semakin eksis dibanding dulu. Sekarang mereka paham betul perlunya regulasi dan sanksi. Perlu ada yang mengingatkan dan menghukum (jika ada pelanggaran atau pencemaran).”

“Pemerintah harus perkuat, kasih fasilitas infrastruktur, kemudian pembangunan SDM supaya semakin punya integritas dan disegani,” tutupnya.

Adapun kasus pencemaran bawah laut di perairan utara Gili Trawangan terungkap pada Mei lalu. PT Tiara Cipta Nirwana, perusahaan swasta yang digandeng Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Amerta Dayan Gunung untuk memproduksi air bersih dari air laut, dituding melakukan pencemaran itu. BKKPN Kupang Wilayah Kerja Taman Wisata Perairan Gili Meno, Air dan Trawangan lalu menyegel aktivitas pengeboran pipa intake milik PT TCN pada 6 Juni lalu.

Imbas dari kasus pencemaran itu, PT TCN dan PDAM lalu menghentikan pasokan air bersih ke seantero Gili Trawangan sejak Sabtu (22/6) hingga Kamis (27/6). Air bersih dilaporkan mulai mengalir kembali di Gili Trawangan pada Kamis sore (27/6). 


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x