SINTANG, KOMPAS.TV - Banjir di Kalimantan Barat (Kalbar) belum juga surut, terutama di Kabupaten Sintang. Padahal, panjir Kalbar yang merendam beberapa kabupaten itu telah berlangsung selama 3 minggu.
Hal ini diungkapkan Yosepha Hasnah, Kepala Satuan Tugas (Satgas) bencana banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor (Bantingsor) Sintang.
"Sudah 21 hari banjir di Sintang belum ada tanda-tanda debit air surut secara signifikan, kita mesti meningkatkan kewaspadaan," ujar Yosepha pada Sabtu (13/1/2021), dilansir dari Antara.
Yosepha mengatakan, pihaknya terus melakukan pembaruan data lewat rapat evaluasi penanganan banjir.
Sejauh ini, di Sintang saja banjir bandang membuat infrastruktur jalan rusak hingga lalu lintas tak lancar.
Banyak pembatas jalan di Lintas Melawi patah dan bergeser akibat banjir bandang. Menurut Kapolres Sintang AKBP Ventie Bernard Musak, pengiriman logistik saat ini telah dilayani 4 truk tronton.
Di sisi lain, Ventie menyebut komunikasi di daerah Sintang juga macet akibat banjir merusak infrastruktur komunikasi.
“Sudahlah kita ini terisolasi karena banjir, terisolasi pula karena jaringan komunikasi kita. Kalau untuk BBM dan gas masih lancar karena mobil pengangkut masih lancar," beber Ventie.
Lalu, masyarakat juga kesulitan mendapatkan uang karena mesin-mesin ATM rusak.
"Cari uang tunai susah, mesin ATM banyak terendam," katanya.
Banjir di Kabupaten Sintang telah melanda sejak 23 Oktober hingga 12 November 2021. Bahkan, kawasan hulu seperti Serawai, Ambalau, Kayan Hulu, dan Kayan Hilir sedang banjir besar.
Yosepha Hasnah yang juga menjabat sebagai Pelaksana harian Bupati Sintang mengimbau masyarakat untuk waspada karena Indonesi masih akan menghadapi puncak La Nina.
“Jadi kita wajib waspada, karena informasi BMKG dan BNPB bahwa puncak La Nina pada Januari-Februari 2022 mendatang," kata Yosepha.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengatakan, banjir Kalbar terjadi akibat sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas kritis.
Sebagian besar daerah penyangga DAS Kapuas mengalami deforestasi karena pembukaan tutupan hutan untuk aktivitas ekstraktif.
”Yang perlu dilakukan adalah peninjauan ulang tata ruang. Perizinan yang ada hendaknya ditinjau ulang,” tutur Nikodemus pada Kamis (4/11/2021), dikutip dari Kompas.id.
Berdasarkan data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, sekitar 1,01 juta hektare dari dari 14 juta hektare luas DAS di Kalbar dalam kondisi kritis, termasuk DAS Kapuas.
Selain perkebunan sawit, DAS di Kalbar kritis akibat penebangan hutan untuk penambangan emas.
Akibatnya, pada 2021 saja banjir telah tiga kali merendam Kalimantan Barat. Banjir terakhir menerjang Kabupaten Sintang, Melawi, Sekadau, Sanggau, hingga Kapuas Hulu.
Di Sintang saja, banjir Kalbar telah berdampak pada 21.874 keluarga di 12 kecamatan.
Sumber : Kompas.id/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.