Diberitakan sebelumnya, SAS diduga telah melakukan perbuatan asusila terhadap korban yang sebagian besar anak di bawah umur sejak Mei 2021 hingga Maret 2022.
Kasus itu, terbongkar usai korban melapor ke polisi pada 1 September 2022 silam.
Usai menerima laporan, polisi pun menangkap SAS di Kota Kupang dan dibawa ke Alor untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
SAS pun mengakui semua perbuatannya. Dia lantas meminta maaf kepada semua pihak, mulai dari para korban, orangtua hingga pengurus Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT).
Sementara itu, Majelis Sinode GMIT menyatakan, pihak gereja telah memberi sanksi SAS dengan penundaan pentahbisan menjadi vikaris dalam jabatan pendeta.
Ketua Majelis Sinode GMIT Merry Kolimon mengatakan, Majelis Sinode GMIT menghormati hak korban dan orang tua korban untuk menempuh jalur hukum dan akan mengawal proses hukum dalam penanganan perkara kekerasan seksual tersebut.
Dia juga mengatakan, gereja tidak akan menghalang-halangi proses hukum terhadap SAS.
Terkait, kasus ini, Majelis Sinode GMIT juga telah mengirim tim psikolog serta pendamping untuk membantu korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS.
"Majelis Sinode GMIT berharap semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis," kata Merry.
Baca Juga: 6 Fakta Penyerangan KKB Papua yang Tewaskan 10 Warga Sipil, Salah Satunya Seorang Pendeta
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.