YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melakukan penutupan sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Piyungan di Kabupaten Bantul, DIY, selama 45 hari sejak Minggu (23/7/2023).
Meski baru tiga hari sejak penutupan, imbasnya mulai dirasakan oleh warga Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Tumpukan sampah terlihat menggunung di beberapa sudut jalan. Seperti diketahui, TPA Payungan menjadi lokasi bagi ketiga kabupaten tersebut untuk membuang sampah-sampah mereka.
Sebelumnya, penutupan TPA Piyungan hingga 5 September 2023 itu dilakukan karena area penampungan sampah di TPA Regional Piyungan sudah sangat penuh dan melebihi kapasitas.
Padahal, TPA Regional Piyungan merupakan tempat penampungan sebagian besar sampah dari DIY. Berdasarkan data Pemda pada Mei lalu, rata-rata volume sampah yang dibuang ke TPA Regional Piyungan mencapai 700 ton per hari.
Universitas Gadjah Mada pun memberikan beberapa alternatif cara mengolah sampah secara mandiri dan berwawasan lingkungan guna mengurangi penumpukan sampah di sudut-sudut jalan, imbas penutupan TPA Piyungan.
Baca Juga: Ada Beasiswa S1 dan D4 untuk Mahasiswa UGM 2023, Begini Ketentuan dan Cara Daftarnya
Melalui laman resminya, salah satu langkah yang dilakukan UGM dalam pengelolaan sampah secara mandiri adalah pengembangan fasilitas pengolahan sampah organik menjadi kompos.
Hal itu sudah dilakukan UGM sejak 2011 silam di Pusat Inovasi Agro Teknologi (PIAT) UGM, di Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman.
Selain itu, pada 2016 UGM juga mendirikan Rumah Inovasi Daur Ulang (RinDU) yang menjadi laboratorium daur ulang sampah dan limbah dengan konsep pengolahan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Adapun pengeloaaan sampah dilakukan dengan beberapa metode yakni metode komposting untuk pengolahan sampah organik menjadi pupuk, metode pirolisis untuk pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar dan mengguankan incinerator untuk pengolahan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Untuk mengurai persoalan limbah masker dan sarung tangan plastik selama pandemi Covid-19, PIAT UGM berkolaborasi dengan sejumlah mitra juga membuat sistem pengelolaan limbah untuk meminimalkan dampak limbah ke lingkungan.
Sistem tersebut adalah Dropbox-Used Mask (Dumask) bertujuan menyediakan jalur pembuangan masker dan sarung tangan bekas dari masyarakat umum yang aman dan ramah lingkungan.
Dropbox diletakkan di sejumlah lokasi lalu petugas akan mengambil sampah medis untuk dihancurkan dengan pemanasan bersuhu tinggi (pirolisis).
Peneliti Fakultas Teknik UGM juga mengembangkan mesin pencacah plastik yang bisa dipakai sebagai bahan campuran aspal.
Inovasi lain yang dikembangkan peneliti UGM adalah Biogas Power Plant Gamping yang ada di Pasar Buah Gemah Ripah, Gamping, Yogyakarta.
Baca Juga: Dikelilingi Mahasiswa dan Lulusan UGM, AHY Bicara Intimidasi hingga Kecurangan Pemilu
Instalasi ini dibangun pada 2011 lalu Waste Refinery Center UGM bersama dengan Koperasi Gemah Ripah Gamping, Pemda Sleman, serta Pemerintah Swedia untuk mengolah sampah buah di pasar tersebut menjadi biogas sekaligus mengurangi pembuangan sampah yang akan dibawa ke TPA Piyungan.
Lewat pengolahan sampah buah menjadi biogas mampu membangkitkan listrik yang dimanfaatkan oleh pedagang pasar di kawasan tersebut.
Tidak hanya itu, terkait aroma tidak sedap dari sampah, mahasiswa Fakultas Biologi UGM Rania Naura Anindhita membuat sebuah formula untuk menetralkan bau sampah dengan memanfaatkan air lindi atau cairan yang dihasilkan dari pemaparan air hujan,
Dalam tahap awal program ini dilakukan di sekitar kampus UGM dan natinya akan digerakkan secara lebih luas di berbagai daerah di tanah air.
Sumber : ugm.ac.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.