YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Lantunan gending Jawa mengalun tak terlalu keras. Perlahan merayap memasuki rongga telinga orang-orang di Omah Patosaka, Klaten, Jawa Tengah, lokasi pameran puluhan keris.
Di luar ruangan, rinai gerimis membasahi jalanan aspal. Perciknya sesekali beterbangan tersapu angin saat beberapa kendaraan melintas, membasahi kendaraan lain yang terparkir di tempat itu.
Beberapa orang duduk berkelompok-kelompok, mulai dari dalam ruangan hingga di halaman yang beratap tenda terpal.
Sebanyak 20 meja berjejer di ruang pameran. Di atasnya, puluhan keris yang merupakan senjata tikam tradisional tertata rapi. Beberapa bilah sengaja dilepas dari sarungnya.
Bentuk dan pamor yang tergambar pada keris-keris itu sebagian besar berbeda satu dengan lainnya. Tapi, ada kesamaan lekukan pada semua bilah keris, yakni selalu ganjil.
Lekukan ganjil melambangkan manusia yang tidak pernah bisa genap alias selalu memiliki kekurangan.
Baca Juga: Pernah Dinyatakan Hilang Ratusan Tahun, Keris Pangeran Diponegoro Kini di Solo
Seorang pria bersurjan (pakaian adat Jawa) berdiri di sudut ruangan. Tangannya meraih pataka di depannya. Dengan sedikit menunduk dia memperbaiki posisi pataka.
Tepat di bawah tiang pataka, beberapa kuntum bunga yang entah apa jenisnya, tersimpan rapi di dalam wadah. Sepertinya itu semacam ubarampe atau sesajen.
Tapi, tidak tercium aroma wangi bunga di situ. Justru aroma khas asap rokok dari beberapa orang yang mengisapnya yang lebih terasa.
“Ini keris yang paling tua yang dipamerkan di sini,” ucap Yogi Yuwono, pria bersurjan yang merupakan Ketua Paguyuban Tosan Aji Klaten (Patosaka), sekaligus panitia pameran, Sabtu (15/1/2022).
Dia menunjuk keris yang berada di dalam kotak kaca di samping pataka, menggunakan jempol tangan kanannya.
Walaupun hanya diihat sekilas, orang bisa menebak usia keris itu cukup tua. Sejumlah lubang menganga menghiasi bilah keris.
Kata Yogi, keris yang ditunjuk tersebut berusia ratusan tahun. Keris dibuat pada Abad 12, atau pada era Kerajaan Singasari.
Dapur atau jenis keris tersebut adalah Bethok Naga.
“Jenisnya keris Dapur Bethok Naga, sedangkan handle atau pegangannya, atau dedernya itu dari gading.”
“Cincinnya dari intan dan perak, perhiasannya intan. Pamornya pedaringan kebak,” ucapnya menjelaskan.
Keris itu merupakan salah satu koleksi pribadi milik Yogi. Dia mengikutsertakan keris tersebut pada pameran dan mematok harga mahar sebesar Rp250 juta.
Pada dasarnya Yogi tidak berniat untuk menjual keris koleksinya, karena dia masih menyukainya.
“Sebetulnya keris ini tidak mau saya jual. Ketika saya jual mahal itu ada beberapa sebab. Pertama, itu artefak,” tuturnya.
Alasan lain dia mematok harga tinggi adalah dia akan kesulitan mencari keris sejenis dengan bentuk dapur yang sama jika keris itu laku.
“Itu merupakan kenang-kenangan dari seorang kawan baik. Jadi, kenapa saya bikin mahal, karena itu memang sebenarnya belum ada niat untuk menjual.”
Selama ini harga mahar untuk sebilah keris bisa dikatakan tidak ada standar pasti. Sebab mahar untuk sebilah keris sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.