Kompas TV regional bali nusa tenggara

Mengenal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya NTT yang Sedang Viral di Medsos

Kompas.tv - 9 September 2023, 10:43 WIB
mengenal-tradisi-kawin-tangkap-di-sumba-barat-daya-ntt-yang-sedang-viral-di-medsos
Tangkapan layar Aksi kawin tangkap yang viral di media sosial, polisi saat ini sudah mengamankan dan memerika lebih lanjut para pelaku. (Sumber: Twitter/Kompas.com)
Penulis : Kiki Luqman | Editor : Desy Afrianti

KUPANG, KOMPAS.TV - Kepolisian Resor Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim), telah memeriksa sejumlah saksi terkait dengan aksi kawin tangkap, yang dalam bahasa Sumba dikenal dengan sebutan Padeta Mawinne. 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy menyatakan bahwa hingga saat ini polisi telah memeriksa enam orang saksi terkait peristiwa ini.

"Para saksi yang diperiksa itu, yakni korban berinisial DM, ibu korban dan para terduga pelaku termasuk sopir kendaraan yang mengangkut korban," kata Ariasandy, Sabtu (9/9/2023).

Lantas, apa itu tradisi kawin tangkap yang terjadi di Sumba, NTT?

Dalam Jurnal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba, NTT: Perspektif FIlsafat Moral Emmauel Kant karya Donatus Sermada (2022), kawin tangkap adalah salah satu tradisi pernikahan di Sumba, NTT khususnya di wilayah pedalaman seperti di Kodi dan Wawewa. 

Baca Juga: Pelaku Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya Diamankan Polisi, 4 Pria Diduga Jadi Pelaku Utama

Secara historis, tradisi kawin tangkap biasanya dilakukan oleh laki-laki dari keluarga kaya yang hendak meminang seorang perempuan yang disukainya. 

Kawin tangkap dilakukan dengan cara calon pengantin wanita diculik untuk dijadikan istri.  

Tradisi kawin tangkap awalnya dimaksudkan untuk membawa pernikahan tanpa melalui peminangan atau kesepakatan kedua belah pihak, terutama soal mahar atau belis menuju ke tahap peminangan sebagai perkawinan yang sah menurut adat Sumba. 

Kawin tangkap menjadi proses adat perkawinan di Sumba yang dilaksanakan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak yaitu keluarga dari pihak laki-laki dengan keluarga dari pihak perempuan. 

Pelaksanaan kawin tangkap dilakukan sesuai dengan prosesi pernikahan adat yaitu melibatkan simbol-simbol adat, seperti kuda yang diikat atau emas di bawah bantal sebagai tanda bahwa prosesi adat tengah dilaksanakan. 

Dalam prosesinya, mempelai pria dan wanita menggunakan pakaian adat dan pihak orang tua laki-laki memberikan satu ekor kuda dan sebuah parang khas Sumba sebagai tanda permintaan maaf dan memberitahukan bahwa anak perempuannya sudah berada di pihak laki-laki.

Makna kawin tangkap biasanya dikaitkan dengan berbagai macam persoalan. Jurnal Kawin Tangkap karya Elsiati Tanggu, dkk (2021), menuliskan makna kawin tangkap dimaksudkan untuk mengangkat derajat atau sekadar menghilangkan rasa malu pihak keluarga laki-laki. 

Namun, salah satu tokoh masyarkat di Desa Mareda Kalada, Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) menuturkan bahwa makna tradisi kawin tangkap dulu dan sekarang mengalami pergeseran. 

Dahulu, tradisi kawin tangkap bermakna sebagai upaya laki-laki untuk menangkap wanita yang diidamkannya sekalipun wanita tersebut sudah bersuami. 

Dalam praktiknya, kawin tangkap dahulu, laki-laki tetap memberikan mahar bagi keluarga perempaun sesuai dengan ketentuan adat istiadat. 

Perempuan yang ditangkap secara paksa tidak akan melarikan diri karena jika hal itu dilakukan dia akan kesulitan mendapat jodoh karena namanya sudah tercemar. 

Saat ini makna tradisi kawin tangkap dinilai sudah berubah. Kawin tangkap saat ini dilakukan dengan berbagai macam persoalan, seperti janji antara laki-laki dan wanita, janji orang tua yang diingkari sehingga terjadi praktik kawin tangkap dengan dalil menghilangkan rasa malu.

Baca Juga: Viral! Aksi Warga Buang Satu Gerobak Sampah ke Sungai Citopeng Cimahi

Sementara itu, dalam jurnal Sagacity disebut perkawinan tangkap merupakan bentuk penculikan terhadap perempuan. Karena itu, tradisi kawin tangkap bisa dianggap tindak pidana yang bisa diproses secara hukum pidana.

Pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak melihat peristiwa ini sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan dalil budaya. 

Hal senada disampaikan oleh Komnas Perempuan yang menilai kawin tangkap sebagai bentuk kejahatan pelecehan seksual terhadap perempuan yaitu pemaksaan perkawinan.

Tradisi kawin tangkap juga dianggap sudah tidak relevan dengan dunia zaman sekarang karena mengekang kebebasan seorang perempuan.




Sumber : Kompas TV, Kompas.com




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x