JAKARTA, KOMPAS.TV – Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo akan menjadwalkan pertemuan dengan warga kontra tambang di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
Pernyataan ini disampaikan Ganjar pada program Rosi bertajuk 'Prahara di Desa Wadas' yang tayang di Kompas TV, Kamis (10/2/2022) malam.
"Boleh, kita tinggal jadwalkan saja," kata Ganjar.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa dirinya hingga Rabu (9/2) masih terus berk komunikasi dengan warga di Wadas.
"Kami juga ada teman-teman yang sudah komunikasi dengan warga yang ada di sana. Bahkan sampai dengan kemarin pun kami masih berkomunikasi," lanjutnya.
Ganjar berharap, pertemuan nantinya dilaksanakan dengan suasana kekeluargaan, tidak berprasangka, dan dialognya tidak harus sekali selesai.
"Hingga nanti pada saat bertemu, harapan kita sudah mengerti suasana kebatinan yang ada di sana. Jadi tidak serem-seremlah begitu ya, kita bisa komunikasi sehingga suasananya bisa kekeluargaan bisa ngobrol dan tidak harus sekali selesai," pungkasnya.
Sementara itu, dalam acara yang sama, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyatakan, pertemuan di Desa Wadas nantinya merupakan tindak lanjut dari ketidakhadiran warga kontra tambang pada Januari 2022 lalu di Semarang.
Baca Juga: PGI soal Konflik Lahan di Wadas: Kami Minta Pemerintah Kedepankan Pendekatan Kemanusiaan
Beka menjelaskan, alasan ketidakhadiran warga kontra lantaran tidak terpenuhinya syarat yang diajukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa).
"Sehari sebelum dialog (di Semarang), Komnas HAM dapat respons tertulis dari teman-teman Gempa Dewa, kawan-kawan yang menolak. Bahwa ada 6 persyaratan sebelum mereka memutuskan datang ke Semarang," ujar Beka.
Pertama dan kedua, tidak ada aktivitas apapun selama dialog. Ketiga, soal representasi warga yang menolak datang semua ke Semarang.
"Terus kemudian (dialog) juga dibuat terbuka artinya live streaming. Lalu mereka meminta dialog dilakukan di Wadas, terakhir dialog tersebut fokus pada penolakan warga untuk mencari alternatif solusi," jelas Beka dengan menyingkat surat kiriman Gempa Dewa.
Kemudian, Beka menyatakan beberapa hal memang tidak bisa diwujudkan salah satunya terkait jumlah warga Wadas yang harus datang seluruhnya.
Beka menjelaskan, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena mengacu pada protokol Covid-19. Oleh karena itu, dirinya hanya meminta perwakilan saja untuk datang dialog sebanyak 5 plus 2.
"Soal perwakilan, kami mengundang warga 5+2 artinya warganya 5 dan dua dari pendamping hukum dan ini juga diperlakukan sama kepada mereka yang mendukung Wadas sebagai quarry. Kenapa 5+2, tentu saja mempertimbangkan tentang protokol Covid," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah memastikan kepada pihak yang datang seperti Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tidak melakukan aktivitas apapun sebagaimana permintaan. Namun kemudian, pihak Gempa Dewa memutuskan untuk tidak hadir.
Kendati demikian, Beka dan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kemudian berinisiatif pergi ke Desa Wadas untuk berdialog, tepat pada hari yang sama.
Saat bertemu warga Wadas yang menolak tambang, kata Beka, ia mendengar langsung bahwa warga ingin langsung berdialog dengan Gubernur Jateng di Desa Wadas.
Baca Juga: Mengenal Batu Andesit, Harta Karun Desa Wadas yang Ditolak Warga untuk Ditambang
Terkait permintaan itu, Beka menyebut dirinya langsung menyampaikan langsung kepada Ganjar pada keesokan harinya.
"Waktu itu respon Pak Gubernur juga saya siap ke wadas," ucap Beka.
"Akhir dinamikanya lain hingga kemudian ada pengukuran yang disertai kekerasan oleh aparat tersebut itu yang terjadi," imbuhnya.
Menanggapi tawaran Ganjar untuk berdialog langsung dengan warga Wadas, Ketua Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengatakan selama ini justru pihaknya yang terus mengajak dialog dengan menyampaikan aspirasi langsung.
Baik itu di kantor gubernur, kantor BBWS-SO, BPN, hingga Polres Purworejo. Namun sejak 2018, kata Julian aspirasi warga Wadas tidak pernah didengar oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah.
"Sebenarnya tanpa tawaran gubernur, sejak tahun 2018 kami pernah datang ke gubernuran. Di sana tidak ada Pak Ganjar," jelasnya.
"Dan upaya warga untuk berdialog juga berkali-kali, berbagai instansi juga dilewati. Jadi justru yang selama ini tidak mau berdialog itu siapa, itu yang patut kita pertanyakan. Sudah berkali-kali warga Wadas itu berupaya mengajak dialog," tukas Julian.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.