MEDAN, KOMPAS.TV - Sembilan warga Sumatera Utara (Sumut) yang terjebak di Ukraina merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
Hal itu disampaikan oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Selasa (8/3/2022).
"Itu sudah dikerjakan secara terjadwal oleh pemerintah pusat dan itu sudah tanggung jawab pemerintah pusat," ujar Edy.
Dia menjelaskan, saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya melakukan pengawasan (monitoring) terkait penanganan terhadap WNI di Ukraina.
"Kita hanya monitor dan menanyakan dan itu dalam proses," katanya.
Baca Juga: Edy Rahmayadi Curhat Lebih Mudah Jadi Pangkostrad Ketimbang Gubernur Sumut: Sekarang Ini Susah
Melansir Tribunnews.com, sebanyak enam warga Kota Binjai dan tiga warga Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang bekerja di Ukraina terjebak di dalam bunker.
Dalam video yang mereka bagikan, mereka berharap agar bisa segera dievakuasi dan dipulangkan ke Tanah Air.
Mereka juga mereka meminta pertolongan agar bisa dievakuasi dan kembali ke Indonesia.
“Kita Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih terjebak di Kota Chernihiv Ukraina bagian utara berjumlah 9 orang warga Binjai dan Langkat berharap untuk dievakuasi segera karena kondisi di sini semakin berbahaya,” ucapnya dalam video yang beredar.
Para warga ini bertahan di pabrik plastik milik warga Yordania di Chernihiv, Ukraina.
Enam warga Binjai yang terkepung perang Ukraina dan Rusia tersebut yakni Iskandar, Muhamad Raga Prayuda, Muhamad Aris Wahyudi, Syahfitra Sandiyoga, Agus Alfirian, Rian Jaya Kusuma.
Sementara tiga orang warga Kabupaten Langkat yang juga terjebak adalah Dedi Irawan, Zulham Ramadhan dan Amri AbasIskandar.
Rutami, orang tua dari salah satu warga Sumut yang masih berada di Ukraina, sempat membawa foto anaknya saat telekonferensi dengan pihak Duta Besar Indonesia untuk Ukraina di Binjai Command Center (BCC) Balai Kota Binjai pada Senin (7/3) siang.
Ia mengaku sedih, karena mengetahui kondisi sang anak tidak akan dan dalam gempuran ledakan bom Rusia.
"Ini kan kami lagi ada video call. Tiba-tiba dia teriak lari, lari, ada bom meledak. Kami dengar semua. Makanya kami sedih," katanya sambil menangis sesenggukan dan mengusap air matanya dengan kain kerudungnya.
Menurut Rutami, anaknya yang bernama Raga Prayuda sudah bekerja di Ukraina sejak tahun 2019.
Selama perang terjadi, dia intens berkomunikasi dengan anaknya melalui WhatsApp call.
Sang anak, Raga Prayuda diketahui kerap membagikan kondisi Ukraina di tengah gempuran militer Rusia.
Baca Juga: Presiden Zelenskyy Sebut Pasukan Rusia Gagalkan Evakuasi Warga Ukraina
Raga mengaku pada Rutami ia selalu mengunggah kondisi Ukraina di laman Facebooknya, agar bisa menjadi bukti penderitannya selama di sana.
"Saya bilang, jangan di-Facebook-kan, nanti kau diejek, dia bilang, enggak apa-apa Mak. Biar orang tahu penderitaan kami di sini. Itu hancur perasaan kami. Berarti anak saya di sana menderita, dia anak baik Pak. Saya enggak punya harta selain dia," katanya.
Sumber : Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.