JAMBI, KOMPAS.TV – Babi-babi hutan mati secara misterius di wilayah hutan-hutan tropis Sumatera.
Bahkan, kematian babi tersebut meluas hingga ke jantung kawasan konservasi.
Hal ini dikhawatirkan membawa ancaman bagi keseimbangan ekosistem hutan.
Kepala Balai nasional Bukit Duabelas Haidir menyebutkan, temuan babi mati secara misterius terjadi sejak Juni lalu.
Awalnya, di Senamo Kecil, wilayah jelajah Orang Rimba pimpinan Tumenggung Nangkus.
”Kematian babi ini telah beruntun dilaporkan petugas dan komunitas Orang Rimba di Bukit Duabelas,” jelasnya, Jumat (1/10/2021).
Di wilayah Senamo Kecil itu ditemukan tujuh babi mati di pinggir Sungai Pakuaji.
Kematian beruntun didapati di dekat sebuah pohon sialang dan hutan di wilayah adat Rombong Temenggung Nangkus.
Ekosistem Bukit Duabelas melingkupi lima kabupaten di Jambi, yaitu Batanghari, Sarolangun, Tebo, Merangin, dan Bungo.
Daerah tersebut merupakan ruang hidup bagi komunitas pedalaman Orang Rimba.
Kemudian, pada Agustus lalu di wilayah Taman Nasional Bukit Duabelas di Jambi, terdapat delapan ekor bangkai babi hutan di sekitar Sungai Durian. Kematian itu ditemukan langsung petugas balai.
Di wilayah adat Rombong Tumenggung Grip dan Tumenggung Ngadap, komunitas Orang Rimba yang hidup menjelajah dalam taman nasional tersebut, babi-babi mati di sekitar Sungai Punti Kayu dan Sungai Sako Ninik Tuo.
Adapun, babi merupakan salah satu sumber protein penting bagi kelompok yang masih menjalankan tradisi berburu itu.
Kematian babi juga ditemukan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang melingkupi Provinsi Riau dan Jambi.
Kepala Balai TNBT Fifin Arfiana mengatakan, pihaknya juga mendapatkan laporan dari warga. Namun, saat mengecek ke lokasi, kondisi bangkai sudah rusak.
Baca Juga: Demam Babi Afrika, Puluhan Ribu Babi Dibantai di Republik Dominika
Selanjutnya, temuan serupa juga terjadi di kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan yang merupakan ruang hidup suku pedalaman Batin Sembilan.
Komunitas pedalaman yang masih menjalankan tradisi berburu di hutan itu mendapati babi-babi mati.
Sebagian besar tersebar di pinggir hutan dan perkebunan sawit sebuah perusahaan yang berbatasan langsung dengan Hutan Harapan.
”Babi-babi itu banyak yang mati dekat sungai. Mulutnya tampak berbuih,” ujar Hospita Yulima, Humas PT Restorasi Ekosistem Hutan Harapan.
Sejauh ini, menurut Haidir, Fifin, dan Hospita, penyebab kematian babi belum dapat diketahui pasti. Saat ditemukan, kondisi bangkainya sudah berbau dan dihinggapi lalat.
Sebagai upaya preventif, Haidir mengerahkan petugasnya menyosialisasikan ancaman demam babi afrika (african swine fever/ASF) pada komunitas tersebut.
Sejumlah langkah penerapan didorong, antara lain agar warga tidak menyentuh langsung satwa yang terpapar mati. Satwa yang ditemukan mati jangan sampai dikonsumsi, melainkan langsung dikubur atau dibakar.
”Kami juga masih menunggu panduan mengenai penanganannya dari pusat (KLHK),” ujarnya.
Baca Juga: Muncul Penyakit Demam Babi, Pemprov Kalteng akan Tutup Pintu Masuk
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.