Pada 2015, saat masih menjadi Kades Amis Kecamatan Cikedung, Taryadi sempat memimpin massa F-Kamis berunjuk rasa di pendopo Pemkab Indramayu.
Lukman Syarif mengatakan, aksi penyerangan kelompok Taryadi dilatarbelakangi oleh upaya F-Kamis mempertahankan lahan.
Taryadi bersama kelompoknya menolak kawasan hutan jadi ladang tebu. Alasannya, dengan mengubah hutan jadi ladang tebu, sama saja dengan menghilangkan mata pencaharian warga dari hasil hutan.
Saat itu, Taryadi juga menyebut alih fungsi hutan jadi ladang tebu merusak lingkungan, utamanya mengakibatkan banjir, polusi hingga penurunan kualitas air tanah.
Pada 20 September 2021, F-Kamis pimpinan Taryadi juga sempat menyurati Bupati Indramayu.
Isinya, menyebut bahwa hak guna usaha (HGU) PT PG Rajawali II atau PG Jatitujuh melanggar sejumlah aturan. Pada intinya, HGU yang dipegang PG Jatitujuh berstatus hutan negara.
Selain sebagai mantan kades dan demonstran penentang ladang tebu, Taryadi juga ternyata sempat mendaftar jadi calon bupati Indramayu pada Pilkada Indramayu 2020.
Sementara itu, General Manager PG Jatitujuh Majalengka Aziz Romdhon Bachtiar menjelaskan, perusahaan yang dipimpinnya mengelola sekira 12.000 hektare lahan HGU.
Namun dari jumlah itu, sekitar 6.000 hektare lahan dikuasai secara ilegal oleh pihak yang mengatasnamakan forum masyarakat.
"Secara HGU, itu lahan PG Jatitujuh, ada sertifikat HGU nomor 1 Majalengka dan nomor 2 Indramayu. Jadi memang mereka secara ilegal menguasai lahan di sebagian besar wilayah Indramayu, kurang lebih 6000 hektare," ujar Azis dilansir dari Tribunnews.
Baca Juga: Bupati Indramayu Sebut Konflik Lahan Tebu yang Tewaskan Dua Penduduk Telah Berlangsung Sejak Lama
Sumber : Kompas TV/Tribunnews
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.