TASIKMALAYA, KOMPAS.TV - Kasus pemerkosaan oleh guru pesantren di Bandung membuat syok masyarakat Indonesia. Ternyata, ada kasus serupa namun terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat di mana seorang guru pesantren mencabuli 9 santriwati.
Temuan ini diungkapkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya. KPAID Tasikmalaya menyatakan menerima laporan pencabulan itu sejak hampir tiga minggu lalu.
"Sebetulnya kami sudah tiga pekan mendampingi para korban santriwati yang mengaku dicabuli oleh guru pesantrennya sendiri,” kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto pada Jumat (10/12/2021), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Fakta Terbaru Pemerkosaan Santriwati di Bandung: 13 Korban, Lebih dari 10 Anak Lahir
Mereka telah mendampingi para santriwati yang menjadi korban pencabulan guru pesantrennya sendiri. Penelusuran KPAID Kabupaten Tasikmalaya menemukan bahwa ada sembilan orang korban santriwati di pesantren yang sama.
Penyelidikan ini bermula setelah salah satu korban berani melaporkan pencabulan oleh guru pesantren. Korban mengaku belajar di sebuah pondok pesantren berlokasi di wilayah Tasikmalaya Selatan.
Pelaku adalah pengurus yayasan pesantren tersebut. Hampir sama dengan kasus pemerkosaan oleh guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung, kasus pencabulan ini juga menyasar para santriwati berusia antara 15 sampai 17 tahun.
“Jumlahnya sudah 9 orang dan baru lapor ke polisi 2 korban. Para korban usia di bawah umur semua di kisaran umur 15 sampai 17 tahun. (Pelaku pencabulan seperti ini) bisa di lembaga mana saja,” ujar Ato Rinanto.
Ato menuturkan, pihaknya juga telah melaporkan kasus pencabulan itu ke Kepolisian dengan berbagai bukti dan keterangan korban.
Sebab itu, baru dua orang korban yang berani melaporkan resmi ke Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tasikmalaya.
"Kami KPAID mendampingi para korban pencabulan ini sudah dua kali lapor resmi ke Unit PPA Reskrim Polres Tasikmalaya. Itu dari jumlah korban semua, baru dua korban yang berani lapor ke polisi," tambah Ato.
Korban pertama melapor pada hari Selasa (7/12). Setelah itu, temannya melapor pada Kamis (9/12).
Di sisi lain, KPAID Kabupaten Tasikmalaya terus berusaha menjaga dampak sosial dan psikologis para korban akibat pencabulan ini.
Baca Juga: Belajar dari Kasus Pemerkosaan Santriwati, Kemenag Diminta Perketat Pengawasan di Pesantren
Ia pun tidak mau menyalahkan lembaga tertentu karena kasus pencabulan bisa terjadi di mana saja.
"Kita hanya menjalankan tugas Negara untuk melindungi para korban anak di bawah umur yang mengalami pelecehan seksual. Kami bukti-bukti dan keterangan para korban sudah lengkap didapat dan sekarang sedang diselidiki oleh Polres Tasikmalaya," jelas Ato.
Ato membeberkan, guru pesantren itu melakukan kejahatan seksual pada para santriwati saat keadaan sepi.
"Ada juga yang dilakukan saat korban sakit dan berpura-pura hendak membantu korban saat melakukannya," ungkap Ato.
Sampai saat ini, KPAID Kabupaten Tasikmalaya terus mendampingi para korban sampai kasusnya ini terungkap oleh pihak Kepolisian.
Sementara, para korban saat ini telah berada di ruang aman bersama petugas khusus trauma healing supaya tak terganggu psikologisnya selama ini.
"Tentunya kita terus berkoordinasi dengan para orang tuanya. Kita amankan para korban di lokasi yang sangat aman. Kita tunggu hasil penyelidikan Kepolisian," tukasnya.
Kepala Polres Tasikmalaya AKBP Rimsyahtono mengonfirmasi kebenaran kabar pencabulan oleh guru pesantren itu. Rimsyahtono mengaku pihaknya telah menerima laporan kasus pencabulan itu.
"Siap, sudah ada laporan polisinya, tanggal 7 Desember 2021. Sedang kami tangani," singkat Rimsyahtono.
Baca Juga: KPAI Kutuk Guru yang Perkosa Santri, Minta Pelaku Dikebiri
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.