“Hasilnya seperti apa, anemia atau tidak, itu tidak menjadi syarat (menikah). Jika ada yang nikahnya mendadak, tidak apa-apa karena program juga baru launching. Kita periksa, kalau hasilnya bagus ya nikah, kalau hasilnya tidak bagus ya nikah juga. Hanya saja yang hasilnya tidak bagus kita kasih pendampingan supaya anaknya sehat,“ tegas Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting ini.
Pemeriksaan kesehatan ini bisa dilakukan dimana saja. Harapannya, faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting pada Catin/Calon PUS bisa teridentifikasi lebih dini dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil.
Salah satu fokus dalam pendampingan adalah meningkatkan pemenuhan gizi Catin/Calon PUS untuk mencegah kekurangan energi kronis dan anemia sebagai salah satu risiko yang dapat melahirkan bayi stunting.
Pendampingan ini akan dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu kader KB, PKK, dan Bidan/petugas kesehatan yang diberikan tugas untuk memberikan informasi, edukasi, dan konseling secara virtual atau tatap muka kepada calon pengantin yang akan melakukan pernikahan dalam waktu dekat.
Sebagai contoh, dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Bupati Bantul, H. Abdul Halim Muslih mengungkapkan, dukungan terhadap penurunan stunting dimulai dengan posyandu - posyandu yang sudah ada.
“Ada 933 posyandu yang ada di Kabupaten Bantul, diberikan alokasi Rp 50 juta per pedukuhan. Total anggaran yang diberikan untuk seluruh posyandu Rp 40,5 millyar, diantara pemanfaatannya adalah untuk penanggulangan stunting,” jelas Abdul Halim.
Menurut Bupati Bantul ini, posyandu-posyandu di pedukuhan itu harus mengetahui secara pasti berapa jumlah ibu hamil, berisiko tinggi dan kemudian dikoordinasikan dengan puskesmas. “Data itu sudah ada di kami. Termasuk bagi yang kurang teredukasi, merawat kandungan harus dipandu oleh tenaga kesehatan,” ungkap Abdul Halim
Pemeriksaan dilakukan selama 3 bulan sebelum menikah
Data menunjukan masih terdapat remaja putri usia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik sebesar 36,3 persen, wanita usia subur 15-49 tahun dengan risiko kurang energi kronik masih 33,5 persen dan mengalami anemia sebesar 37,1 persen.
Seperti diketahui, tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum menikah sampai pada saat perempuan itu hamil berpotensi menghasilkan anak stunting. Oleh karena itu pencegahan stunting harus dilakukan sejak sebelum menikah. Hal ini dilakukan dengan alasan apabila ditemukan ketidaknormalan (kondisi patologis) bagi calon isteri maka dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk memperbaiki kondisi patologis tersebut.
Kasus yang paling sering adalah anemia pada remaja puteri yang memerlukan konsumsi tablet tambah darah selama 90 hari. Begitu juga apabila Catin perempuan mengalami kondisi under-nutrition seperti kurang kalori protein atau defisiensi/kekurangan vitamin yang lain maka dibutuhkan waktu minimal tiga bulan untuk perbaikan keadaan tersebut.
Bagi Catin laki-laki, urgensi memberikan perhatian intesif pada masa sebelum menikah dikarenakan produksi sperma untuk persiapan pembuahan dan menghasilkan keturunan yang sehat, membutuhkan pra kondisi dan kebugaran bagi laki-laki minimal 73 – 75 hari sebelumnya (sesuai dengan teori proses pembentukan sperma/spermatogenesis yang berlangsung selama waktu tersebut).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.