YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Memakan serangga mungkin terdengar sebagai ide aneh bagi sebagian orang. Namun, umat manusia ternyata sudah lazim memakan serangga sejak dulu.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahkan terdapat hampir 2 miliar manusia yang umum memakan serangga sebagai makanan sehari-hari.
Serangga bagus untuk kesehatan tubuh. Selain itu, memakan serangga juga dinilai baik untuk masa depan planet bumi.
Baca Juga: Bantal Awalnya Keras dan untuk Menghalau Serangga
PBB pun mendorong lebih banyak manusia untuk memakan serangga. Berikut adalah alasan-alasan mengapa Anda sebaiknya memasukkan serangga ke menu makanan:
1. Serangga lebih berkelanjutan dibanding hewan ternak
Melansir Vox, beternak serangga lebih ramah lingkungan daripada peternakan hewan-hewan ternak berskala besar.
Pasalnya, serangga membutuhkan lahan lebih sedikit, berdarah dingin sehingga membutuhkan lebih sedikit makanan, serta meninggalkan lebih sedikit limbah makanan.
Sebaliknya, kebergantungan manusia kepada industri peternakan berskala besar berdampak pada pemanasan global. Industri peternakan disebut berkontribusi terhadap 18% emisi gas rumah kaca global.
Permintaan akan daging terus meningkat di dunia. Jadi, emisi industri peternakan pun menghantui planet. Serangga dapat menjadi alternatif untuk mengurangi emisi ini.
2. Serangga bergizi dan kaya protein
Apabila diukur per berat tubuh hewan, lemak dan protein yang dihasilkan serangga seperti jangkrik dan larva setingkat dengan daging sapi, ayam, maupun ikan.
Selain itu, serangga dapat menjadi sumber vitamin B12 yang bagus. Tipe vitamin ini amat jarang ditemukan dalam makanan yang diolah dari tumbuh-tumbuhan.
3. Serangga lazim dimakan dan kita pernah makan serangga
Sekitar 2 miliar orang di bumi umum memasukkan serangga dalam menu makanan mereka. Serangga bukanlah makanan tak lazim di sebagian Afrika, Asia, serta Amerika Latin.
Di Kongo, ulat merupakan makanan populer. Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berbagai jenis serangga seperti jangkrik, belalang, serta rayap pun umum dimakan.
Melansir Nature, terdapat 150-200 spesies serangga yang dikonsumsi di Asia Tenggara.
Selain itu, sebagian besar makanan olahan mengandung fragmen kecil serangga dalam produk mereka.
Makanan olahan kacang, cokelat, atau bahkan sayuran dapat mengandung bermacam fragmen serangga kecil yang berinteraksi dengan tumbuh-tumbuhan itu.
Campuran serangga yang ada di makanan olahan pun tidak berbahaya. Meskipun tidak terlihat dengan mata telanjang, bekas serangga sangat umum berada dalam makanan olahan. Sejumlah studi memperkirakan bahwa manusia memakan setengah hingga satu kilogram serangga dari makanan olahan setiap tahunya.
4. Serangga adalah makanan masa depan
Pada 2013, sebagaimana dilansir Nature, PBB merilis dokumen yang mendorong penggunaan serangga yang dapat dimakan sebagai bahan makanan manusia ataupun hewan ternak.
Alasan utamanya adalah, selain serangga belum sepopuler daging ternak, serangga memiliki nilai gizi tinggi, pemeliharaan dan pengembangannya juga jauh lebih ramah lingkungan dibanding hewan ternak umumnya.
Melansir The Economist (via Nature), serangga juga dapat menjadi hewan ternak yang amat efisien. Pasalnya, serangga hanya perlu diberi makan sedikit tetapi memproduksi bahan makanan yang banyak.
Serangga juga menimbulkan gas rumah kaca serta amonia yang lebih sedikit. Selain itu, serangga juga diduga membawa risiko transmisi virus lebih rendah dibanding hewan ternak.
Di tengah pemanasan global dan perubahan iklim, serangga dapat menjadi alternatif makanan yang sebaiknya Anda coba.
Baca Juga: Australia Rilis Rencana Kembangkan Industri Serangga yang Dapat Dimakan
Sumber : Kompas TV/Berbagai sumber
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.