JAKARTA, KOMPAS.TV – Kuasa hukum keluarga Bripka AS alias Arfan Saragih, Fradolin Siahaan, menduga kematian Bripka AS merupakan upaya untuk menutup mata rantai penggelapan pajak.
Menurut Fradolin, pada 17 Maret 2023, pihaknya sudah membuat laporan ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara terkait kematian Bripka AS.
Namun, hingga kini pihaknya belum mendapatkan respons dari Polda Sumut, baik pemanggilan pelapor maupun pemeriksaan saksi.
“Kami sudah membuat laporan pada 17 maret hingga saat ini belum dapat respons apa pun, baik itu surat pemanggilan pelapor, atau dibutuhkan saksi-saksi bukti lainnya, belum disurati dari Polda Sumut,” tuturnya di Mabes Polri, Jumat (24/3/2023), dikutip dari laporan tim jurnalis Kompas TV.
Baca Juga: Dorong Polda Sumatera Utara Tangani Kasus Kematian Bripka AS, Kompolnas: Supaya Tidak Ada Kecurigaan
“Kami patut menduga, jangan-jangan beliau (Bripka AS) meninggal untuk menutup mata rantai penggelapan pajak di UPT Samsat Pangururan.”
Pihaknya, lanjut Fradolin, akan bergerak cepat dalam mengungkap kasus kematian Bripka AS, serta tidak akan menutupi kasus dugaan penggelapan pajak yang menyeret nama almarhum.
“Kami tidak ingin menutupi penggelapan pajak tersebut. Karena janji almarhum dia ingin membuka apa dan siapa saja di dalam kasus penggelapan pajak ini.”
Sejauh ini, pihaknya belum melihat keterbukaan dari kasus penggelapan pajak, bahkan di Polres Samosir, menurut dia kasusnya masih tahap sidik.
“Makanya kami meminta minimal Polda Sumut yang mengusut kasus penggelapan pajak tersebut.”
Mengenai agenda khususnya ke Bareskrim, Fradolin menyebut pihaknya bersurat pada Kapolri, Kadiv Propam, serta Kabareskrim.
“Untuk mendesak kapolri segera usut tuntas kematian Bripka AS, kami juga meminta kapolri bentuk tim khusus pencari fakta kematian Bripka AS, memberikan atensi ke Polda Sumatera utara soal penggelapan pajak di UPT samsat pangururan, ada kemungkinan korupsi di dalam tempat tersebut.”
Sebelumnya, KOMPAS.TV memberitakan, Jeni Irene Simorangkir, istri Bripka Arfan Saragih (AS), polisi yang meninggal dunia akibat dugaan meminum racun sianida, membeberkan sejumlah kejanggalan pada kematian suaminya.
Menurut Jeni, pada 3 Februari 2023 lalu, saat bangun tidur, Bripka AS melihat ponselnya dan menyebut bahwa dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Jadi, tanggal 3 bulan 2, almarhum bangun tidur, Bripka Arfan Saragih, dia melihat handphone dan membacakan bahwasanya ia sudah menjadi tersangka,” kata Jeni dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Jumat (24/3).
“Lalu, beliau mengatakan kepada saya, ‘Kenapa ya saya masih dijadikan tersangka, sementara saya sudah membayar’.”
Saat itu, Jeni menjawab, mungkin seperti itu proses yang harus dilakukan.
“Jadi beliau mengatakan, ‘Berarti benar yang dikatakan Bapak Kapolres, akan membuat menderita anak dan istri’,” lanjut Jeni.
Saat ditanya siapa yang mengatakan hal itu, Jeni menegaskan bahwa menurut suaminya, yang mengatakan hal itu adalah Kapolres Samosir.
Baca Juga: Istri Bripka AS Ungkap Kejanggalan pada Kematian Suaminya: Saya Tak Percaya Dia Bunuh Diri
“Kapolres Samosir, Bapak Yogi. Itu yang disampaikan Bripka Arfan Saragih kepada saya.”
Selanjutnya, pada tanggal 23, saat Bripka AS pulang ke rumah seusai apel pagi, dan mengatakan bahwa ponselnya disita.
“Lalu di tanggal 23, setelah dia selesai apel pagi, dia datang ke rumah. Dia bilang handphone-nya disita, dan dikasih waktu dalam waktu dua minggu, mencari uang Rp400 juta. Habis itu, Bapak Kapolres bilang kepada almarhum, saya tidak takut, mau siapa backing-mu.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.