JAMBI, KOMPAS.TV – PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi diputuskan harus membayar ganti rugi materiel dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp590 miliar. Pasalnya, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi perusahaan tersebut atas kasus kebakaran lahan konsesi.
Namun, pihak ATGA mengatakan belum mengetahui soal hasil putusan tersebut hingga Selasa (14/12/2021). ”Sampai saat ini kami belum mendapatkan informasinya,” ujar Andi Suwandi, juru bicara PT ATGA, seperti dilansir dari Kompas.id.
Putusan tersebut, disebut Andi, menunjukkan ketidakkonsistenan MA lantaran dalam perkara pidana atas objek kebakaran yang sama, MA telah memutus perusahaan tidak bersalah.
”Jika dalam perkara perdata ini MA memutus kami bersalah, akan kami pelajari dan siapkan langkah hukum selanjutnya,” ucapnya.
Diketahui, pada putusan perdata terdahulu, perusahaan dinyatakan harus bertanggung jawab mutlak (strick liability) atas kerugian lingkungan yang timbul akibat kebakaran seluas 1.500 hektare dari 12.400 hektare lahan kelola perusahaan tahun 2015. Peristiwa itu menimbulkan kerugian materiel dan lingkungan.
Kebakaran tersebut terjadi enam tahun lalu di wilayah kebun perusahaan di Kecamatan Muara Sabak Timur, Kecamatan Muara Sabak Barat, Kecamatan Dendang, dan Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Adapun, majelis hakim yang terdiri dari Sudrajad Dimyati, Pri Pambudi, dan Syamsul Ma’arif memutuskan PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATGA) bersalah mengakibatkan kebakaran kebun sawitnya seluas 1.500 hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada 2015.
Putusan tolak itu keluar pada 8 Desember 2021 atau dua bulan setelah pengajuan kasasi disampaikan perusahaan.
Baca Juga: Jokowi: Saya akan Paksa Perusahaan Kelapa Sawit dan Pertambangan Siapkan Persemaian
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan MA.
”Kami akan gunakan semua instrumen hukum, termasuk mencabut izin, ganti rugi, denda, penjara, dan pembubaran perusahaan agar pelaku kejahatan kebakaran hutan dan lahan jera,” kata Rasio dalam rilis tertulis yang dikirimkan Humas KLHK.
Ia meminta agar korporasi mematuhi hasil putusan. Putusan itu menolak permohonan kasasi ATGA, yang berarti perusahaan harus memenuhi putusan denda ganti rugi materiel dan biaya pemulihan lingkungan senilai total Rp590 miliar.
Bambang Hero Saharjo dari tim ahli menghitung besarnya kerugian material Rp160,09 miliar yang meliputi kerugian ekologis Rp112,171 miliar dan kerugian ekonomis Rp47,92 miliar.
Untuk biaya pemulihan sebesar Rp366 miliar, biaya pengaktifan fungsi ekologis yang hilang senilai Rp13,46 miliar, pembangunan dan perbaikan sistem hidrologi di lahan gambut Rp18 miliar, revegetasi Rp30 miliar, verifikasi sengketa lingkungan hidup Rp86 juta, serta pengawasan pelaksanaan pemulihan Rp2,9 miliar.
Bambang Hero juga menyampaikan, ke depan tidak ada lagi korporasi yang mencoba menggunakan api atau sengaja membiarkan lahannya terbakar. Hal itu karena akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan memperparah situasi perubahan iklim.
Di sisi lain, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Ditjen Gakkum KLHK Jasmin Ragil Utomo mengungkapkan, ada 20 perusahaan terkait karhutla yang digugat KLHK. Sebanyak 12 di antaraya telah berkekuatan hukum tetap, termasuk PT ATGA.
Selain PT ATGA, pada 24 November lalu, MA juga menolak kasasi perlawanan Koperasi Bina Usaha Kita.Gugatan ini dilayangkan atas adanya keberatan dari Koperasi Bina Usaha Kita terhadap eksekusi putusan Pengadilan Negeri Meulaboh pada 2014 yang menghukum PT Kallista Alam karena telah terbukti bersalah membakar 1.000 hektar gambut Rawa Tripa.
Perusahaan tersebut diwajibkan membayar Rp366 miliar ke kas negara dan juga untuk pemulihan gambut yang rusak.
Baca Juga: Kebakaran Lahan di NTT, Aliansi Masyarakat: Semua Warga Setempat Harus Diperiksa
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.