JAKARTA, KOMPAS.TV- Setelah tak lagi jadi Ibu Kota Negara (IKN), Jakarta akan tetap menjadi Daerah Khusus. Tapi statusnya berubah dari Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Kepala Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Obing Katubi mengatakan, penggantian nama itu bertujuan untuk mempertahankan nilai sejarah.
"Penggunaan kata Khusus di DKJ itu untuk menjaga memori kolektif masyarakat, tentang peranan Jakarta yang pernah jadi Ibu Kota," kata Obing yang juga Peneliti Ahli Utama BRIN, seperti dikutip dari Antara, Jumat (15/9/2023).
Ia mengatakan, perubahan nama DKI Jakarta menjadi DKJ, sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.2 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nama Rupa Bumi. Selain itu, status DKJ juga untuk mewujudkan tertib administrasi sebagaimana yang diamanatkan dalam PP tersebut.
Baca Juga: Status Jakarta akan Berubah jadi DKJ, tapi Tetap Pusat Ekonomi dan Dapat 12 Kewenangan Khusus
Namun, menurutnya masyarakat memang perlu waktu untuk beradaptasi dengan gelar baru yang disandang oleh Jakarta.
Lantaran setiap pengguna bahasa memiliki kamus mental atau leksikon mental yang berupa 'gudang' kata-kata, terkait penggunaan makna, hubungannya dengan kata-kata lain, serta perubahaan penamaan secara historis.
"Perlu upaya ekstra untuk mengganti kata-kata yang lama dengan kata-kata yang baru, baik secara psikologis, mental, dan waktu," ujarnya.
Adapun Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, perubahan status DKI menjadi DKJ akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta, yang masih dibahas pemerintah.
Kata Heru, pembahasan RUU tersebut masih panjang.
"Iya belum, masih dibahas di RUU. Masih panjang pembahasannya," ucap Heru di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (15/9).
Baca Juga: Sering Bahas Krisis Pangan hingga Energi, Jokowi: Bukan Nakuti, Tapi Cari Solusi
Heru belum bisa berkomentar lebih jauh soal RUU Daerah Khusus Jakarta maupun poin-poin utama dalam rapat terbatas mengenai hal tersebut.
"Iya intinya masih dibahas," katanya singkat.
Diberitakan Kompas.TV sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perubahan status Jakarta jadi DKJ adalah amanat UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
"Sore ini di istana Merdeka berfoto bersama Wapres @kyai_marufamin dan beberapa menteri - setelah rapat internal kabinet membahas mengenai RUU Daerah Khusus Jakarta," tulis Sri Mulyani di akun Instagram resminya pada Selasa (12/9/2023).
"UU No. 3 Tahun 2022 Ibu Kota Negara mengamanatkan perlunya mengganti UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemindahan Ibu Kota Negara berdasarkan UU IKN mengubah status Jakarta yang semula "Daerah Khusus Ibukota" diarahkan menjadi "Daerah Khusus Jakarta" (DKJ)," lanjutnya.
Baca Juga: Jokowi di Dies Natalis IPB: Belum Bisa Dibilang Inovasi Jika Belum Rada-Rada Gila
Ia menerangkan, RUU DKJ mengusung konsep Daerah Khusus Jakarta menjadi kota global dan pusat ekonomi terbesar di Indonesia. Sehingga banyak aspek keuangan negara yang perlu diatur dalam RUU DKJ.
"Para Menteri lainnya melaporkan penyusunan dan substansi RUU DKJ dan membahas untuk mendapat arahan Presiden @jokowi dan Wapres @kyai_marufamin," ujar Sri Mulyani.
Mengutip laman resmi DPRD DKI, Kamis (14/9), dalam RUU Kekhususan Jakarta ada 12 kekhususan yang akan diterima daerah ini saat sudah tak lagi jadi ibu kota.
Yaitu kewenangan khusus dalam bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Kebudayaan, Penanaman Modal, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Perindustrian, Pariwisata, Perdagangan, Pendidikan, serta Kesehatan.
Baca Juga: MotoGP Kembali Digelar di Mandalika NTB! ITDC dan Pemerintah Fokus Tingkatkan Kualitas Infrastruktur
Anggota Komisi C bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino berharap, adanya 12 kewenangan khusus itu tidak memangkas kesejahteraan rakyat yang telah didapatkan saat ini, bahkan bisa mengakomodir kebutuhan yang belum terlaksana.
“Terkait dengan rancangan revisi UU kekhususan Jakarta adalah bagaimana revisi ini dapat mengakomodir rakyat Jakarta dari sektor kesejahteraannya,” katanya.
Sementara itu, Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan, memang akan sejumlah perubahan jika Jakarta tak lagi jadi DKI.
Tapi ada sejumlah kekhususan Jakarta yang harus tetap dipertahankan dalam RUU baru, yakni di bidang pemerintahan dan perekonomian meliputi perdagangan serta jasa.
Baca Juga: Tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Disubsidi, Lebih Murah Mana dengan Argo Parahyangan?
"Di bidang pemerintahan, besar keinginan pemerintahan Jakarta itu cukup satu tingkat saja seperti saat ini. Jadi, tidak perlu dikembangkan DPRD tingkat kota," ucap Suhajar di Jakarta seperti diberitakan Antata beberapa waktu lalu.
Dia juga berpendapat jabatan deputi gubernur atau wakil gubernur yang ada saat ini tak perlu lagi ada pada masa mendatang.
Ia juga menilai, momentum pertumbuhan ekonomi yang sudah bagus di Jakarta harus dipertahankan.
"Karena separuh dari perekonomian Indonesia berkat pengaruh DKI, yakni 25 persen untuk Pulau Jawa dan 17 persen untuk Indonesia," imbuhnya.
Senada, Asisten Bidang Pemerintahan Sekda Pemprov DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan bahwa fungsi Jakarta sebagai pusat pemerintahan negara segera berakhir.
Baca Juga: Penampakan Meteor di Langit Yogyakarta, Warga Sempat Mengira Itu Banaspati
Namun, ada hal yang harus diingat bahwa Jakarta secara ekonomi selama ini dan masih sebagai pusat perekonomian nasional.
"PDRD (pajak daerah dan retribusi daerah) DKI menyumbang 17 persen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) nasional, sedangkan PDRD Jabodetabek sumbang 25 persen dari PDRB nasional," tutur Sigit.
Sumber : Antara, Kompas.tv
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.