Tak lama berselang teman wartawan lainnya satu persatu muncul ke dalam ruangan, dan tanpa terasa juga sudah hampir pukul sembilan pagi, para penguji juga telah masuk ke dalam ruangan. Setelah beberapa persiapan dari penguji, uji kompetensi pun dimulai.
Kami juga tidak mengerti mengapa hal yang telah kami lakukan setiap hari ini membuat kami menjadi tegang. Saya pribadi berpikir apa yang akan terjadi jika setelah ujian ini saya dinyatakan tidak kompeten?, malu? tidak percaya diri? atau bisa saja menjadi bahan candaan kawan-kawan, namun saya malah kuatir jika narasumber yang mengetahui saya tidak kompeten tak mau lagi saya wawancarai.
Awalnya kami berjumlah 16 orang, namun saat ujian hanya 15 jurnalis saja yang hadir. Informasinya 1 orang berhalangan karena bertepatan dengan tugas kantor yang tidak bisa ditinggalkan dan tidak muncul lagi hingga UKW usai.
Saat ujian berlangsung, kami dibagi menjadi 3 kelompok, satu kelompok terdiri dari 5 orang dengan masing masing kelompok satu penguji. Penguji dikelompok saya merupakan seorang jurnalis senior dari PWI Sulawesi Selatan, Andi Faisal Syam namanya. Saya pribadi menyapanya dengan panggilan Pak Faisal mesti tidak sempat menanyakan siapa nama sapaan akrabnya.
Materi uji pertama yang kami terima adalah soal pemahaman terhadap Kode etik Jurnalistik, ada beberapa soal yang harus kami kerjakan, antaranya menuliskan jumlah pasal dalam kode etik jurnalitik, menjelaskan apa itu kebebasan pers, perbedaan media dengan media sosial dan mencari pelanggaran kode etik dalam sebuah berita.
Usai menerima soal, seketika ruangan menjadi hening, sambil memikirkan jawaban mataku juga sesekali melirik teman yang mengikuti ujian. Sama sepertiku mereka juga terlihat berpikir. Satu dua orang yang kebetulan berpapasan pandangan dengan ku hanya merespon reflex dengan senyum lalu kembali fokus menyelesaikan ujian. Sesekali terdengar suara papan ketik laptop dari teman yang mengetikkan jawaban sebelum dicetak dan diserahkan kepada penguji.
Selama dua hari, situasi di ruangan ujian selalu sama, tegang, fokus berpikir, sibuk dengan urusan sendiri dan bahkan ada tidak memikirkan untuk istrahat makan siang.
Jika dipikir kembali dari sekian banyak mata uji, hanya dua yang membuat degupan jatung kami memompa lebih kencang. Mengerjakan soal Kode etik Jurnalis dan membangun jejaring.
Kode etik jurnalis membuat kami harus meluangkan waktu lebih banyak untuk belajar. Bahkan beberapa hari sebelum ujian kami telah memngumpulkan bahan-bahan terkait dan tentunya sedikit menghafal.
Sementara pada materi membangun jejaring kami harus memilah dengan baik sejumlah kontak narasumber penting, dan tentunya yang kami yakini akan menjawab panggilan saat kami hubungi saat diminta oleh penguji.
Tak terasa dua hari kami lewati, hingga kami seluruh peserta UKW Muda dinyatakan Kompeten.
Peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Terlaksananya UKW ini tak terlepas dari peran sejumlah BUMN di masing-masing wilayah yang bersedia bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indoesia (PWI) Pusat. Untuk wilayah Papua Selatan dua BUMN yang turut mendorong UKW ini adalah PT. Freeport dan Bukit Asam.
Euforia penyelenggaraan ukw yang disokong oleh BUMN ini mendapat respon positif dari hampir seluruh jurnalis di Papua Selatan yang turut serta memanfaatkan momen yang telah lama dinantikan ini. Respon ini ditunjukkan dengan antusias sejumlah wartwan yang selama ini belum mengikuti uji kompetensi karena sejumlah faktor, diantaranya karena diselenggarakan di luar Papua Selatan yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Nuriani yang sebelumnya terkendala karena tak bisa meninggalkan keluarga menyebut UKW perdana di Papua Selatan yang diselenggarakan oleh PWI yang bekerjasama dengan BUMN ini telah lama ia nantikan.
“Alhamdulillah,baru sekarang UKW bisa diselenggarakan di Merauke. Kita bisa ikut dengan tenang sambil mengurus keluarga dengan baik,” sebut jurnalis metromerauke.com ini.
“saya pribadi berterima kasih kepada PWI dan BUMN yang menggelar UKW dengan sistim jemput bola secara langsung di Merauke. Terima kasih,” pungkas perempuan kelahiran Doplang, 42 tahun lalu ini.
Saya juga sempat mewawancarai Ronny, satu teman yang lebih dulu melakukan uji kompetensi untuk Wartawan Muda secara mandiri di salah satu lembaga penguji yang berkantor di Jakarta.
Ronny, mengatakan dirinya merogoh kocek hampir 20 juta rupiah untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan, jumlah ini bukanlah sebuah angka yang sedikit bagi wartawan daerah dengan penghasilan yang tidak tetap dan masih jauh dari kata mapan.
“Biaya dari awal saya berangkat hingga kembali sekitar 20 jutaan lah, karena harus ke Jakarta dan menginap di hotel selama lima hari,” ujarnya.
Tak hanya kalangan Jurnalis saja yang mengapresiasi kegiatan ini, Staf Ahli Gubernur Papua Selatan turut menganturkan ucapa terima kasih kepada BUMN dan PWI karena mendukung uji kapasitas wartawan untuk dinyatakan sebagai jurnalis kompeten.
“Terima kasih kepada PWI Pusat, PT.Freeport dan Bukit Asam yang mendukung acara ini, saya berharp UKW ini dapat meningkatkan mutu jurnalis di Papua Selatan,” ucap Willem Costa saat membuka acara UKW.
Dukungan untuk kegiatan ini juga datang dari sejumlah instansi terkait yang selama ini menjadi nara konfirmasi jurnalis Papua Selatan.
Bahkan Kapores Merauke, Kejaksaan Negeri, Satuan TNI -Polri, Diskominfo tampak hadir dan berpartisipasi dalam proses uji kompetensi wartawan yang pertama kalinya digelar di salah satu provinsi termuda di Indonesia ini.
Sebagai penutup, dukungnan BUMN untuk meningkatkan kapasitas wartawan dalam menjalankan aktivitas jurnalistik yang sesuai dengan aturan mendapat acungan jempol dari para jurnalis khususnya di Papua Selatan.
Dengan predikat jurnalis kompeten, tentu wartawan yang bersangkutan telah terikat dengan aturan profesi dalam melakukan aktivitas sebagai alat kontrol dalam membangun Papua Selatan di berbagai bidang.
***Sharif Jimar***
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.