"Yang bersangkutan belajar secara otodidak dari online, dari buku-buku kemudian memahami mekanisme dari cara aborsi tersebut," kata dia.
Baca Juga: Cerita Sopir Ojol Dapat Orderan Buang Janin Hasil Aborsi, Penumpang Ngaku Keguguran Ditinggal Suami
Menurut Ranefli, dokter Ketut Arik merupakan seorang residivis dengan kasus yang sama.
Ia pernah dipenjara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2006 dengan vonis 2,5 tahun pidana penjara. Lalu, pada 2009, dia kembali melakukan praktik ilegal tersebut.
Kepada Penyidik Ditreskrimsus Polda Bali, tersangka mengaku melakukan tindakan tersebut karena merasa kasihan dengan pasien yang datang kepadanya.
Ia pun mengaku melakukan praktik aborsi karena mendapat permintaan dari pasien anak muda usia produktif seperti ada yang masih SMA, kuliah, dan sudah kerja, tetapi belum menikah.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka dokter Ketut Arik dijerat pasal berlapis yakni Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Kedua, Pasal 78 juncto pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Ketiga, Pasal 194 Jo pasal 75 ayat (2) UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Baca Juga: Joe Biden Dukung Perempuan AS: Teruslah Demo hingga Hak Aborsi Dijamin Konstitusi
"Dengan pasal berlapis tersebut, ancaman maksimal selama 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar," kata mantan Kapolres Tabanan tersebut.
Saat ini, pelaku ditahan di Rumah Tahanan Polda Bali. Polisi pun terus melakukan penyidikan dan pengembangan kasus tersebut dengan mendalami keterangan saksi-saksi.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.