YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, dr Arman Bausat, menyebut pelaku pembakaran mimbar Masjid Raya Makassar pernah menjalani rawat inap dengan diagnosisi psikosis.
Melansir Kompas.com, Minggu (23/5/2021), psikosis dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk genetika, trauma, penggunaan zat dan obat terlarang, penyakit fisik, cedera, atau kondisi kesehatan mental.
Namun, belum ditemukan mengapa dan bagaimana psikosis berkembang.
“Apa yang kami ketahui adalah bahwa selama episode psikosis, otak pada dasarnya berada dalam kondisi stres yang berlebihan,” kata Chantall Garrett, direktur Partners for StrongMinds.
Menurutnya, banyak orang seringkali tidak mengenali gejala psikosis, seperti sulit tidur, sulit memahami apa yang orang katakan, atau melihat bayangan - sampai mencapai titik krisis.
Sementara WebMD menyebut, gangguan psikotik ini biasanya merupakan reaksi terhadap peristiwa yang sangat mengganggu.
Baca Juga: Pelaku Pembakaran Mimbar Masjid di Makassar Miliki Riwayat Gangguan Jiwa Psikosis
Ada dua gejala umum psychotic break, yaitu:
1. Halusinasi
Penderita mungkin mendengar suara-suara, melihat hal-hal yang tidak ada, atau merasakan sensasi di kulitnya meskipun tidak ada yang menyentuh tubuhnya.
2. Delusi
Delusi adalah keyakinan yang salah, bahwa seseorang menolak untuk menyerah, bahkan di hadapan fakta.
Selain kedua gejala tersebut, gejala lain mungkin saja muncul, di antaranya:
- Pikiran kacau
- Pidato atau bahasa yang tidak masuk akal
- Perilaku dan pakaian yang tidak biasa
- Masalah dengan memori
- Disorientasi atau kebingungan
- Perubahan kebiasaan makan atau tidur, tingkat energi, atau berat badan
- Tidak bisa membuat keputusan.
Mengenai penyebab gangguan psikotik, para ahli masih belum mengetahui secara pasti. Ada kemungkinan ini berhubungan dengan genetik.
Baca Juga: Dinar Candy Bakal Dites Kejiwaan, Pelapor: Saya Yakin Dia Tidak Mengalami Gangguan Jiwa
Sebab, pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan psikotik atau mood, seperti depresi atau gangguan bipolar, kondisi ini lebih sering terjadi.
Teori lain menunjukkan, bahwa keterampilan yang buruk dalam mengatasi stres dapat memicu gangguan tersebut, sebagai pertahanan terhadap atau melarikan diri dari situasi yang sangat menakutkan atau stres.
Dalam kebanyakan kasus, gangguan tersebut dipicu oleh stres besar atau peristiwa traumatis.
Saat seseorang mengalami gejala, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik singkat.
Pemeriksaan singkat ini termasuk tes darah atau tes urine, untuk menyingkirkan penyebab lain, seperti penggunaan obat dan zat terlarang.
Pemeriksaan pencitraan otak (seperti MRI) ada kalanya juga perlu dilakukan, jika dicurigai adanya kelainan pada struktur otak, berdasarkan pemeriksaan fisik.
Selanjutnya, dokter akan merujuk pasien ke psikiater atau psikolog jika tidak ditemukan penjelasan fisik untuk gejala yang timbul.
Para profesional kesehatan mental ini menggunakan alat wawancara dan penilaian, yang dirancang khusus untuk mengevaluasi seseorang untuk gangguan psikotik atau psychotic break.
Pengobatan berupa obat antispikotik mungkin akan diberikan pada orang yang mengalami gangguan psikotik singkat, untuk meredakan gejala dan mengakhiri gangguan psikotik.
Selain itu, pasien mungkin mendapatkan psikoterapi (sejenis konseling), untuk membantu pasien mengidentifikasi dan menangani situasi atau peristiwa yang memicu psychotic break.
Jika gejalanya parah atau jika pasien cenderung berusaha melukai diri sendiri atau orang lain, maka akan disarankan untuk melakukan perawatan di rumah sakit.
Orang-orang yang mengalami psychotic break umumnya dapat pulih sepenuhnya.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.