MALUKU, KOMPAS.TV - Kapolda Maluku Irjen Refdi Andri menjelaskan peristiwa 18 warga yang mengalami luka-luka karena tertembak polisi saat operasi penangkapan di Desa Tamilouw, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, pada Selasa (7/12/2021).
Menurut Irjen Refdi, tindakan yang diambil Kapolres Maluku Tengah AKBP Rosita Umasugy dengan mengerahkan personel Brimob dan Shabara yang dilengkapi senjata, peluru, dan kendaraan taktis ke Desa Tamilouw bukan secara toba-tiba, melainkan sudah lewat penilaian.
Baca Juga: DPRD Minta Kapolres Maluku Tengah Tanggung Jawab Atas Penembakan 18 Warga, Terindikasi Melanggar HAM
"Kapolres dalam mengambil tindakan juga tidak secara tiba-tiba, namun semua lewat penilaian sesuai laporan intelijen yang mendengar masukan berbagai unsur di tengah-tengah masyarakat," kata Refdi Andri di Ambon, Kamis (9/12/2021).
Demikian penjelasan Kapolda Maluku yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPRD Maluku dan perwakilan tokoh masyarakat, sesepuh, dan unsur pemuda Negeri (Desa) Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.
Dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin Amir Rumra selaku ketua komisi, Kapolda juga menghadirkan sejumlah pejabat di antaranya Dir Reskrimum, Dir Intel, Dir Propam, Kabid Humas Polda, serta Kapolres Maluku Tengah.
Irjen Refdi menjelaskan, tindakan yang dilakukan Kapolres Maluku Tengah dengan seluruh kekuatannya merupakan bentuk respons, karena pihak yang diduga bersalah tidak memenuhi panggilan polisi berulang kali dalam kasus bentrok warga Desa Tamilouw dan warga Dusun Rohua.
Baca Juga: 18 Warga Tertembak Polisi saat Operasi Penangkapan, Kapolri Didesak Copot Kapolres Maluku Tengah
"Jadi ada hal-hal yang ditutupi baik oleh perangkat pemerintah negeri di sana, tidak diberikannya informasi oleh orang-orang yang melihat dan mengetahui terjadinya sesuatu," ujarnya.
Selain itu, Irjen Refi mengaku menerima informasi pada saat kejadian para wanita dan anak-anak selalu dikedepankan dan berhadapan dengan anggota polisi di lapangan.
Ketika anggota polisi masuk ke sana, terjadi penolakan-penolakan yang dilakukan warga dan terkesan kehadiran mereka membuat takut masyarakat khususnya di Tamilouw.
"Kehadiran anggota berseragam di sana dengan kekuatan seberapa besar pun itu berdasarkan penilaian dari Kapolres, karena sudah menjadi kewajiban bagaimana menilai situasi di lapangan dan kekuatan apa yang perlu dihadirkan," ucap Refdi.
Baca Juga: Operasi Penangkapan Berujung Petaka, 18 Warga Termasuk Ibu-Ibu Malah Tertembak Polisi di Maluku
Karena itu, menurutnya, bila kemudian polisi mengerahkan kendaraan lapis baja sekali pun tidak ada masalah karena itu merupakan kendaraan kepolisian, bukan kendaraan tempur.
Termasuk, lanjut Refdi, membawa senjata laras panjang dengan peluru hampa, peluru karet atau pun peluru tajam juga tidak masalah sebab itu adalah perlengkapan kepolisian.
"Alangkah sia-sianya kalau itu tidak dibawa lalu terjadi persoalan di lapangan, dan memang ada tujuh anggota polisi terluka serta ada percobaan perampasan senjata, serta kendaran polisi yang rusak," kata Kapolda Maluku.
Namun demikian, Irjen Refdi menambahkan pihaknya telah menurunkan tim ke sana untuk melakukan penilaian di lapangan. Diharapkan peristiwa ini menjadi pelajaran terbaik bagi semua pihak dan diambil hikmahnya.
Baca Juga: Polisi Marahi dan Ancam Ibu Muda Korban Perkosaan karena Tolak Tanda Tangan Surat Perdamaian
"Saya tidak membela siapa pun, karena bagaimana pun yang salah akan diperiksa apalagi kalau memang tidak sesuai dengan SOP, tetapi yang dilakukan adalah dimulai dengan pemanggilan berulang kali namun tidak hadir," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Kapolda juga membeberkan kronologis kejadian antara warga Negeri Sepa dan Tamilouw sejak tanggal 1 November 2021 yang menyebabkan satu orang meninggal dunia.
Ada persoalan-persoalan mendasar yang ditangani pemerintah daerah setempat, Polres, dan mitra terkait apa yang menjadi tuntutan warga.
Ada tiga masalah besar yang muncul dalam peristiwa Sepa-Tamilouw yakni perusakan tanaman, pembakaran kantor negeri Tamilouw, dan peristiwa penganiayaan.
Baca Juga: Polisi dan Bea Cukai Bongkar Sindikat Narkoba Jaringan Internasional, 39 Tersangka Ditangkap
Bahkan, pada 1 November 2021 itu ada satu warga meninggal dunia akibat bentrokan tersebut. Lalu kedua belah pihak, Sepa dan Tamilouw hadir untuk menentukan wilayah perbatasan.
Tetapi pada 21, 23 dan tanggal 24 November terjadi perusakan tanaman mangga, cengkeh, pala, dan kelapa yang jumlahnya lebih dari 600 pohon.
Kemudian sudah ada kesepakatan untuk perdamaian pada 29 November 2021 di hadapan Bupati dan Kapolres Malteng ada lima kesepakatan yang dibuat.
Namun, dalam pelaksanaannya ada poin-poin tertentu yang tidak dilaksanakan sehingga terjadi pembakaran kantor Negeri Tamilouw dan saat itu dilakukan identifikasi para pelaku.
"Polisi juga sudah mengamankan pelaku yang terlibat peristiwa tanggal 1 November dan menyebabkan satu warga meninggal dunia," kata Kapolda Maluku.
Baca Juga: Novel Baswedan Dkk Gabung Polri, Jenderal Listyo Sigit Bentuk Korps Pemberantasan Korupsi
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.