GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menertibkan aset daerah di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
Lantaran, ada potensi kerugian negara yang nilainya mencapai triliunan rupiah jika aset daerah tidak dikelola maksimal.
Hal itu diungkapkan Gubernur NTB Zulkieflimansyah dalam kunjungannya ke Gili Trawangan, Jumat (2/9/2022).
“Karena (berdasarkan) informasi yang diberikan KPK, kami akhirnya sadar bahwa ada potensi penerimaan daerah yang sangat besar dari Gili Trawangan ini, tetapi butuh kepastian hukum. Alhamdulillah, dengan bimbingan dan pendampingan KPK, ada cahaya di ujung terowongan,” ujar Zulkieflimansyah kepada para wartawan di Gili Trawangan, Jumat (2/9).
Seperti diketahui, ada sengketa tanah mencakup lahan seluas 65 hektare milik Pemprov NTB di Gili Trawangan yang melibatkan Pemprov selaku pemilik Hak Pengelolaan (HPL), PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang memiliki Hak Guna Bangunan (HGB), dan masyarakat yang menempati dan berusaha di atas lahan.
“Mudah-mudahan hak pengelolaan Gili Trawangan ini kembali diserahkan kembali Pemprov NTB hingga Pemprov NTB akan mulai berusaha untuk mengelola tempat ini semaksimal mungkin,” imbuhnya.
Ia merujuk aset berupa lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan yang sebelumnya dikontrakkan Pemprov NTB kepada PT GTI.
Baca Juga: Kunjungi Gili Trawangan Bahas Sengketa Tanah, Gubernur NTB Janjikan Tidak akan Ada Penggusuran
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang turut berkunjung ke Gili Trawangan menyebut, pendampingan KPK itu dilakukan untuk membantu Pemprov NTB melakukan penertiban aset daerah. Tujuannya, mengoptimalisasi potensi pendapatan daerah.
“Supaya penerimaan daerah tidak minus, itu yang kami lakukan. Sebab, ada potensi pendapatan yang tidak teroptimalisasi,” ujar Nurul Ghufron kepada Kompas.tv di Gili Trawangan, Jumat (2/9).
Ia juga menepis tudingan adanya kasus korupsi terkait penertiban aset Pemprov NTB di Gili Trawangan.
“KPK sudah 2 tahunan ini melakukan kegiatan pencegahan (korupsi), salah satunya penertiban aset daerah. Aset daerah yaitu HPL Pemprov atas lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan."
"Dan rasanya sudah mulai ada titik terang, Kementerian ATR BPN sudah akan mengembalikan kepada HPL (Pemprov NTB),” terang Ghufron.
“Kita kan pencegahan, menyisir akar masalah korupsi. Sehingga sebelum adanya korupsi, seperti ini kan, ada potensi pendapatan yang tidak teroptimalisasi, pendapatan diinput, maka kami juga hadir,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Zulkieflimansyah menerangkan, kerja sama sekaligus pendampingan lembaga antirasuah itu dalam penyelesaian kasus tanah di Gili Trawangan tersebut juga bertujuan menghindari kecurigaan masyarakat terhadap Pemprov NTB.
“Kredibilitas KPK itu sangat baik. Sehingga ketika kita didampingi KPK, masyarakat tidak curiga bahwa kita punya agenda tersembunyi."
"Jadi ada kenyamanan secara psikologis buat kami kerja bersama KPK, sehingga masyarakat itu tidak curiga, apakah ini orang cawe-cawe ada kepentingan lain?” tutur Bang Zul, begitu sang gubernur ini biasa diakrabi.
“Bersama KPK, ada semacam kemudahan, kepastian, sehingga lebih mudah kita berkomunikasi dan meyakinkan masyarakat,” lanjutnya seraya mengimbuhkan, “Sekali lagi terima kasih pada teman-teman KPK.”
Terkait penertiban aset dan pengelolaan sekaligus penerimaan daerah itu, Pemprov NTB menyatakan akan membuka kantor pendukung di Gili Trawangan.
“Pemda akan hadir di sini, akan ada kantor pendukung, ada sekuriti juga, sehingga akan memberikan rasa aman bukan hanya para investor, tapi juga penduduk lokal,” ujar Bang Zul.
Ia juga berjanji, Pemprov NTB akan terus melakukan inovasi demi kemajuan Gili Trawangan.
“Untuk di sini, jangan sampai kita tidak kreatif, seakan-akan menerima setoran dari masyarakat tanpa melakukan inovasi-inovasi. Kita bukan tuan tanah yang menghisap darah masyarakat, tapi kehadiran kita membantu, sehingga masyarakat bisa mengambil manfaat dari kehadiran kami di sini,” terangnya.
Seperti diberitakan Kompas.tv sebelumnya, pada September 2021, Pemprov NTB akhirnya memutus kontrak dengan PT GTI atas lahan seluas 65 hektare milik Pemprov di Gili Trawangan.
Sebab, PT GTI dinilai telah melakukan wanprestasi dengan menelantarkan dan tidak melakukan pengelolaan lahan dengan baik.
Adapun kontrak produksi antara Pemprov NTB yang memiliki Hak Pengelolaan (HPL) dengan PT GTI yang memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) itu telah dilakukan sejak tahun 1995.
Baca Juga: Serahkan SK Putus Kontrak GTI, Menteri Investasi: Doa Pengusaha Belok-Belok, Baru sampai ke Tuhan
Namun, meskipun kontrak sudah diputus, pihak Pemprov, juga masyarakat dan investor yang telah tinggal dan berusaha di atas lahan seluas 65 hektare itu, masih membutuhkan kepastian hukum.
Pasalnya, pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional belum mengeluarkan surat pembatalan HGB PT GTI.
Kepala Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Pemprov NTB Lalu Rudy G menyebut, Jumat (2/9), pihaknya masih menanti surat pembatalan HGB PT GTI.
“Jadi mudah-mudahan, kita berdoa bersama, dalam 1-2 minggu ini, Pak Menteri ATR/BPN datang untuk menyerahkan surat pembatalan HGB atas nama PT Gili Trawangan Indah,” pungkas Rudy.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.