Mereka akan dibekali dengan alat bernama exhaust gas analyzer atau alat ukur gas buang yang sudah berstandar. Alat ini memiliki fungsi utama mengukur kadar Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), dan unsur-unsur lain dari gas buang yang dihasilkan oleh proses pembakaran (combustion) kendaraan yang tidak sempurna.
Baca Juga: Pengendara Keluhkan Minimnya Tempat Uji Emisi di DKI Jakarta
Teknisi akan melakukan kalibrasi alat lebih dulu, untuk memastikan setiap parameter berada dalam angka nol. Tujuannya agar data yang terekam tidak tercampur dengan hasil proses uji emisi kendaraan lain.
Teknisi juga akan memastikan kendaraan terparkir di atas permukaan datar, dalam kondisi mesin menyala, serta pada suhu kerja (60°C-70°C, atau sesuai rekomendasi manufaktur).
Kemudian proses pemeriksaan pun dimulai dengan putaran mesin yang dinaikkan hingga mencapai 1.900-2.000 rpm (rotasi per menit). Lalu ditahan selama 60 detik, sebelum kembali pada kondisi idle.
Tahap berikutnya, teknisi akan mengukur kondisi mesin idle atau putaran mesin 800-1.400 rpm. Pada saat yang sama, teknisi memasukkan probe (selang pengukur) ke exhaust (lubang knalpot) kendaraan sedalam 30 cm.
Baca Juga: Polisi Baru Akan Tilang Pelanggar Aturan Uji Emisi jika 50 Persen Kendaraan Sudah Lulus Tes
Bila kurang dari 30 cm, maka perlu dipasang pipa tambahan. Tunggu 20 detik, setelah itu alat uji emisi akan melakukan pengambilan serta pencetakan data konsentrasi gas CO dan HC.
Lantas apa standar yang digunakan untuk mengetahui apakah kendaraan anda lolos uji emisi atau tidak? Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 31 Tahun 2008 telah menetapkan standarnya sebagai berikut:
Jika kadar CO dan HC yang dibuang oleh kendaraan Anda berada di bawah ambang batas tersebut, maka dinyatakan lulus uji emisi. Tapi jika lebih tinggi, maka tidak lulus uji emisi.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.