Namun, untuk memastikan hal itu, penyidik akan melakukan uji laboratorium forensik, memeriksa isi percakapan dan bukti lainnya dari ponsel milik pelaku dan korban.
Ponsel itu sudah diamanakan oleh penyidik dari tangan tersangka dan keluarga korban.
"Handphone-nya kita lakukan pemeriksaan forensik. Handphone saat ini belum bisa dibuka, dan itu nanti forensik yang buka," papar Hujra.
Seperti diberitakan KOMPAS Malam, Selasa (14/3/2023), polisi akhirnya menetapkan SH sebagai tersangka kasus pembunuhan Salamunasi, Kades Curuggoong, Serang, Banten.
SH disangkakan Pasal 388 dan 351 ayat 3 KUHP dengan ancama paling lama 15 tahun penjara.
Baca Juga: Polisi Ungkap Isi Cairan yang Disuntikan Mantri Hingga Menewaskan Seorang Kades di Serang!
Tetapi, pasal itu dapat berubah menjadi pasal pembunuhan berencana melihat perkembangan penyidikan hasil otopsi.
AKBP Hujra Soumena menjelaskan bahwa cairan yang disuntikkan pelaku adalah diphenhydramine atau jenis obat untuk meredakan alergi.
"Pelaku menggunakan jarum suntik yang di dalamnya sudah diisi dengan obat cairan yaitu diphenhydramine, setelah itu jarum suntik disuntikkan ke punggung bagian kiri korban," jelasnya, Senin (13/3).
Melansir Web MD, diphenhydramine juga bisa digunakan untuk meredakan mual hingga pusing yang dipicu mabuk perjalanan. Obat ini bekerja dengan menghalangi zat alami histamin yang dihasilka tubuh selama ada reaksi alergi.
Baca Juga: Buntut Mantri Diduga Bunuh Kepala Desa dengan Suntikan, Dokter Forensik akan Uji Toksikologi
Sementara itu, Dokter Forensik RSUD Banten, Budi Suhendar menjelaskan bahwa diphenhydramine tergolong sebagai obat keras dan berbahaya bila disalahgunakan.
"Untuk penyalahgunaannya bisa (menyebabkan kematian) bila diberikan kepada orang yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat, berlebihan," ujar Budi, dikutip dari Kompas.com.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com/Tribun Banten
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.