YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam rangka memperingati Tahun Baru 1 Sura Jimawal 1957 atau 1 Muharam 1445 Hijriah, Keraton Yogyakarta dan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan tradisi Mubeng Beteng.
"Agenda ini merupakan Hajad Kawula Dalem yang diinisiasi paguyuban Abdi Dalem dan masyarakat sebagai bentuk refleksi atau penyucian diri menuju manusia yang lebih baik pada tahun yang akan datang," tulis Humas Jogja melalui media sosial, Selasa (18/7/2023) malam.
Acara Mubeng Beteng akan dilakukan melalui rute Keben (Kamandhungan Lor) Keraton Yogyakarta, Ngabean, Pojok Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, Jalan Ibu Ruswo, Alun-alun Utara, dan kembali ke Kamandhungan Lor.
"Prosesi akan diawali dengan doa bersama di Kagungan Dalem Bangsal Pancaniti (Kompleks Kamandungan Lor/Keben) pukul 21.00 yang dilanjutkan dengan Mubeng Beteng," kata Humas Jogja.
Acara ini tak hanya diikuti oleh pihak Keraton Yogyakarta, namun juga dibuka untuk masyarakat umum.
Meski masyarakat umum boleh mengikuti acara Mubeng Beteng, mereka harus menaati aturan dengan mengenakan pakaian yang rapi, sopan, dan tidak memakai celana pendek.
"Mohon menjaga ketertiban dan kekhusukan bagi Sahabat yang menyaksikan dan berpartisipasi dalam prosesi," kata Humas Jogja.
"Harap mengenakan busana yang sopan dan rapi, serta tidak diperkenankan mengenakan celana pendek," imbuhnya.
Baca Juga: Yogyakarta Punya Tradisi Sambut Malam 1 Suro: Kelilingi Benteng Keraton Tanpa Bicara
Salah satu tradisi menyambut malam satu suro dilaksanakan di Yogyakarta, yakni Tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng.
Menurut Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng dilakukan oleh ratusan orang yang berjalan kaki tanpa bicara sepatah kata pun mengelilingi area Keraton Yogyakarta.
Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono II untuk menyambut malam satu suro.
Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk introspeksi dan pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya selalu diberikan perlindungan dan keselamatan.
Rangkaian ritual Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng diawali pelantunan tembang (lagu) Macapat oleh para abdi dalem atau pegawai Keraton Yogyakarta.
Tiap kidung lirik tembang Macapat yang dilantunkan di Keben Keraton Yogyakarta itu terselip doa-doa serta harapan.
Baca Juga: Peringatan Malam 1 Suro di Solo, Keraton Surakarta Punya Tradisi Jalan Kaki bareng Kerbau Bule
Ritual ini diikuti abdi dalem serta bregodo atau prajurit Keraton Yogyakarta, perwakilan dari masing-masing kabupaten/kota di DIY, dan juga masyarakat umum.
Tak hanya warga setempat dan pihak Keraton, turis lokal dan mancanegara juga boleh ikut Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteg.
Para perwakilan membawa panji-panji (bendera) dari masing-masing kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta.
Selama mengelilingi benteng dan area Keraton Yogyakarta, peserta dilarang berbicara, minum, maupun merokok sebagai bentuk perenungan serta introspeksi diri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.