Kompas TV regional kriminal

Kisah Rio Martil, Jagal Sadis Bermartil Dua

Kompas.tv - 31 Oktober 2021, 09:56 WIB
kisah-rio-martil-jagal-sadis-bermartil-dua
Gambar ilustrasi kejahatan Rio Martil (Sumber:Kompas.Com-)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Rio Martil adalah nama yang disematkan media kepada lelaki muda itu. Nama lengkapnya adalah Rio Alex Bullo, kelahiran Sleman 2 Mei 1978. 

Badannya kecil, pembawaannya pendiam dan tertutup. Tak banyak yang menyangka, di balik perawakan kecil dan tak banyak bicara, Rio adalah penjagal sadis yang korbannya dibunuh dengan cara dihantam martil.

Dikutip dari Intisari.grid.id, pada Jumat, 12 Januari 2001, suasana di Baturaden, Banyumas, Jawa Tengah, tampak seperti hari-hari biasa. Belum ada keramaian terlihat di daerah wisata berhawa sejuk itu.

Di Hotel Rosenda, salah satu hotel di tengah kawasan wisata, siang itu juga tak ada yang terlihat mencolok. Belum banyak tamu memenuhi salah satu hotel terbaik yang terletak 20 km dari kota Purwokerto itu.

Di Kamar 135 Hotel Rosenda, dua orang sedang berbincang santai: Rio dan Jeje. Rio berbicara panjang lebar tentang minatnya menanamkan modal di bisnis perumahan di Baturaden.

Jeje sebenarnya tidak terlalu berminat. Kedatangannya semata untuk menyopiri mobilnya yang disewa Rio untuk berkeliling. Selain menjadi pengacara, lelaki 40 tahun itu juga menjalankan bisnis persewaan mobil.

Namun di tengah perbincangan, Tiba-tiba saja, bug! Terdengar suara pukulan benda keras menghantam. Rupanya Jeje sudah bersimbah darah.

Pukulan yang dilakukan berkali-kali oleh Rio itu menggunakan dua martil, satu di tangan kiri, satunya di kanan.

Baca Juga: Pelaku Pembunuhan Sadis di Kabupaten Labuhanbatu Ditembak Polisi

Dalam beberapa pukulan saja, kepala Jeje sudah remuk. Darah dan isi kepala berhamburan. Percikannya mengenai kursi, meja, kasur, bahkan sampai ke dinding.

Bergegas cepat, Rio meninggalkan kamar hotel. Ia mengemasi barang-barangnya yang sebenarnya tidak terlalu banyak, lalu mencari kunci mobil di saku celana Jeje. Sebelum keluar kamar, sempat diliriknya arloji milik korban, dilepas dan ditaruhnya dalam saku celanya.

Di luar kamar, Rio mencoba bersikap tenang dan langsung melangkah menuju ke depan hotel. Tapi rupanya beberapa langkah menjelang lobi, seorang pelayan yang mengenalinya langsung menyapa, "Mana Pak Jeje, Pak?"

"Oh dia di kolam renang," jawab Rio sekenanya. Seolah tanpa mau berpanjang lebar ia terus melangkah ke depan hotel, arah parkir mobil. Jawaban itu mengagetkan pelayan.

Masalahnya, hotel tempatnya bekerja tidak ada kolam renang. Apalagi Rio terlihat agak terburu-buru menuju mobil Toyota Kijang seri LGX bernomor polisi R 7078 EA. Pelayan itu juga merasa janggal, karena tidak biasanya mobil milik Jeje dilepas begitu saja kepada penyewanya.

Pelayan itu berteriak agak keras untuk menghentikan Rio sambil berusaha menarik perhatian sekitarnya. la langsung menyusul Rio ke parkiran.

Tapi para petugas keamanan hotel yang sudah curiga ada ketidakberesan sudah lebih sigap dan memburunya. Meski melawan, Rio berhasil dilumpuhkan.

Di kantor polisi terungkap, Rio adalah buronan yang selama ini dicari. Dia telah menghabisi beberapa orang di beberapa tempat dengan cara yang sama , dihantam pakai martil.

Dalam catatan polisi, setidaknya ia pernah tiga kali melakukan pembunuhan dalam rentang September-November 2000. Tapi keberadaannya selalu tidak diketahui karena selalu berpindah-pindah kota.

Rio selalu bergerak untuk menghindar dari kecurigaan polisi setempat. Namun modus kejahatannya selalu sama, yaitu awalnya berlagak seperti tamu hotel yang bermaksud menyewa kendaraan, tapi kemudian mobil dibawa kabur.

Di Bandung Rio beraksi setelah terlebih dulu menginap di Hotel Naripan, lalu menggasak sedan Timor setelah terlebih dulu memukul sopirnya hingga tewas. 

Aksi berikutnya di Semarang, menginap di Hotel Adem Ayem, lalu menyikat mobil Panther berwarna abu-abu dan membunuh sopirnya.

Baca Juga: Kelanjutan Pembantaian GaJah secara Sadis di Aceh, Lima Terdakwa Dituntut Pasal Berlapis

Kemudian di Surabaya ia menginap di Hotel Mirama dan membawa kabur sedan Mercy berwarna putih, lagi-lagi sopirnya ditemukan tewas.

Kemudian beraksi di Yogyakarta, dengan menginap di Hotel Ibis. Tapi aksi pembunuhannya gagal gara-gara saat hendak memukul, gagang martilnya terlepas.

Sopirnya hanya terluka lalu kabur sambil kesakitan. Konon peristiwa itulah yang membuat Rio selalu membawa dua martil, satu buat cadangan sekaligus alat keduanya.

Berdasar bukti-bukti itu, 14 Mei 2001, Rio divonis mati. Mendengar keputusan hakim, ia mengaku pasrah. "Saya bersyukur karena tidak mati saat sedang melakukan kejahatan. Tetapi mati dalam hukuman, mati dalam bertobat," katanya kepada para wartawan sesaat setelah vonis dijatuhkan.

Rio menjalani hukumannya di LP Kedungpane, Semarang, sebelum akhirnya dipindahkan ke LP Permisan di Pulau Nusakambangan.

Di LP yang terletak di di sebuah di selatan Cilacap ini terkenal sebagai tempatpara narapidana yang menjalani hukuman berat atau hukuman mati.

Di sinilah Rio bersahabat dengan Iwan Zulkamain, bekas pegawai PT. Pos Indonesia terpidana kasus korupsi bilyet giro setoran pajak PT. Semen Tonasa senilai Rp42 miliar yang divonis 16 tahun di penjara.

Iwan pula yang menuntun Rio belajar membaca Alquran. Hidup di penjara memang membuat Rio banyak beribadah. Kitab suci Alquran dimilikinya beberapa buah, selain ada pula buku-buku keagamaan lain. Kabarnya, ia tidak pernah lupa menjalankan salat wajib, termasuk salat malam.

Namun ketenangan itu tak berlangsung lama. LP gempar setelah pada 2 Mei 2005, Iwan ditemukan tewas di kamar mandi sel. Kondisinya sungguh mengenaskan. Tulang tengkorak retak dan kulit kepala sobek sepanjang 5 cm, lebar 0,5 cm.

Di dinding dekat tempatnya jatuh bersimbah darah, ada noda-noda percikan darah. Tampak Iwan mati dibunuh seseorang dengan cara dibenturkan ke dinding. Tudingan langsung mengarah kepada Rio, karena saat itu sel hanya dihuni tiga orang.

Awalnya Rio berkelit. Polisi sampai harus merencanakan tes mendalam terhadap noda-noda darah di sarung milik Rio. Tapi dengan sejumlah pendekatan, akhirnya ia mengaku telah membunuh Iwan lantaran kesal.

Pada malam kejadian, sekitar pukul 21.30, Rio memanggil Iwan untuk mengajarinya mengaji. Tapi acara itu harus terganggu karena hujan membuat atap bocor dan airnya menggenangi lantai.

Iwan lalu mengepel lantai, sementara Rio hanya duduk-duduk saja di dipan. Saat itulah Iwan sempat mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan Rio. Kata Iwan, Rio boleh saja ditakuti di luar, tapi di dalam LP tidak punya jalu.

Merasa tersinggung, Rio langsung menyerang. Iwan dibekap dengan sarung, mulutnya disumpal kain. Kepalanya dibenturkan ke dinding berkali-kali. Suasana sel sempat gaduh, tapi petugas saat itu mengaku tidak mendengarnya lantaran hujan turun sangat deras.

Sempurna sudah kejahatan Rio Martil. Maka pada 1 April 2008, setelah surat penolakan PK dari MA diterima Kejaksaan Negeri Purwokerto, dia dibawa ke hadapan regu tembak.

Tak banyak komentar yang keluar dari mulutnya. Jelang eksekusi, keluarga kecilnya berkumpul. Kesempatan itu pun terjadi untuk memenuhi satu dari tiga permintaan terakhir Rio.

Sesaat setelah eksekusi, sejumlah media massa sempat memberitakan penolakan sebagian warga di Kelurahan Berkoh, Purwokerto, jika Rio dimakamkan di wilayah mereka. 

Tapi akhinya Kejaksaan berhasil mendapatkan tempat di TPU Sipoh, Desa Kejawar, Kecamatan Banyumas, di blok makam orang-orang tak dikenal.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x