YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Akademisi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Prof Dr Edwi Arief Sosiawan, SIP,MSi, CIIQA CIAR, CPM (Asia) ikut angkat bicara terkait kegiatan Pramuka yang sempat menjadi polemik menyusul keluarnya Permendikbud Nomor 12 Tahun 2024.
Prof Edwi pun berpandangan ada sisi positif dan negatif Pramuka dihapus dari kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) wajib di sekolah.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan kementeriannya tidak menghapus kegiatan Pramuka dari ekskul di sekolah. Menurut dia, Kemendikbudiristek hanya membuat Pramuka yang awalnya bersifat ekskul wajib di sekolah, menjadi tidak wajib lagi.
Baca Juga: Menteri Nadiem di DPR: Pramuka Tidak Dihapus, tapi Wajib Diselenggarakan oleh Sekolah
Sehingga sekolah tetap berkewajiban menyelenggarakan ekskul pramuka. Hanya, siswa tidak lagi diharuskan mengikuti kegiatan tersebut.
“Saya mau rekonfirmasi keputusan dari Permen bahwa Pramuka adalah ekskul yang wajib diselenggarakan oleh sekolah, tapi tidak wajib untuk semua anak mengikuti ekskul tersebut,” kata Nadiem dalam rapat dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/4/2024) lalu.
Prof Edwi pun bersyukur gerakan Pramuka tidak dihapus dari kegiatan ekskul di sekolah. Ia menegaskan jika penghilangan kegiatan pramuka akan berdampak pada hilang hilangnya nilai moral dan nasionalisme generasi muda.
"Pramuka telah menjadi bagian integral dari sistem pendidikan di Indonesia, khususnya dalam pendidikan dasar dan menengah. Gerakan Pramuka juga telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa," kata Edwi yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta ini dalam keterangannya yang diterima Kompas.tv, Jumat (5/4).
Menurut dia, Permendikbudristek 12/2024 punya sisi positif berupa kesukarelaan dengan memberikan fleksibilitas kepada sekolah dalam pengembangan kurikulumnya. Hal ini memungkinkan sekolah merancang program ekskul yang lebih sesuai kebutuhan dan minat siswa serta meningkatkan keterlibatan siswa dan hasil belajar mereka.
Perubahan kegiatan Pramuka yang bersifat sukarela, mendorong sekolah lebih fokus pada pengembangan keterampilan khusus yang relevan dengan tuntutan zaman, seperti keterampilan digital, literasi media, dan kreativitas. Bahkan pengembangan keterampilan khusus ini dapat meningkatkan daya saing siswa di dunia kerja yang terus berkembang.
"Perubahan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler sukarela memungkinkan penggunaan waktu yang lebih efisien dalam pembelajaran siswa khususnya pembagian waktu belajar mengajar yang umumnya sudah menjadi lima hari sekolah. Pengurangan kewajiban terhadap kegiatan ekstrakurikuler tertentu, menjadikan sekolah dapat mengalokasikan lebih banyak waktu untuk pembelajaran akademis lebih intensif. Ini termasuk pelaksanaan kurikulum inti, peningkatan keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, serta persiapan untuk ujian dan evaluasi," urainya lagi.
Baca Juga: Nadiem Hapus dari Ekskul Wajib Sekolah, 6 Artis Ini Ternyata Kagum dengan Pramuka
Dilihat dari sudut pandang negatif, lanjut Prof Edwi, perubahan ekskul Pramuka yang tidak diwajibkan lagi akan berdampak pada ancaman beberapa hal di antaranya hilangnya potensi nilai-nilai moral dan kepemimpinan.
Pramuka telah lama dianggap sebagai wahana untuk membentuk karakter siswa melalui pembelajaran nilai-nilai moral, kepemimpinan, dan kemandirian.
Perubahan kewajiban kegiatan Pramuka berpotensi menghilangkan platform yang penting untuk pengembangan nilai-nilai tersebut. Padahal Pramuka jelas dapat membantu siswa dalam mengasah keterampilan kepemimpinan dan kemandirian.
Sisi negatif kedua yakni resiko penurunan rasa nasionalisme dan kebersamaan. Gerakan Pramuka selama ini telah membuktikan peran penting dalam memupuk rasa nasionalisme dan kebersamaan di antara generasi muda Indonesia hal ini pernah diungkapan oleh Studer dan Leinhardt (2007), bahwa pengalaman kolektif dalam kegiatan seperti Pramuka dapat memperkuat identitas dan solidaritas sosial.
"Meskipun ada potensi untuk mengembangkan program ekstrakurikuler yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman serta kebutuhan siswa, belum ada jaminan bahwa program-program tersebut akan mampu menggantikan peran Pramuka secara efektif dalam pembentukan karakter siswa," papar pria yang pernah menjadi Pembina UKM Pramuka UPN Veteran Yogyakarta ini.
Baca Juga: Ramai Soal Pramuka Dicabut dari Ekskul Wajib, DPR Panggil Nadiem Rabu 3 April: Keputusan Kebablasan!
Prof Edwi pun berpesan pentingnya mempertimbangkan baik aspek akademis maupun pengembangan karakter siswa secara menyeluruh dalam perumusan kebijakan pendidikan yang berkelanjutan.
Hal ini sangat diperlukan karena apapun yang terjadi Pramuka menjadi benteng terakhir pendidikan karakter generasi muda di Indonesia yang secara karateristik telah berubah sesuai perkembangan era dan zaman.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.