JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut Diah Kurniasari Gunawan menceritakan kehidupan anak-anak korban pemerkosaan guru ngaji mereka di sebuah yayasan pendidikan di Cibiru, Bandung, Jawa Barat.
Menurut Diah, santriwati yang menjadi korban pemerkosaan guru ngaji mereka ternyata mengurus diri mereka sendiri secara bersama-sama di rumah yang disediakan oleh pemerkosa berinisial HW.
Baca Juga: 21 Santri Diperkosa, Warga Cibiru Bandung Sebut Aktivitas Pesantren TM Tertutup
Selain menjadi pelaku pemerkosaan, HW diketahui merupakan pemilik yayasan pendidikan di Cibiru, Bandung, tersebut.
“Mereka mengurus diri mereka sendiri di sana, tidak ada pengurus yayasan, hanya dia (pelaku) yang ada, tidak ada orang lain,” kata Diah dikutip dari Kompas.com pada Jumat (10/12/2021).
Diah menjelaskan, kegiatan para santriwati selama berada di rumah yang disediakan HW yakni mulai dari memasak sendiri, menjaga anak hingga mengantar kawan mereka yang hendak melahirkan.
Diah mengatakan mereka melakukan semua itu secara bersama-sama. Jadi, menurut Diah, mereka membagi tugas dari mulai memasak, mencuci dan menjaga anak.
Baca Juga: Kemenag Dukung Hukuman Tegas Buat Pelaku Pemerkosaan Santriwati di Bandung
“Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri, saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota, jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya,” ujarnya.
Menurut Diah, selain tempat mereka belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.
Tempat ini, kata Diah, jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.
Baca Juga: Korban Predator Seks Herry Wirawan Bertambah Jadi 21 Santriwati
“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” ucapnya.
Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak ketika diperlakukan oleh pelaku HW.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku,” katanya.
Diah menuturkan, para korban bukan tidak melawan, namun pelaku melakukan upaya doktrinasi dan menebar ancaman kepada anak-anak.
Baca Juga: Terungkap, Santriwati Korban Perkosaan Guru Pesantren di Bandung Juga Dipaksa Jadi Kuli Bangunan
Hal ini terjadi selama bertahun-tahun hingga anak-anak merasa hal tersebut sudah biasa.
“Orang tua tidak diberi kebebasan menengok anak-anak, anak-anak juga tidak bebas pulang, paling kalau mau Lebaran, hanya 3 hari, itu pun diancam dilarang melapor pada orang tuanya,” katanya.
Diah menuturkan, para korban adalah anak-anak yang benar-benar lugu saat masuk ke yayasan tersebut.
Oleh karena itu, pelaku mudah memperdaya mereka dengan berbagai dalih dan alasan untuk membenarkan apa yang dilakukan pelaku pada korban.
Baca Juga: Fakta Terbaru Pemerkosaan Santriwati di Bandung: 13 Korban, Lebih dari 10 Anak Lahir
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.